Manajemen Mutu Terpadu di Lembaga Pendidikan
Nasional
Oleh: Moh.kamilus Zaman SPd.I
Pendidikan
adalah merupakan suatu masalah yang sangat penting dalam kehidupan manusia.
Maju tidaknya suatu bangsa sangat tergantung pada pendidikan bangsa tersebut.
Artinya jika pendidikan suatu bangsa dapat menghasilkan “ Manusia “ yang
berkwalitas lahir batin. Otomatis bangsa tersebut akan maju, damai dan tetram.
Sebaliknya jika pendidikan suatu bangsa mengalami stagnasi maka bangsa itu akan
terbelakang disegala bidang.
Berbicara
mengenai kualitas sumberdaya manusia. Islam memandang bahwa pembianaan
sumberdaya manusia tidak dapat dilepaskan dari pemikiran mengenai manusia itu
sendiri, dengan demikian Islam memiliki konsep yang sangat jelas, utuh dan
komprehensif mengenai pembinaan sumberdaya manusia. Konsep ini tetap aktual dan
relevan untuk diaplikasikan sepanjang zaman
Dewasa
ini Pendidikan Nasional tengah menghadapi isu krusial. Isu yang paling sensitif
terkait dengan mutu pendidikan, relevansi pendidikan, akuntabilitas, professionalisme,
efisiensi, debirokrasi dan prilaku pemimpin pendidikan.
Hal
tersebut masing sangat kontradiktif dengan Undang-Undang Republik Indonesia
nomor 20 tahun 2003 tentang Sistim Pendidikan Nasional ( sisdiknas) bab II pasal 3 disebutkan bahwa Pendidikan
Nasional berfungsi mengembangkan kemampuan dan membentuk watak serta peradaban
bangsa dalam rangka mencerdaskan kehidupan bangsa, bertujuan untuk
berkembangnya potensi peserta didik agar menjadi manusia yang beriman dan
bertaqwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, berakhlak mulia, sehat, berilmu, cakap,
kreatif, mandiri, dan menjadi warga Negara yang demokratis serta
bertanggungjawab . Dan pada bab III pasal 4
ayat 6 disebutkan bahwa prinsip penyelenggaraan pendidikan adalah dengan
memperdayakan semua komponen masyarakat melalui peran serta dalam
penyelenggaraan dan pengendalian mutu layanan pendidikan
Banyak
kegagalan disebabkan masalah manajemen pendidikan yang kurang tepat, penempatan
tenaga tidak sesuai dengan bidang keahliaannya ( termasuk didalamnya pengangkatan
kepala madrasah atau kepala sekolah yang kurang professional, pemerataan
kesempatan,
keterbatasan anggaran yang tersedia, sehingga tujuan pendidikan nasional untuk
mencerdaskan kehidupan bangsa melalui peningkatan mutu pada setiap jenis dan
jenjang pendidikan belum dapat diwujudkan secara signifikan. Menurut Sidi telah
diupayakan tidak kurang 12 strategi pembangunan pendidikan nasional, antara
lain
1).
Menerapkan perencanaan berbasis kompetensi lokal.
2).
meningkatkan pemerataan pendidikan.
3).
menetapkan sistem manajemen mutu secara menyeluruh.
4).
meriview kurikulum secara pereodik serta mengembangkan implementasi kurikulum
secara kontinyu.
5).
merancang proses penerapan pendekatan dan metode serta isi pendidikan yang
memberi kesempatan luas kepada peserta didik dan warga belajar untuk
mengembangkan potensi kemampuannya secara luas.
6).
meningkatkan system manajemen sumber pendidikan yang lebih adil dan memadai
serta mendayagunakan dan memobilisasi sumber dana secara efisien.
7).
Menyusun rambu-rambu kebijakan pengembangan program pendidikan yang luwes.
8).
Membuat peraturan perundangan yang mengatur perimbangan peran pemerintah dan
non pemerintah dalam pendidikan secara
komprehensif.
9).
Mengurangi unit birokrasi yang dipandang kurang bermanfaat.
10).
Mengupayakan secara konsisten dukungan dana yang memadai terutama untuk
prioritas program pendidikan sebagai public goods.
11).
menjaga konsistensi dan berkelanjutan internalisasi nilai-nilai pendidikan
nasional diantara tiga pusat pendidikan ; yaitu keluarga, sekolah dan
masyarakat, dan
12).
