Moh. Kamilus Zaman SPd.I
Artikel:
PENDIDIKAN NASIONAL YANG BERMORAL
PENDIDIKAN NASIONAL YANG BERMORAL
Memang
harus kita akui ada diantara (oknum) generasi muda saat ini yang mudah emosi
dan lebih mengutamakan otot daripada akal pikiran. Kita lihat saja, tawuran
bukan lagi milik pelajar SMP dan SLTA tapi sudah merambah dunia kampus (masih
ingat kematian seorang mahasiswa di Universitas Jambi, awal tahun 2002 akibat
perkelahian didalam kampus). Atau kita jarang (atau belum pernah) melihat
demonstrasi yang santun dan tidak menggangu orang lain baik kata-kata yang
diucapkan dan prilaku yang ditampilkan. Kita juga kadang-kadang jadi ragu
apakah demonstrasi yang dilakukan mahasiswa murni untuk kepentingan rakyat
atau pesanan sang pejabat.
Selain
itu, berita-berita mengenai tindakan pencurian kendaraan baik roda dua maupun
empat, penguna narkoba atau bahkan pengedar, pemerasan dan perampokan yang
hampir setiap hari mewarnai tiap lini kehidupan di negara kita tercinta ini
banyak dilakukan oleh oknum golongan terpelajar. Semua ini jadi tanda tanya
besar kenapa hal tersebut terjadi?. Apakah dunia Pendidikan (dari SD sampai
PT) kita sudah tidak lagi mengajarkan tata susila dan prinsip saling sayang -
menyayangi kepada siswa atau mahasiswanya atau kurikulum pendidikan tinggi
sudah melupakan prinsip kerukunan antar sesama? Atau inikah hasil dari sistim
pendidikan kita selama ini ? atau Inikah akibat perilaku para pejabat kita?
Dilain
pihak, tindakan korupsi, kolusi dan nepotisme yang membuat bangsa ini
morat-marit dengan segala permasalahanya baik dalam bidang keamanan, politik,
ekonomi, sosial budaya serta pendidikan banyak dilakukan oleh orang orang
yang mempunyai latar belakang pendidikan tinggi baik dalam negri maupun luar
negri. Dan parahnya, era reformasi bukannya berkurang tapi malah tambah jadi.
Sehingga kapan krisis multidimensi inI akan berakhir belum ada tanda-tandanya.
PERLU
PENDIDIKAN YANG BERMORAL
Kita dan
saya sebagai Generasi Muda sangat perihatin dengan keadaan generasi penerus
atau calon generasi penerus Bangsa Indonesai saat ini, yang tinggal, hidup
dan dibesarkan di dalam bumi republik ini. Untuk menyiapkan generasi penerus
yang bermoral, beretika, sopan, santun, beriman dan bertaqwa kepada Tuhan
Yang Maha Esa perlu dilakukan hal-hal yang memungkin hal itu terjadi walaupun
memakan waktu lama.
Pertama,
melalui pendidikan nasional yang bermoral (saya tidak ingin mengatakan bahwa
pendidikan kita saat ini tidak bermoral, namun kenyataanya demikian di
masyarakat). Lalu apa hubungannya Pendidikan Nasional dan Nasib Generasi
Penerus? Hubungannya sangat erat. Pendidikan pada hakikatnya adalah alat
untuk menyiapkan sumber daya manusia yang bermoral dan berkualitas unggul.
Dan sumber daya manusia tersebut merupakan refleksi nyata dari apa yang telah
pendidikan sumbangankan untuk kemajuan atau kemunduran suatu bangsa. Apa yang
telah terjadi pada Bangsa Indonesia saat ini adalah sebagai sumbangan
pendidikan nasional kita selama ini.
Pendidikan
nasional selama ini telah mengeyampingkan banyak hal. Seharusnya pendidikan
nasional kita mampu menciptakan pribadi (generasi penerus) yang bermoral,
mandiri, matang dan dewasa, jujur, berakhlak mulia, berbudi pekerti luhur,
berperilaku santun, tahu malu dan tidak arogan serta mementingkan kepentingan
bangsa bukan pribadi atau kelompok.Tapi kenyataanya bisa kita lihat saat ini.
