Friday, December 12, 2014

PENERAPAN METODE CONTEKSTUAL TEACHING AND LEARNING (CTL) DALAM MENGATASI KEJENUHAN BELAJAR SISWA PADA MATA PELAJARAN PENDIDIKAN AGAMA ISLAM DI SMA DARUSSALAMAH



MAKALAH TERAPAN

PENERAPAN METODE CONTEKSTUAL TEACHING AND LEARNING (CTL) DALAM MENGATASI KEJENUHAN BELAJAR SISWA PADA MATA PELAJARAN PENDIDIKAN AGAMA ISLAM DI SMA DARUSSALAMAH

Disusun Untuk Memenuhi Tugas Mata Kuliah;
Teori Belajar dan Pembelajaran

Dosen Pengampu;
Imron Rosyidi, M. Th,M. Ed

Description: E:\UIN WARNA Fakultas Tarbiyah.jpg


Disusun oleh :

moh. kamilus zaman



JURUSAN PENDIDIKAN AGAMA ISLAM
FAKULTAS TARBIYAH
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI
MAULANA MALIK IBRAHIM MALANG
2011
A. Merasakan Adanya Masalah
            Peserta didik adalah komponen masukan dalam proses pendidikan, sebagai organisme yang hidup memiliki potensi untuk berkembang, yang memerlukan lingkungan dan arah tertentu sehingga membutuhkan bimbingan dan pembelajaran. Peserta didik dapat ditinjau dari berbagai segi, yakni segi pendekatan sosial, pendekatan psikologis, dan pendekatan edukatif atau pedagogis.Tenaga kependidikan adalah komponen yang bertugas menyelenggarakan kegiatan belajar mengajar, bimbingan, melatih, mengelola, meneliti dan mengembangkan serta memberikan pelayanan teknik. Guru sebagai tenaga kependidikan memiliki tugas pokok melaksanakan proses belajar mengajar. Karena itu, setiap guru harus memiliki wewenang dan kemampuan-kemampuan profesional, kepribadian, dan kemasyarakatan.
            Konsep pengajaran hampir sama artinya dengan konsep pembelajaran. Pembelajaran dianggap suatu sistem yang memiliki komponen-komponen atau langkah-langkah. Sebagai suatu sistem, pembelajaran meliputi aspek filosofis dan aspek proses. Menurut analisa penulis bahwa pada dasarnya kita sebagai calon guru harus mengetahui dan memahami tentang konsep pendidikan dan proses pendidikan itu sendiri. Ketika kita sudah benar-benar memahami tentang konsep dan proses pendidikan, maka segala sesuatu yang kita rencanakan akan terlaksana dengan baik dan juga tersusun. Yang lebih penting kita harus benar-benar memahami psikologi peserta didik dan proses pendidikan itu sendiri.

B. Eksplorasi dan Analisis Masalah

            Berdasarkan fenomena di atas, sebagai gambaran problematika dalam memperoleh efektifitas dan efisien pembelajaran materi Pendidikan Agama Islam, maka untuk meningkatkan kreatifitas berfikir serta mengatasi kejenuhan dalam belajar dapat menggunakan metode pembelajaran dengan pendekatan teoristis dan empirik. untuk menerapkan suatu metode pembelajaran yang diharapkan dapat lebih mengefektifkan kemaksimalan proses belajar mengajar materi Pendidikian Agama Islam dengan Contextual Teaching and Learning (CTL) merupakan proses pembelajaran yang holistik dan bertujuan membantu siswa untuk memahami makna materi ajar dengan mengaitkannya terhadap konteks kehidupan mereka sehari-hari (konteks pribadi, sosial dan kultural), sehingga siswa memiliki pengetahuan/ ketrampilan yang dinamis dan fleksibel untuk mengkonstruksi sendiri secara aktif pemahamannya.
            CTL disebut pendekatan kontektual karena konsep belajar yang membantu guru mengaitkan antara materi yang diajarkannya dengan situasi dunia nyata siswa dan mendorong siswa membuat hubungan antara pengetahuan yang dimilikinya dengan penerapannya dalam kehidupan mereka sebagai anggota masyarakat. Kembangkan pemikiran bahwa anak akan belajar lebih bermakna dengan cara bekerja sendiri, menemukan sendiri dan engkonstruksi sendiri pengetahuan dan ketrampilan baru. Lakukan sejauh mungkin kegiatan inkuiri untuk semua toipik. Kembangkan sifat keingin tahuan siswa dengan cara bertanya. Ciptakan masyarakat belajar (belajar dalam kelompok-kelompok). Hadirkan model sebagai contoh dalam pembelajaran. Lakukan refleksi pada akhir pertemuan. Lakukan penilaian otentik yang betul-betul menunjukkan kemampuan siswa

