MOH.KAMILUS
ZAMAN Spd.I (085755107987)
BAB
I
PENDAHULUAN
A.
Latar
Belakang
Filsafat pendidikan pada hakikatnya
adalah merupakan jawab dari pertanyaan-pertanyaan dalam lapangan pendidikan.
Oleh karena filosofis dengan sendirinya filsafat pendidikan ini pada hakikatnya
adalah penerapan suatu analisa filosofis terhadap lapangan pendidikan.
Di kalangan ahli fisafat pendidikan pada umumnya,
menyatakan bahwa filsafat pendidikan pada tingkat filosofis, yaitu menyelidiki
suatu persoalan pendidikan hingga direduksi kedalam masalah pokok sistematika,
epistimilogi, etika, logika, estetika maupun kombinasi dari semuanya itu.
Dalam diskursus pemikiran pendidikan Islam sering muncul
berbagai pertanyaan sebagai berikut:
Adakah ilmu pndidikan Islam dan juga filsafat pendidikan
Islam?
Kalau
memang ada, dapatkah dapat ditpertangungjawabkan secara ilmiyah?
Ataukah
hanya berasal dari ilmu pendidikan atau fisafat pendidikan paa umumnya,
kemudian dicarikan justifikasi dalam Islam.
Dikalangan para ahli filsafat
pendidikan pada umumnya, seperti Broudy (1961)menyatakan bahwa filsafat
pendidikan dipandang sebagai pembahasan yang sistematis tentang masalah
-masalah pendidikan pada tingkatan filosofis, yaitu menyelidiki suatu persoalan
pendidikan hingga direduksi kedalam pokok persoalan metafisika, epistimologi,
etika, logika, estetika, ataupun kombinasi dari semuanya itu.
Dalam pembinasaan filsafat
pendidikan persoalan-persoalan tersebut dapat disederhanakan ke dalam tiga
persoalan pokok, yaitu pandangan mengenai realita yang dipelajari oleh metafisika,atau
antologi, pandangan mengenai pengetahuan ang dipelajari oleh Aksiologi.
Masalah-masalah pendidikan Islam yang menjadi perhatian itu adalah bahwa dalam penyelenggaraan pendidikan
Islam diperlukan pendirian mengenai pandangan dunia, atapun masyarakat yang diperlukan
islam. Dikalangan para ulama’ yang memiliki perhatian terhhadap filsafat
pendidikan islam, seperti Al-Syaibani ,menyatakan bahwa: “Filsafat Pendidikan
tidak lain ialah pelaksanaan pandangan dilsafah dan kaidah filsafah dalam
bidang pendidikan.”
Walaupun pendapat-pendapat diatas
memiliki gaya bahasa yang berbeda, tapi saling menjelaskan antara satu dengan
yang lainnya dan berada dalam satu pengertian yang sama, yaitu bahwa filsafat
pendidikan pada dasarnya merupakan sistem berfikir filsafati yang diaplikasikan
dalam memecahkan masalah pendidikan. Jika dikaitkan dengan
pengertian-pengertian pendidikan islam sebagaimana uraian terdahulu, maka filsafat
pendidikan dapat berarti :
1. Filsafat pendidikan menurut Islam atau filsafat
pendidikan yang islami, yakni filsafat pendidikan yang dijiwai oleh ajaran dan
nilai-nilai Islam.
Dan yang tekandung dalam sumber dasar-Nya yaitu Al-Quran dan As-Sunnah.
2. Filsafat yang bergerak dalam lapangan pendidikan Islam atau pendidikan
agama Islam.
3. Filsafat pendidikan dalam Islam, atau proses
aplikasi ide-ide filsafat terhadap masalah-masalah pendidikan Islam yang berlangsung dan
perkembangan
dalam sejarah pendidikan Islam.
B. Rumusan Masalah
1. Apakah Filsafat Pendidikan
Islam itu?
2. Ada berapa periode
perkembangan Filsafat Pendidikan Islam?