Pejabat yang melakukan korupsi, kolusi dan nepotisme baik di legislative,
ekskutif dan yudikatif semuanya orang-orang yang berpendidikan bahkan tidak
tanggung-tanggung, mereka bergelar dari S1 sampai Prof. Dr. Contoh lainnya,
dalam bidang politik lebih parah lagi, ada partai kembar , anggota dewan
terlibat narkoba, bertengkar ketika sidang, gontok-gontokan dalam tubuh
partai karena memperebutkan posisi tertentu (Bagaimana mau memperjuangkan
aspirasi rakyat kalau dalam diri partai saja belum kompak).
Dan masih
ingatkah ketika terjadi jual beli kata-kata umpatan ("bangsat")
dalam sidang kasus Bulog yang dilakukan oleh orang-orang yang mengerti hukum
dan berpendidikan tinggi. Apakah orang-orang seperti ini yang kita andalkan
untuk membawa bangsa ini kedepan? Apakah mereka tidak sadar tindak-tanduk
mereka akan ditiru oleh generasi muda saat ini dimasa yang akan datang? Dalam
dunia pendidikan sendiri terjadi penyimpangan-penyimpang yang sangat parah
seperti penjualan gelar akademik dari S1 sampai S3 bahkan professor (dan
anehnya pelakunya adalah orang yang mengerti tentang pendidikan), kelas jauh,
guru/dosen yang curang dengan sering datang terlambat untuk mengajar,
mengubah nilai supaya bisa masuk sekolah favorit, menjiplak skripsi atau
tesis, nyuap untuk jadi pegawai negeri atau nyuap untuk naik pangkat sehingga
ada kenaikan pangkat ala Naga Bonar.
Di pendidikan
tingkat menengah sampai dasar, sama parahnya, setiap awal tahun ajaran baru.
Para orang tua murid sibuk mengurusi NEM anaknya (untungsnya, NEM sudah tidak
dipakai lagi, entah apalagi cara mereka), kalau perlu didongkrak supaya bisa
masuk sekolah-sekolah favorit. Kalaupun NEM anaknya rendah, cara yang paling
praktis adalah mencari lobby untuk memasukan anaknya ke sekolah yang
diinginkan, kalau perlu nyuap. Perilaku para orang tua seperti ini (khususnya
kalangan berduit) secara tidak langsung sudah mengajari anak-anak mereka
bagaimana melakukan kecurangan dan penipuan. (makanya tidak aneh sekarang ini
banyak oknum pejabat jadi penipu dan pembohong rakyat). Dan banyak lagi yang
tidak perlu saya sebutkan satu per satu dalam tulisan ini.
Kembali ke
pendidikan nasional yang bermoral (yang saya maksud adalah pendidikan yang
bisa mencetak generasi muda dari SD sampai PT yang bermoral. Dimana proses
pendidikan harus bisa membawa peserta didik kearah kedewasaan, kemandirian
dan bertanggung jawab, tahu malu, tidak plin-plan, jujur, santun, berahklak
mulia, berbudi pekerti luhur sehingga mereka tidak lagi bergantung kepada
keluarga, masyarakat atau bangsa setelah menyelesaikan pendidikannya.Tetapi
sebaliknya, mereka bisa membangun bangsa ini dengan kekayaan yang kita miliki
dan dihargai didunia internasional. Kalau perlu bangsa ini tidak lagi
mengandalkan utang untuk pembangunan. Sehingga negara lain tidak seenaknya
mendikte Bangsa ini dalam berbagai bidang kehidupan.