C. Penyajian Masalah

Pendidikan Agama Islam memuat tentang praktek dan teori ajaran agama yang harus di pahami secara mendalam, kemudian di aplikasikan dalam nilai yang efektif dan efisien, sehingga membutuhkan suatu metode yang bisa membantu meningkatkan kreatifitas berpikir dan bisa mengatasi kejenuhan belajar bsiswa dalam mempelajari ilmu Pendidikan Agama Islam dari masalah di atas, Bagaimana cara mengatasi kejenuhan belajar siswa dengan metode Contextual Teaching and Learning.

D. Pemecahan Masalah

Komponen pembelajaran yang efektif meliputi:
Konstruktivisme, konsep ini yang menuntut siswa untuk menyusun dan membangun makna atas pengalaman baru yang didasarkan pada pengetahuan tertentu. Pengetahuan dibangun oleh manusia sedikit demi sedikit, hasilnya diperluas melalui konteks yang terbatas dan tidak secara tiba-tiba. Strategi pemerolehan pengetahuan lebih diutamakan dibandingkan dengan seberapa banyak siswa mendapatkan dari atau mengingat pengetahuan.
            Tanya jawab, dalam konsep ini kegiatan tanya jawab yang dilakukan baik oleh guru maupun oleh siswa. Pertanyaan guru digunakan untuk memberikan kesempatan kepada siswa untuk berpikir secara kritis dan mengevaluasi cara berpikir siswa, seangkan pertanyaan siswa merupakan wujud keingintahuan. Tanya jawab dapat diterapkan antara siswa dengan siswa, guru dengan siswa, siswa dengan guru, atau siswa dengan orang lain yang didatangkan ke kelas.
            Inkuiri, merupakan siklus proses dalam membangun pengetahuan/ konsep yang bermula dari melakukan observasi, bertanya, investigasi, analisis, kemudian membangun teori atau konsep. Siklus inkuiri meliputi; observasi, tanya jawab, hipoteis, pengumpulan data, analisis data, kemudian disimpulkan.
            Komunitas belajar, adalah kelompok belajar atau komunitas yang berfungsi sebagai wadah komunikasi untuk berbagi pengalaman dan gagasan. Prakteknya dapat berwujud dalam; pembentukan kelompok kecil atau kelompok besar serta mendatangkan ahli ke kelas, bekerja dengan kelas sederajat, bekerja dengan kelas di atasnya, beekrja dengan masyarakat.
            Pemodelan, dalam konsep ini kegiatan mendemontrasikan suatu kinerja agar siswa dapat mencontoh, belajr atau melakukan sesuatu sesuai dengan model yang diberikan. Guru memberi model tentang how to learn (cara belajar) dan guru bukan satu-satunya model dapat diambil dari siswa berprestasi atau melalui media cetak dan elektronik.
            Refleksi, yaitu melihat kembali atau merespon suatu kejadian, kegiatan dan pengalaman yang bertujuan untuk mengidentifikasi hal yang sudah diketahui, dan hal yang belum diketahui agar dapat dilakukan suatu tindakan penyempurnaan. Adapun realisasinya adalah; pertanyaan langsung tentang apa-apa yang diperolehnya hari itu, catatan dan jurnal di buku siswa, kesan dan saran siswa mengenai pembelajaran pada hari itu, diskusi dan hasil karya.
            Penilaian otentik, prosedur penilaian yang menunjukkan kemampuan (pengetahuan, ketrampilan sikap) siswa secara nyata. Penekanan penilaian otentik adalah pada; pembelajaran seharusnya membantu siswa agar mampu mempelajari sesuatu, bukan pada diperolehnya informasi di akhr periode, kemajuan belajar dinilai tidak hanya hasil tetapi lebih pada prosesnya dengan berbagai cara, menilai pengetahuan dan ketrampilan yang diperoleh siswa.