Mengkaji pendekatan pembelajaran yang berorientasi pada life skill.
Untuk
menciptakan sebuah lembaga pendidikan yang bermutu sebagaimana yang diharapkan
banyak orang atau masyarakat bukan hanya menjadi tanggungjawab sekolah, tetapi
merupakan tanggungjawab dari semua pihak termasuk didalamnya orang tua dan
dunia usaha sebagai customer internal dan eksternal dari sebuah lembaga
pendidikan. Arcaro S Jerome menyampaikan
bahwa terdapat lima karakteristik sekolah yang bermutu yaitu :
1)
Fokus pada pelanggan.
2)
Keterlibatan total
3)
Pengukuran
4)
Komitmen
5)
Perbaikan berkelanjutan
Mutu
produk pendidikan akan dipengaruhi oleh sejauh mana lembaga mampu mengelola
seluruh potensi secara optimal mulai dari
tenaga kependidikan, peserta didik, proses pembelajaran, sarana pendidikan,
keuangan dan termasuk hubungannya dengan
masyarakat. Pada kesempatan ini, lembaga pendidikan Islam harus mampu merubah
paradigma baru pendidikan yang berorientasi pada mutu semua aktifitas yang
berinteraksi didalamnya, seluruhnya mengarah pencapaian pada mutu. Ada enam
ungsur dasar yang mempengarui suatu produk : Manusia, Metode, Mesin, Bahan,
Ukuran, Evaluasi Berkelanjutan.
Pemimpin
lembaga pendidikan Islam, khususnya di lingkungan pesantren dan madrasah
merupakan motivator, event Organizer, bahkan penentu arah kebijakan sekolah dan
madrasah yang akan menentukan bagaimana tujuan-tujuan pendidikan pada umumnya
direalisasikan. Untuk mewujutkan hal tersebut maka kepala sekolah yang efektif
adalah kepala sekolah yang memenuhi kriteria sebagai berikut :
1. Mampu
memberdayakan guru-guru untuk melaksanakan proses pembelajaran dengan baik,
lancar dan pruduktif.
2. Dapat
menyelesaikan tugas dan pekerjaan sesuai dengan waktu yang telah ditetapkan.
3. Mampu menjalin hubungan yang harmonis dengan
masyarakat sehingga dapat melibatkan mereka secara aktif dalam rangka
mewujutkan tujuan sekolah dan pendidikan.
4. Berhasil
menerapkan prinsip kepemimpinan yang sesuai dengan tingkat kedewasaan guru dan
pengawai lain di sekolah.
5. Bekerja
dengan Tim manajemen.
6. Berhasil
mewujutkan tujuan sekolah secara produktif sesuai dengan ketentuan yang telah
ditentukan.
Pondok
pesantren, bila dibandingkan dengan lembaga pendidikan lain yang pernah muncul
di Indonesia merupakan sistem pendidikan tertua saat ini dan dianggap sebagai
poruduk budaya Indonesia yang indigenous. Ditegaskan pula oleh Madjid bahwa
pesantren adalah lembaga yang merupakan cikal bakal sistem pendidikan di
Nasional. Dari segi histories, pesantren tidak hanya identik dengan makna
keislaman, tetapi juga mengandung makna keaslian Indonesia. Pendidikan ini semula pendidikan
agama Islam yang dimulai sejak munculnya masyarakat Islam di Indonesia, yaitu
abad ke-13. Pada saat itu, pendidikan pesantren merupakan satu-satunya lembaga
pendidikan yang terstruktur, sehingga pendidikan ini dianggap sekolah
bergengsi. Di lembaga inilah kaum muslimin Indonesia mengalami doktrin dasar
Islam, khususnya menyangkut praktek kehidupan dan keagamaan. Ciri umum yang
diketahui adalah pesantren memiliki
kultur yang khas. Cara pengajarannya yang unik. Kyai yang biasanya adalah
pendiri pondok pesantren, memberikan layanan pendidikan secara kolektif atau
bandongan ( collective learning process) dan layanan individual atau sorogan
(individual learning process). Pola seperti ini disebut pondok pesantren
salafiyah.