Dengan
kata lain, proses transformasi ilmu pengetahuan kepada peserta didik harus
dilakukan dengan gaya dan cara yang bermoral pula. Dimana ketika berlangsung
proses tranformasi ilmu pengetahuan di SD sampai PT sang pendidik harus
memiliki moralitas yang bisa dijadikan panutan oleh peserta didik. Seorang
pendidik harus jujur, bertakwa, berahklak mulia, tidak curang, tidak
memaksakan kehendak, berperilaku santun, displin, tidak arogan, ada rasa
malu, tidak plin plan, berlaku adil dan ramah di dalam kelas, keluarga dan
masyarakat. Kalau pendidik mulai dari guru SD sampai PT memiliki sifat-sifat
seperti diatas. Negara kita belum tentu morat-marit seperti ini.
Kedua,
Perubahan dalam pendidikan nasional jangan hanya terpaku pada perubahan
kurikulum, peningkatan anggaran pendidikan, perbaikan fasilitas. Misalkan
kurikulum sudah dirubah, anggaran pendidikan sudah ditingkatkan dan fasilitas
sudah dilengkapi dan gaji guru/dosen sudah dinaikkan, Namun kalau pendidik
(guru atau dosen) dan birokrat pendidikan serta para pembuat kebijakan belum
memiliki sifat-sifat seperti diatas, rasanya perubahan-perubahan tersebut
akan sia-sia. Implementasi di lapangan akan jauh dari yang diharapkan Dan
akibat yang ditimbulkan oleh proses pendidikan pada generasi muda akan sama
seperti sekarang ini. Dalam hal ini saya tidak berpretensi menyudutkan guru
atau dosen dan birokrat pendidikan serta pembuat kebijakan sebagai penyebab
terpuruknya proses pendidikan di Indonesia saat ini. Tapi adanya oknum yang
berperilaku menyimpang dan tidak bermoral harus segera mengubah diri sedini
mungkin kalau menginginkan generasi seperti diatas.
Selain
itu, anggaran pendidikan yang tinggi belum tentu akan mengubah dengan cepat
kondisi pendidikan kita saat ini. Malah anggaran yang tinggi akan menimbulkan
KKN yang lebih lagi jika tidak ada kontrol yang ketat dan moralitas yang
tinggi dari penguna anggaran tersebut. Dengan anggaran sekitar 6% saja KKN
sudah merajalela, apalagi 20-25%.
Ketiga,
Berlaku adil dan Hilangkan perbedaan. Ketika saya masih di SD dulu, ada
beberapa guru saya sangat sering memanggil teman saya maju kedepan untuk
mencatat dipapan tulis atau menjawab pertanyaan karena dia pintar dan anak
orang kaya. Hal ini juga berlanjut sampai saya kuliah di perguruan tinggi.
Yang saya rasakan adalah sedih, rendah diri, iri dan putus asa sehingga timbul
pertanyaan mengapa sang guru tidak memangil saya atau yang lain. Apakah hanya
yang pintar atau anak orang kaya saja yang pantas mendapat perlakuan seperti
itu.? Apakah pendidikan hanya untuk orang yang pintar dan kaya? Dan mengapa
saya tidak jadi orang pintar dan kaya seperti teman saya? Bisakah saya jadi
orang pintar dengan cara yang demikian?
Dengan
contoh yang saya rasakan ini (dan banyak contoh lain yang sebenarnya ingin
saya ungkapkan), saya ingin memberikan gambaran bahwa pendidikan nasional kita
telah berlaku tidak adil dan membuat perbedaan diantara peserta didik.
Sehingga generasi muda kita secara tidak langsung sudah diajari bagaimana
berlaku tidak adil dan membuat perbedaan. Jadi, pembukaan kelas unggulan atau
kelas akselerasi hanya akan membuat kesenjangan sosial diantara peserta
didik, orang tua dan masyarakat. Yang masuk di kelas unggulan belum tentu
memang unggul, tetapi ada juga yang diunggul-unggulkan karena KKN. Yang tidak
masuk kelas unggulan belum tentu karena tidak unggul otaknya tapi karena
dananya tidak unggul. Begitu juga kelas akselerasi, yang sibuk bukan peserta
didik, tapi para orang tua mereka mencari jalan bagaimana supaya anaknya bisa
masuk kelas tersebut.