E. Refleksi Terhadap Proses dan Hasil Pemecahan Masalah

            Seiring dengan diperkenalkannya KBK, muncul gagasan tentang CTL, singkatan dari Contextual Teaching and Learning, atau mengajar dan belajar secara kontekstual. Pendekatan ini sebenarnya diilhami oleh filsafat konstruktivisme. Sebenarnya siswa itu bisa didorong untuk aktif melakukan tindak belajar jika apa yang dipelajari itu sesuai dengan konteks. Konteks ini tidak sekadar diartikan lingkungan belajar. Konteks itu bisa berupa konteks siswa (usia, kondisi sosial-ekonomi, potensi intelektual, keadaan emosi, dsb), konteks isi (materi pelajaran), konteks tujuan (tujuan belajarnya, kompetensi yang hendak dicapai), konteks sosial-budaya, konteks lingkungan, dsb. Ada beberapa unsur dalam CTL yang harus diterapkan di dalam proses belajar-mengajar, antara lain, pertanyaan, inkuiri, penemuan, pengalaman. Dalam pelajaran bahasa dan sastera Indonesia guru hendaknya memperhatikan kondisi kebahasaan siswa: apakah siswa Anda berasal dari pedesaan atau perkotaan, dari keluarga ekonomi lemah atau keluarga mampu, ada di SMP atau SMA. Guru hendaknya juga memperhatikan besar-kecilnya pengaruh bahasa daerah terhadap bahasa Indonesia dalam pemakaian bahasa Indonesia sehari-hari. Hal ini sering menyulitkan guru karena guru dan murid mempunyai latar belakang kebahsaan yang sama sehingga kedua pihak bisa melakukan “kesalahan” yang sama dalam berbahasa Indonesia. Guru yang berlatar belakang bahasa Bali tentu sulit mengidentifikasi kesalahan dalam berbahasa Indonesia yang dilakukan murid-muridnya yang juga berkatar belakang bahasa Bali, karena guru tidak menyadari kesalahannya sendiri. Minat siswa dalam sastra dan kesastraan juga bisa bergantung kepada latar belakang di atas.

            Pembelajaran Pendidikan Agama Islam,salah satu diantara tujuannya adalah membekali peserta didik dengan kemampuan berpikir logis, analitis, sistematis, kritis, dan kreatif, serta kemampuan bekerjasama. Untuk mencapai tujuan tersebut memang tidaklah mudah. Berbagai persepsi awal yang dimiliki siswa terhadap pelajaran Pendidikan Agama Islam, telah membentuk sikap yang beragam. Ada yang memiliki minat yang tinggi terhadap ilmu Agama, namun tidak sedikit yang bersikap apriori bahkan phobia terhadap Ilmu Agama. Hal ini tentu dikarenakan pengalaman belajar yang pernah mereka rasakan. Salah satu faktor yang paling berpengaruh terhadap persepsi negatif siswa terhadap Pendidikan Agama Islam adalah karena kejenuhan yang mereka alami selama belajar Ilmu Agama. Sikap jenuh yang mereka rasakan bisa disebabkan karena ketidakmampuan mereka mengerjakan setiap soal yang diberikan, atau juga karena mereka sukar untuk memahami materi yang diajarkan. Kejenuhan ini juga sering ditimbulkan oleh guru pengajarnya. Karena guru kurang memiliki kemampuan dan tidak menguasai metoda, strategi dan pendekatan belajar yang dapat membuat suasana belajar menjadi menyenangkan dan membangkitkan minat.
Hurlock menyatakan bahwa kecemasan merupakan sebuah ungkapan perasaan individu terhadap suatu situasi yang dapat diekpresikan melalui beberapa cara yaitu: dengan cara yang mudah dikenali seperti kekuatiran individu. Kecemasan terlihat dari kekuatiran atau ketakutan misalnya kecemasan dalam Ilmu Agama. Kecemasan terhadap Ilmu Agama merupakan bentuk respon emosional saat pelajaran Ilmu Agama, mendengarkan guru, saat menerangkan tentang huku-hukum Agama,Jadi dapat disimpulkan bahwa Ilmu Agama adalah reaksi emosional berupa perasaan takut, tegang, dan cemas bila berkaitan dengan hukum-hukum Agama, tentang Ibadah dan faedah-faedah yang ada pada Agama Islam. 

DAFTAR PUSTAKA

Kartono, Kartini. 1996. Psikologi umum. Bandung : Mandar Maju
Syah, Muhibbin. 1999. Psikologi Belajar. Jakarta : Logos. 
Santrock, John W. 2008. Psikologi Pendidikan. Jakarta : Kencana





No comments:

Post a Comment