3. Bagaimana perkembangan
Filsafat Pendidikan Islam di Indonesia?
C. Tujuan
1. Untuk memahami arti dari
Filsafat Pendidikan Islam
2. Untuk mengetahui periode
perkembangan Filsafat Pendidikan Islam
3. Untuk mengetahui
perkembangan Filsafat Pendidikan Islam di Indonesia
BAB II
PEMBAHASAN
A. Pengertian
Filsafat
Filsafat
sebenarnya berasal dari bahasa Yunani philosophia yaitu “philo=cinta”
dan “sophos=ilmu/hikmah.” Sedangkan orang Arab memindahkan kata Yunani
philosophia ke dalam bahasa mereka dengan menyesuaikannya dengan tabiatsusunan
kata-kata Arab, yaitu falsafa dengan pola fa’lala, fa’lalah dan
fi’lal. Dengan demikian kata benda dari kata kerja falsafa seharusnya
menjadi falsafah atau filsaf.
Plato: mengatakan bahwa filsafat tidaklah lain
daripada pengetahuan tentang segala yang ada.
Aristoteles: berpendapat bahwa kewajiban filsafat ialah
menyelidiki sebab dan asas segala benda. Dengan demikian filsafat bersifat ilmu
yang umum sekali.
Ibnu Sina: membagi filsafat dalam dua bagian, yaitu teori
dan praktik, yang keduanya berhubungan dengan agama, dimana dasarnya terdapat
dalam syari’at tuhan, yang penjelasan dan kelengkapannya diperoleh dengan
tenaga akal manusia.[1]
الفلسفةُ
: الحكمةُ - التأَنُّقُ في المساءلِ
العلْميّةِ و تَفَنُّنِ فيها – علْمُ الآشْياءِ بمَبادِءِها و علَلِها الآُولى
Prof.
Dr. Harun Nasution berpendapat bahwa intisari filsafat ialah “berfikir menurut
tata tertib (logika) dengan bebas (tidak terikat pada tradisi, dogma serta
agama) dan dengan sedalam-dalamnya sehingga sampai ke dasar-dasar
persoalannya”.[2]
B. Pengertian
Filsafat Pendidikan Islam
Soegarda
Poerbakawatja dalam “Ensiklopedi Pendidikan”. Menguraikan pengertian pendidikan
dalam artinya yang luas, sebagai “semua perbuatan dan usaha dari generasi
tua untuk mengalihkan pengetahuannya, pengalamannya, dan kecakapannya serta
keterampilannya (orang menamakan hal ini juga “mengalihkan” kebudayaan) kepada
generasi muda, sebagai usaha menyiapkannya agar dapat memenuhi fungsi hidupnya
baik jasmaniah maupun rohaniah”. Dapat pula dikatakan bahwa pendidikan
ituadalah usaha secara sengaja dari orang dewasa untuk dengan pengaruhnya
meningkatkan si anak ke kedewasaan yang selalu diartikan mampu memikul
tanggungjawab moril dari segala perbuatannya.[3]
Dikemukakan
oleh Rupert C. Lodge dalam bukunya “Philosophy of Education” sebagai berikut:
“The word education is used, sometimes in a
wider, sometimes in a narrower sense. In the wider sense, all experience is
said to be educative. . . . .The child educates his parents, the pupil educates
his teachers, the dog educates his master. Everything we say, think or d,
educates us, no less than what is said or done to us by other beings, animate
or inanimate. In this wider sense, life is education, and education is life”.[4]
Jika
kita perhatikan pengertian pendidikan yang begitu luas, sebagaimana dikemukakan
oleh Lodge, yaitu bahwa “life is education, and education is life”, akan
berarti bahwa seluruh proses hidup dan kehidupan manusia ituadalah proses
pendidikan. Segala pengalaman sepanjang hidupnya merupakan dan memberikan
pengaruh pendidikan baginya.dari pengertian pendidikan yang luas tersebut,
memberikan pengertian bahwa maslah kependidikan mempunyai ruang lingkup yang
luas pula, yang menyangkut seluruh aspek hidup dan kehidupan manusia.