Pada
perkembangannya, pondok pesantren merespon positif terhadap pengaruh pendidikan
Barat, Asia, dan Afrika yang mengenalkan sistim sekolah / klasikal, walaupun
secara kultur, pembelajaran secara salafiyah tidak sepenuhnya ditinggalkan.
Muncul kemudian istilah pondok modern seperti Pondok Modern Gontor Ponorogo.
Modern biasa berarti renaissance, aufklarung atau enlighment. Modern berarti
pula keterbukaan, perbedaan pendapat, demokrasi, dan sebagainya. Dalam konteks
ini, modern bisa berarti “ melampui “. keadaan pesantren dan segala
penggambarannya tentang dunia pendidikan Islam tersebut, pada zamannya. Para
pendiri pondok modern jelas mencita-citakan sebuah modernisasi pemikiran dalam masyarakat
Islam. Dan pondok modern merupakan sebentuk harapan bagi pembaharuan
pendidikan yang merdeka Menurutnya,
pondok pesantren disebut modern karena memang tampil tidak sama dengan
pondok-pondok tradisional atau salafiyah, baik sistim pendidikan dan
pengajarannya maupun pola sikap dan pola pikir
keagamaannya, meskipun sebenarnya pondok modern tidak bisa menanggalkan
kesan “ ortodok “ sebagaimana trademark
pesantren lain pada umumnya.
Data
Departemen Agama menunjukkan perkembangan pondok pesantren yang luar biasa.
Secara kuantitatif, tercatat jumlah pesantren di Indonesia mencapai diatas
11.312 buah dengan santri lebih dari 2.737.805
orang terdiri dari pesantren salafiyah dan modern. Selain menunjukkan tingkat
keragaman, orientasi pimpinan pesantren, dan independensi kyai, jumlah ini
memperkuat argumen bahwa pesantren merupakan lembaga pendidikan swasta yang
sangat mandiri dan sejati merupakan praktik pendidikan berbasis masyarakat (
community based education) . Melihat keberadaan dan keragaman pondok pesantren
ini, sebaiknya menjadi catatan pemerintah terutama dalam rangka realisasi
gerakan peningkatan mutu pendidikan untuk semua. Dan keberadaannya yang
menyebar dan meluas bias dijadikan sebagai basis gerakan pemberantasan buta
huruf , akselerasi program wajib belajar, dan bisa meningkatkan HDI ( Human
Development Index ) Indonesia dimata dunia yang saat ini sedang anjlok. Deangan
demikian pesantren sebagai institusi pendidikan juga ikut berperan dan
bertanggungjawab atas pelaksanaan program-program pemerintah.
Pondok
pesantren adalah sebuah sistem sosial yang didalamnya terdapat interaksi sosial
yang harus dikelola dengan baik agar dapat memenuhi kebutuhan dan mencapai
tujuan pendidikan. Keberhasilan mencapai tujuan tidak hanya bergantung pada guru
atau staf lainnya, akan tetapi peran pengasuh atau kyai sebagai sentral figur
sangat menentukan dalam menciptakan iklim pesantren yang mendukung pelaksanaan
proses belajar mengajar.
Setiap
lembaga pendidikan, termasuk didalamnya pondok pesantren, dituntut untuk
memberikan pelayanan sebaik mungkin kepada “ pelanggannya “ . Agar tugas ini
terwujud, pesantren perlu didukung sistem manajemen yang baik. Beberapa ciri
sistem manajemen yang baik adalah adanya pola pikir yang teratur
(administrative thinking) pelaksanaan
kegiatan yang teratur (administrative behaviour ), dan penyikapan terhadap
tugas-tugas kegiatan secara baik (administrative attitude ).
Menurut
Mulyasa bahwa kepala sekolah diasumsikan pimpinan pondok pesantren dikenal
dengan direktur atau kyai, merupakan salah satu komponen pendidikan yang paling
berperan dalam melaksanakan dan meningkatkan kualitas pendidikan. Sedangkan
potensi kepala sekolah / kyai jika ditinjau dari tugas dan tanggungjawabnya,
lebih ditekankan pada kompetensi manajerial dan kepemimpinan pendidikan. Sebagai manajer sekaligus pemimpin
pendidikan, kepala sekolah/ kyai harus: 1) Membina kerja sama yang harmonis
dengan stafnya, 2) Membantu para guru untuk memahami kurikulum, 3) Membina hubungan
yang baik antara sekolah dengan masyarakat, dan 4) Menyelenggarakan pendidikan
dan membinanya.