PEJABAT
HARUS SEGERA BERBENAH DIRI DAN MENGUBAH PERILAKU
Kalau kita menginginkan generasi penerus yang bermoral, jujur, berakhlak mulia, berbudi pekerti luhur, berperilaku santun, bermoral, tahu malu dan tidak arogan serta mementingkan kepentingan bangsa bukan pribadi atau kelompok. Maka semua pejabat yang memegang jabatan baik legislative, ekskutif maupun yudikatif harus berbenah diri dan memberi contoh dulu bagaimana jujur, berakhlak mulia, berbudi pekerti luhur, berperilaku santun, bermoral, tahu malu dan tidak arogan serta mementingkan kepentingan bangsa bukan pribadi atau kelompok kepada generasi muda mulai saat ini.
Karena
mereka semua adalah orang-orang yang berpendidikan dan tidak sedikit pejabat
yang bergelar Prof. Dr. (bukan gelar yang dibeli obral). Mereka harus
membuktikan bahwa mereka adalah hasil dari sistim pendidikan nasional selama
ini. Jadi kalau mereka terbukti salah melakukan korupsi, kolusi dan
nepotisme, jangan cari alasan untuk menghindar. Tunjukan bahwa mereka orang
yang berpendidikan , bermoral dan taat hukum. Jangan bohong dan curang.
Apabila tetap mereka lakukan, sama saja secara tidak langsung mereka
(pejabat) sudah memberikan contoh kepada generasi penerus bahwa pendidikan
tinggi bukan jaminan orang untuk jujur, berakhlak mulia, berbudi pekerti
luhur, berprilaku santun, bermoral, tahu malu dan tidak arogan serta
mementingkan kepentingan bangsa bukan pribadi atau kelompok. Jadi jangan
salahkan jika generasi mudah saat ini meniru apa yang mereka (pejabat) telah
lakukan . Karena mereka telah merasakan, melihat dan mengalami yang telah
pejabat lakukan terhadap bangsa ini.
Harapan
Dengan demikian, apabila kita ingin mencetak generasi penerus yang mandiri, bermoral, dewasa dan bertanggung jawab. Konsekwensinya, Semua yang terlibat dalam dunia pendidikan Indonesia harus mampu memberikan suri tauladan yang bisa jadi panutan generasi muda. jangan hanya menuntut generasi muda untuk berperilaku jujur, berakhlak mulia, berbudi pekerti luhur, berprilaku santun, bermoral, tahu malu dan tidak arogan serta mementingkan kepentingan bangsa bukan pribadi atau kelompok.
Tapi para
pemimpin bangsa ini tidak melakukannya. Maka harapan tinggal harapan saja.
Karena itu, mulai sekarang, semua pejabat mulai dari level tertinggi hingga
terendah di legislative, eksekutif dan yudikatif harus segera menghentikan
segala bentuk petualangan mereka yang hanya ingin mengejar kepentingan
pribadi atau kelompok sesaat dengan mengorbankan kepentingan negara. Sehingga
generasi muda Indonesia memiliki panutan-panutan yang bisa diandalkan untuk
membangun bangsa ini kedepan.
|
|
Bahan ini cocok untuk Semua Sektor Pendidikan bagian PENDIDIKAN /
EDUCATION.
Nama & E-mail (Penulis): Amirul Mukminin
Saya Dosen di UPT - Kebahasaan UNJA/ASM Jambi, Manager LPK Bahasa Inggris-MEC
Tanggal: 23 January 2003
Judul Artikel: PENDIDIKAN NASIONAL YANG BERMORAL
Topik: Pendidikan Nasional
Nama & E-mail (Penulis): Amirul Mukminin
Saya Dosen di UPT - Kebahasaan UNJA/ASM Jambi, Manager LPK Bahasa Inggris-MEC
Tanggal: 23 January 2003
Judul Artikel: PENDIDIKAN NASIONAL YANG BERMORAL
Topik: Pendidikan Nasional
Artikel: Oleh Amirul Mukminin
No comments:
Post a Comment