Selanjutnya, dalam arti yang sempit Lodge menjelaskan pengertian pendidikan
sebagai berikut:
“In the narrower sense, education is restricted
to that functions, its backround, and its outlook to the member of the rising
generations. . . . . .in the narrower sense, education becomes, in practice
identical with ‘schooling’, i.e. formal instruction under controlled
conditions”.[5]
Dalam
artinya yang sempit, pendidikan hanya mempunyai fungsi yang terbatas, yaitu
memberikan dasar-dasar dan pandangan hidup kepada generasi yang sedang tumbuh,
yng dalam praktiknya identik dengan pendidikan formaldi sekolahdan dalam situasi
dan kondisi serta lingkungan belajar yang serba terkontrol.
Filsafat Pendidikan
Islam bersumber dari wahyu dan mengarah kepada pemikiran tentang kebenaran yang
bersifat hakiki dan mutlak. Kebenaran yang sesungguhnya bukan kebenaran yang relatif
dan spekulatif, tergantung kepada ruang dan waktu, seperti yang dihasilkan oleh
pemikiran falsafah rasionalis dan empiris. Karena itu, dalam pendidikan Islam
sebenarnya kata “falsafah” itu sendiri tidak dikenal. Menurut Omar Muhammad
al-Toumy al-Syaibany, yang dimaksud dengan “kebenaran” seperti yang
dikehendaki falsafah itu, dalam Islam disebut “hikmah”.
Dasar dan tujuan
filsafat pendidikan Islam pada hakikatnya identik dengan dasar dan tujuan
ajaran Islam, atau tepatnya tujuan Islam itu sendiri. Keduanya berasal dari
sumber yang sama, yaitu al-Quran dan hadits. Konsep tatanan kehidupan tersebut
termuat dalam ajaran wahyu sebagai sebuah konsep yang mengandung “kebenaran”.
Dan kebenaran yang terkandung dalam konsep tersebut adalah kebenaran yang
mutlak.
,ysø9$# `ÏB y7Îi/¢ ( xsù ¨ûsðqä3s? z`ÏB tûïÎtIôJßJø9$# ÇÊÍÐÈ
“Kebenaran itu adalah dari Tuhanmu, sebab itu
jangan sekali-kali kamu Termasuk orang-orang yang ragu.” (QS. Al-Baqarah: 147)
C.
Wilayah
Kajian Filsafat Pendidikan Islam
Wilayah kajian pendidikan dapat
dilihat dari berbagai dimensi Bukhori (1994) dan melihatnya dari dua dimensi,
yaitu: dimensi lingkungan pendidikan, dan dimensi jenis perasalahan pendidikan.
Dilihat dari dimensi lingkungan pendidikan, maka wilayah kajian lainya meliputi
: pendidikan dalam lingkungan keluarga, pendidikan di sekolah, dan pendidikan di luar sekolah.
Dilihat dari dimensi waktu terdapat tiga masalah pendidikan yaitu masalah
kontemporer, masalah kesejarahan, dan masalah masa depan.
Jika ditilik dari berbagai dimensi
tersebut di atas, maka filsafat pendidikan dapat dikategorikan ke dalam masalah
landasan pendidikan (foundation problems of education) dalam konteks ini
Langgulung
berpendapat bahwa ada enam asas yang menjadi landasan tegaknya aktifitas pendidikan yaitu; Asas historis, asas sosial, asas ekonomi,
asas politik, psikologis, dan asas filsafat. Dari keenam asas tersebut maka
pendidikan merupakan salah satu persoalan fondasional. Temasuk asas filsafat,
yang berusaha memberikan kemampuan memilih lebih baik.