Untuk
menjawab berbagai permasalahan yang ada di lingkungan pendidikan tersebut
terletak pada Manajemen mutu terpadu
yang akan memberi solusi para
professional pendidikan untuk menjawab tantangan masa kini dan masa depan .
Karena Manajemen Mutu Terpadu dapat digunakan untuk membangun aliansi antara
pendidikan, bisnis dan pemerintah. Manajemen Mutu terpadu dapat membentuk
masyarakat responsive terhadap perubahan tuntutan masyarakat di era globalisasi
ini. Manajemen Mutu Terpadu juga dapat
membentuk sekolah yang tanggap dan mampu merespon perubahan yang terjadi dalam bidang pendidikan demi
memberikan kepuasan pada stakeholder.
Mengacu
kepada latar belakang masalah diatas, dapat ditegaskan bahwa mutu pendidikan
nasional saat ini sedang menghadapi problem yang pelik dan komplek, bukan saja
problem-problem rutin-administrasi, namun pula hadirnya kemampuan ketrampilan
manajerial pimpinan lembaga pendidikan , perubahan prilaku dan pola hidup
pimpinan lembaga pendidikan khususnya di lembaga pendidikan Islam, rendahnya
partisipasi dan tanggung jawab secara komprehensip tenaga pendidik dan
kependidikan, niat yang kurang tulus dalam menjalankan tugas pokok dan fungsi (
TUPOKSI ) yang diemban olehnya atau Tim Work Tenaga pendidik dan Kependidikan, para pelanggan pengguna lulusan
menuntut profesionalisme terhadap teori, skill, dan pengalaman yang mereka miliki sesuai dengan tuntutan
lapangan, masih carut marutnya pemahaman dan aplikasi teori belajar dan pembelajaran
yang dimiliki oleh para guru maupun dosen , Dan Evaluasi kebijakan pendidikan
dan evaluasi pembelajaran yang masih labil dan berubah-ubah akan mempengaruhi
kegoncangan pemahaman dan ketidaknyamanan pendidik dan tenaga kependidikan.
Nama: Niswatus Zihan Maulidia
NIM: 10110227
Kelas: C
Review
Pemerintah
Indonesia telah mengerahkan upaya – upaya meningkatkan kualitas pendidikan
nasional, mulai dari wajib belajar 9 tahun, dana BOS, bis pintar, dan lain
sebagainya, namun tidak dapat dipungkiri bahwa pendidikan nasional dewasa ini
masih belum menemukan terobosan baru untuk meningkatkan SDM dan pendidikan di
Indonesia. Sering ditemukan kegagalan dalam mewujudkan impian perbaikan
pendidikan tersebut. Kegagalan tersebut sebagian besar terjadi karena kurang terselenggaranya
manajemen pendidikan yang mumpuni, kurangnya pihak yang memang ahli dalam
bidangnya, serta kurangnya kerja sama diantara pihak – pihak yang berperan
dalam proses pendidikan.
Opini
– opini dari penulis di dalam artikelnya sangat sirkon dengan apa yang terjadi
pada saat ini, perlu adanya terobosan baru dalam dunia pendidikan islam di
Indonesia, dengan berdirinya pondok modern, suatu lembaga pendidikan yang
didalamnya terdapat metode, pola pikir, dan system pendidikan yang mengikuti
perkembangan, tanpa melepas identitas nafas keislaman didalamnya. Namun tak
dapat dipungkiri, lembaga pendidikan islam kini mengalami kemunduran bila
dibanding lembaga lain di Indonesia. Hal itu terjadi karena rendahnya
partisipasi dan tanggung jawab secara komprehensip tenaga pendidik dan
pendidikan, niat yang kurang tulus dalam menjalani tugas pokok dan fungsi yang
diemban tenaga pendidik, selain itu proses evaluasi pembelajaran yang masih
labil dan berubah – ubah ikut mempengaruhi sukses tidaknya suatu manajemen pendidikan
Nasional. Maka dari itu patutlah menjadi tugas para generasi muda untuk membuat
perubahan kearah yang lebih menjanjikan bagi pendidikan nasional.
No comments:
Post a Comment