Di
Amerika Serikat telah berkembang
madzhab-madzhab pemikiran pendidikan, yang dapat dipetakan ke dalam dua
kelompok yaitu; Tradisional dan kontemporer. Dalam
lapangan pendidikan, masing –masing madzhab tersebut terwujud dalam kemungkinan
sikap dan pendidik, seperti sikap Konservatif. Yakni mempertahankan nilai-nilai
budaya manusia, sebagai perwujudan dari Essentialisme, sikap regresif, yakni kembali pada jiwa yang
menguasai abad pertengahan.
Tugas pendidikan adalah sebagai
perantara atau pembawa nilai-nilai yang ada dalam gudang di luar ke dalam jiwa
peserta didik, sehingga ia perlu dilatih agar mempunyai kemampuan observasi
(penyerapan) yang tinggi.
D.
Perkembangan Filsafat
Pendidikan Islam
Filsafat pendidikan Islam diperkirakan berkembang sejalan
dengan latar belakang sejarah penyebaran agama Islam. Seperti diketahui
penyebaran Agama Islam berawal di Makkah, kota kelahiran Rasul SAW. Namun
demikian Islam baru membangun dirinya sebagai sebuah peradaban yang lengkap
adalah di periode Madinah. Sebagai Ibu Kota, Madinah berperan sebagai pusat
peradaban baru yang didasarkan pada konsep ajaran Agama Islam. Dalam perjalanan
Agama Islam dengan segala kelengkapannya itu mulai berkembang dari tempat kelahirannya
keluar wilayah Arab, dan sehingga berabad kemudian Agama ini telah menjadi agama dunia. Dengan meluasnya agama ini maka timbullah pengaruh yang mana ikut berperan dalam bidang
pemikiran tentang keislaman.
Adapun pemikiran-pemikiran yang ditimbulkan oleh pengaruh kondisi dan situasi
tersebut muncul dalam berbagai bidang, sesuai dengan kepentigan masanya. Dalam
kaitan dengan munculnya pemikiran-pemikiran baru dalam masalah-masalah
keislaman ini. Perkembangan
Filsafat Pendidikan Islam dibagi menjadi beberapa periode sebagai berikut:[6]
1. Periode Awal
Perkembangan Islam
Periode ini meliputi masa
Rasulullah SAW dan masa pemerintahan Khulafa’ur Rasyidin. Periode awal
perkembangan Islam dibedakan dari periode berikutnya dengan pertimbangan bahwa
selama masa kekuasaan Nabi dan Khulafa’ur Rasyidin, kekuasaan Islam
masih berpusat di wilayah Arab. Selain itu, masa antara kehidupan Nabi SAW dan
masa penggantinya relative hanya sekitar 29 tahun. Jarak yang sesingkat itu
diperkirakan kondisi semasa Nabi SAW dengan para Khalifah penggantinya tidak
jauh berbeda.
Pemikiran mengenai falsafat
pendidikan pada periode ini merupakan perwujudan dari kandungan ayat-ayat al-Quran
dan hadits, yang keseluruhannya membentuk kerangka umum ideologi Islam. Kata Hasan
Langgulung, bahwa pemikiran pendidikan Islam dilihat dari segi al-Quran dan
hadits, tidaklah muncul sebagai pemikiran yang terputus, terlepas hubungannya
dengan masyarakat seperti yang digambarkan oleh Islam. Pemikiran itu berada
dalam kerangka paradigma umum bagi masyarakat seperti yang dikehendaki oleh
Islam. Dengan demikian, pemikiran mengenai pendidikan yang kita lihat dalam
al-Quran dan hadits mendapatkan nilai ilmiahnya.[7]
Pada masa Rasulullah SAW, tampaknya
mulai terbentuk pemikiran pendidikan yang bersumber dari al-Quran dan hadits
secara murni. Jadi hal-hal yang berkaitan dengan pendidikan berbentuk
pelaksanaan ajaran al-Quran yang diteladani oleh masyarakat dari sikap dan
perilaku hidup Nabi SAW.
Adapun falsafat pendidikan al-Quran
itu sendiri menurut Muhammad Fadhil al-Jamaly meliputi lima masalah
utama. Kelima masalah tersebut yaitu:
a) Tujuan pendidikan dalam
al-Quran
b) Pandangan al-Quran
terhadap manusia
c) Pandangan al-Quran
terhadap pendidikan kemasyarakatan
d) Pandangan al-Quran
terhadap alam
e) Pandangan al-Quran
terhadap Khaliq
Dan tujuan utamanya yaitu membentuk
sikap ketaqwaan. Menurut Abdullah al-Darraz, ketaqwaan
merupakankesimpulan semua nilai-nilai yang terdapat dalam al-Quran.
2. Periode Klasik
Periode ini mencakup rentang masa
pasca pemerintahan Khulafa’ur Rasyidin hingga awal masa imperialis
barat. Rentang waktu tersebut meliputi awal kekuasaan Bani Umayyah zaman
keemasan Islam secara politis hingga awal abad XIX.
Walaupun pembagian ini bersifat
tentatif, namun terdapat beberapa pertimbangan yang dijadikan dasar pembagian
itu:
a) Sistem Pemerintahan
b) Luas wilayah Kekuasaan
c) Kemajuan-Kemajuan yang
Dicapai
d) Hubungan Antar Negara
Keempat faktor ini selanjutnya dijadikan kerangka acuan dalam
pendekatan terhadap perkembangan pemikiran yang berkaitan dengan filsafat
pendidikan Islam. Sebab diperkirakan, sejalan dengan kenyataan sejarah dan
kebutuhan zamannya, para cendikiawan muslim dipacu untuk menjawab tantangan
zamannya. Dan kesungguhan mereka telah membuahkan hasil dengan menempatkan
Islam sebagai agama dan peradaban manusia sejagat. Islam bukan sekedar agama,
ungkap W. C. Smith, agama ini adalah suatu agama yang istimewa. Agama
ini tak mungkin didefinisikan, tapi dapat dilihat dari karakteristik yang
ditampilkannya.
Di awal periode klasik terlihat
munculnya sejumlah pemikiran mengenai pendidikan. Pemikiran mengenai pendidikan
tersebut tampaknya disesuaikan dengan kepentingan, tempat, dan waktu.
Upaya untuk menumbuhkembangkan ilmu
pengetahuan dan falsafah tampaknya dipermudah oleh sejumlah factor pendukung
yang cukup potensial. Pertama, secara politis terlihat kkuasaan Islam
sedang berada dalam puncak kekuatannya. Kedua, wilayah koloni baru yang
demikan luasnya memberikan sumber dana yang besar. Ketiga, para penguasa
umumnya memilikiminat terhadap keilmuan, sehingga kegiatan-kegiatan kajian
keilmuan, secara tidak langsung terkait dengan kepentingan kerajaan. Keempat,
tumbuhnya semacam kecenderunganbaru dalam pemikiran rasional di kalangan
ilmuan muslim. Semangat ini mendorong para ilmuan untuk mengkaji karya-karya
asing yang bermanfaat.
Edward Mortimer menyatakan: “Hingga
kira-kira tahun 1500 M, ahli-ahli piker muslim terus memimpin dunia dalam
bidang astronomi, kedokteran dan ilmu-ilmu lainnya.” Lebih dari itu,
hegemoni Islam dalam memimpin kemajuan ilmu pengetahuan dunia (ketika itu)
dikemasnya dalam kesimpulan “ Masa Seribu Tahun Muslim”, dan baru pada abad
ke-18, di saat orang-orang Eropa Barat mulai mengagumi dan meromantisasikan
peradaban Muslim, orang-orang Muslim sendiri merasakan dunia mereka berada
dalam kemunduran, kata Mortimer.
Memang terlalu banyak ilmuan Islam
dan karya-karya mereka untuk disebutkan, dan begitu pula pengaruh karya
tokoh-tokoh ilmiah itu hingga masih dirasakan berabad-abad kemudian di dalam
perkembangan ilmu pengetahuan di Eropa. Hal itu membuktika bahwa pendidikan pada periode ini mengalami
kemajuan yang begitu pesat. Para ilmuan adalah produk dari sistem pendidikan di
zamannya. Dan system dimaksud tak dapat dilepaskan hubungannya dengan hasil
pemikiran falsafat pendidikan yang dikembangkan sebagai landasan tempat system
pendidikan itu dilaksanakan.
3. Periode Modern
Periode ini dimulai sejak tahun
1800 M. menjelang periode modern ini, setelah Bani Abbas dan Bani Umayyah
secara politik dapat dilumpuhkan, kekuasaan Islam masih dapat dipertahankan.
Tiga kerajaan besar yaitu turki Utsmani (Eropa Timur dan Asia-Afrika), Kerajaan
Safawi (Persia) dan kerajaan Mughol (India) masih memegang hegemoni kekuasaan
Islam. Namun, menjelang abad ke-17 dan awal abad ke-18 kerajaan-kerajaan Islam
tersebut satu per satu dapat dikuasai oleh bangsa-bangsa Eropa Barat.
Para pemimpin dan pemikir muslim
yang berusaha mengembalikan pamor Islam setelah mengalami kemerosotan selama
berada di bawah kekuasaan Negara-negara Barat dihadapkan pada dilemma. Tujuan
yang diarahkan kepada upaya untuk membalas tantangan Barat itu menurut beberapa
pengamat sejarah berkisar pada dua masalah pokok yaitu: (1) umat islam harus
menemukan sumber kekuatan Barat dan merekamnya untuk memperkuat masyarakat
sendiri, (2) umat Islam harus bersatu dalam melawan kekuasaan Barat. Sejumlah
pemikiran mengenai pendidikan dikemukakan oleh para tokoh pembaharu dalam bidang
pendidikan di berbagai negara Islam.
Salah satunya yaitu Isma’il Raj’I
al-Faruqi (1921-1986). Menurut pandangan al-Faruqi, umat Islam sekarang berada
dalam keadaan yang lemah. Kemerosotan muslim dalam zaman kemunduran menyebabkan
kebodohan. Di kalangan kaum muslim berkembang buta huruf, kebodohan dan
tahayul.akibatnya, muslim yang awam lari kepada keyakinan yang buta, bersandar
kepada literalisme dan legalisme atau menyerahkan diri kepada syaikh (pemimpin)
mereka. Karena itulah, umat menjadi fanatic secara harfiah kepada syari’at dan
meninggalkan suatu sumber kreativitas yang telah mendapat tempat dalam bentuk
ijtihad.
Dalam konteks inilah tampaknya
al-Faruqi melihat pentingnya untuk mengembalikan visi keislaman umat melalui
jalur pendidikan yang serasi dengan zaman dan agama yang intinya adalah tauhid.
Tauhid sebagai esensi dan inti dari
ajaran Islam, menurut al-Faruqi merupakan pandangan umumdari realitas,
kebenaran ruang dan waktu, serta sejarah dan nasib manusia. Sebagai filsafat
dan pandangan hidup, tauhid memiliki implikasi dalam segala aspek kehidupan
manusia, baik dalam sejarah pengetahuan, filsafat, etika, social, umat,
keluarga, ekonomi maupun estetika.
Al-Faruqi tampaknya melihat bahwa
untuk membangun umat tidak dapat dimulai dari titik nol dengan menolak segala
bentuk hasil peradaban yang sudah ada. Pembentukan umat harus dilakukan sebagai
langkah lanjutan dari hasil peradaban yang sudah ada dan sedang berjalan. Namun
demikian segala bentuk nilai yang mendasari peradaban itu harus ditambah dengan
tata nilai baru yang serasi dengan pandangan hidup umat Islam sendiri, yaitu
pandangan hidup yang bersumber dari al-Quran dan Sunnah. Ia melihat hanya
dengan cara seperti itu visi tauhid yang telah hilang akan dapat dikembalikan
ke dalam misi pembentukan umat. Inilah barangkali yang merupakan pokok
pemikiran al-Faruqi dalam bidang pendidikan sebagai yang dikemukakannya dalam
konsep islamisasi ilmu pengetahuan.
E.
Pengembangan
dan Peta Pemikiran (Filsafat) Pendidikan Islam di Indonesia
Kajian tentang pengembangan
pendidikan Islam
di Indonesia
ini akan ditelaah dari segi historis-sosiologis. Sekalian dikemukakan wacana yang berkembang
di dalamnya. Dalam kajian historis
terdapat dua periode, yaitu periode sebelum Indonesia merdeka 1900
mejelang 1945. Dan periode Indonesia merdeka 1945-sekarang.
Pembagian tersebut didasarkan atas asumsi
bahwa diskursus pengembangan pendidikan Islam pada periode sebelum
Indonesia merdeka pada dasarnya lebih ditujukan pada upaya menghadapi
pendidikan kolonial, sedangkan pada periode Indonesia merdeka diarahkan pada
upaya integrasi pendidikan Islam dalam sistem pendidikan nasional. Dari masing-masing periode
tersebut diduga muncul berbagai problem dan isu-isu pendidikan Islam yang menonjol., yang pada
giliranya menjadi dikursus bagi pengembangan pendidikan Islam terutama
dikalangan para pemikir, pengembang dan pengelola pengembangan Islam di Indonesia dari
periode ke periode berikutnya.
Menurut para ulama’ seperti K.H Ahmad Dahlan dan Syaikh H. Abdullah Ahmad,
bahwa pada
corak pendidikan, ada corak lama dan corak baru. Beliau-beliau ini berusaha memasukkan
pendidikan umum pada sekolah agama dan memasukkan pendidikan agama ke sekolah
umum, yang secara Embrisional merupakan upaya bagi penyiapan calon-calon ulama’
yang Intelek. Dalam corak pendidikan
yang pertama (pendidikan pondok pesantren), tujuan utamanya adalah menyiapkan calon lulusan
yang hanya menguasai masalah agama semata. Rencana pelajaran (kurikulum) ditetapkan oleh kyai dengan menunjuk
kitab-kitab apa yang harus dipelajari. Pandangan-pandangan tersebut dilandasi
oleh pemikiran bahwa pada hakikatnya manusia adalah sebagai ‘abd Allah
yang senantiasa mengadakan hubungan vertikal dengan Allah guna mencapAi
kesholihan dan kebahagiaan hidup di dunia dan di akhirat kelak.
Peta pemikiran (filsafat) pendidikan Islam
Indonesia, Tipologisasi dalam semua aspek pemikiran berimplikasi pada”
pemyederhanaan “ terhadap berbagai persoalan yang komplek. Sebuah wacana yang
seharusnya berkenbang da meluas akan dipahami secara simpel setelah dilakukan
tipologisasi. Hal itu tentunya tidak terkecuali terhadap tipologisasi wacana Filsafat Pendidikan Islam di Indonesia.
Dialektika pemikiran Fisafat Pendidikan Islam di Indonesia pada dasarnya dapat dilihat dari berbagai
sudut pandang, yang mana masing-masing sudut pandang memiliki tipologi tersendiri.
Pertama dari sisi sumber pemikiran, selain ia berasal dari ajaran murni agama yang tertuang dalam
Al-Quran, Al-Sunnah dan pendapat para ulama’ juga dari ideologi berbangsa dan
bernegara, sosio kultural yang berkembang di masyarakat (baik masa lalu maupun masa sekarang).
Sebagai sumber pemikiran Filsafat Pendidikan Islam,
kebenaran Al-Quran dan Al-Sunnah berasal dari kebesaran Illahi, yaitu kebenaran
dari Allah SWT dan Rasul-Nya. Hal ini menunjukkan bahwa pemikiran Filsafat Pendidikan Islam di Indonesia berbeda dengan
pemikiran filsafat pendidikan Barat. Secara esensial, ajaran dan nilai-nilai
mendasar yang terkandung dalam Al-Quran dan Al-Sunnah bercirikan Universal dan
Abadi. Hampir dapat dipastikan bahwa setiap pemikir muslim, terutama di bidang
filsafat pendidikan, akan berkesimpulan yang sama jika menangkap pesan-pesan intinya.
Dengan demikian fungsi pendidikan
Islam adalah melestarikan dan mempertahankan nilai-nilai Illahi dan Insani
sebagaimana terkandung dalam kitab ulama terdahulu. Fungsi ini melekat pada
setiap komponen aktifitas pendidikan Islam. Hakikat tujuan pendidikan Islam
adalah terwujudnya penguasaan ilmu agama Islam sebagaimana tertuang dan
terkandung dalam kitab-kitab produk ulama’ terdahulu serta tertanamnya perasaan
agama yang mendalam dan mengamalkannya dalam kehidupan sehari-hari.
BAB III
PENUTUP
Kesimpulan:
1) Filsafat Pendidikan Islam bersumber dari wahyu dan
mengarah kepada pemikiran tentang kebenaran yang bersifat hakiki dan mutlak.
2) Periode-periode perkembangan filsafat Pendidikan Islam
adalah sebagai berikut:
·
Periode Awal Perkembangan Islam
·
Periode Klasik
·
Periode Modern
3)
Dalam kajian
historis terdapat dua periode, yaitu periode
sebelum Indonesia
merdeka 1900 mejelang 1945. Dan periode Indonesia merdeka 1945-sekarang. Pembagian
tersebut didasarkan atas asumsi bahwa diskursus pengembangan pendidikan
Islam pada periode sebelum Indonesia merdeka pada dasarnya lebih ditujukan pada
upaya menghadapi pendidikan kolonial, sedangkan pada periode Indonesia merdeka
diarahkan pada upaya integrasi pendidikan Islam dalam sistem pendidikan nasional.
DAFTAR PUSTAKA
Arifin, M. Prof. H. M.Ed. 2000. Filsafat Pendidikan Islam.
Jakarta: Bumi Aksara.
Jalaluddin, Dr. & Usman Said, Drs. 1996. Filsafat
Pendidikan Islam: Konsep Perkembangan Pemikirannya. Jakarta: PT
RajaGrafindo Persada.
Langgulung, Hasan, Prof. Dr. 1985. Asas-Asas
Pendidikan Islam.
Nasution, Harun, Dr. 1973. Filsafat Agama. Jakarta: Bulan
Bintang.
Poerbakawatja, Sugarda. 1976. Ensiklopedi Pendidikan. Jakarta: Gunung
Agung.
Ruper C. Lodge. 1974. Philosophy
of Education. New York: Harer &
Brothers.
[1]
Prof. H.M. Arifin, M.Ed. Filsafat Pendidikan Islam. Cet ke-6. Bumi Aksara.
Jakarta. 2000
[2]
Dr. Harun Nasution. Filsafat Agama. Bulan Bintang. Jakarta. 1973
[3]
Sugarda Poerbakawatja. Ensiklopedi Pendidikan. Gunung Agung. Jakarta.
1976. Hlm. 214
[4]
Ruper C. Lodge, Philosophy of Education, Harer & Brothers, New York,
1974
[5]
Ibid
[6]
Dr. Jalaluddin&Drs. Usman Said. Filsafat Pendidikan Islam: Konsep dan
Perkembangan Pemikirannya. 1996. Jakarta: PT RajaGrafindo Persada. Cet
kedua.
[7]
Prof. Dr. Hasan Langgulung. Asas-asas Pendidikan Islam. 1985.
No comments:
Post a Comment