MOH.KAMILUS
ZAMAN Spd.I (085755107987)
PENDAHULUAN
1. Latar Belakang
Muhammad
Abduh termasuk salah satu pembaharu agama dan sosial di Mesir pada abad ke 20
yang pengaruhnya sangat besar di dunia Islam .Dialah penganjur yang sukses
dalam membuka pintu ijtihad untuk menyesuaikan Islam dengan tuntutan zaman
modern.
Di
dunia Islam Ia terkenal dengan pembaharuannya di bidang keagamaan,dialah yang
menyerukan umat Islam untuk kembali kepada Al Quran dan Assunnah as Sahihah .Ia
juga terkenal dengan pembaharuannya dibidang pergerakan (politik) ,dimana Ia
bersama Jamaludin al-Afgani menerbitkan majalah al’Urwatul Wutsqa di Paris yang
makalah-makalahnya menghembuskan semangat nasionalisme pada rakyat Mesir dan
dunia Islam pada umumnya.
Disamping
Ia dikenal sebagai pembaharu dibidang keagamaan dan pergerakan (politik), Ia
juga sebagai pembaharu dibidang pendidikan Islam, dimana Ia pernah menjabat
Syekh atau rektor Universitas Al-Azhar di Cairo Mesir. Pada masa menjabat
rektor inilah Ia mengadakan pembaharuan-pembaharuan di Universitas tersebut
,yang pengaruhnya sangat luas di dunia Islam.
Konsep
pendidikan Muhammad Abduh ialah konsep pendidikan yang lebih di latar belakangi
faktor situasi sosial ke agamaan dan situasi pendidikan islam yang sedang
mengalami kemunduran baik di bidang ilmu pengetahuan maupun bidang keagamaan.
Konsep
pendidikan sampai dewasa ini nampaknya belum menghasilkan suatu perumusan yang
mantap. Hal ini benar, dan kenyataan tersebut disebabkan bukan saja oleh
kompleksnya masalah pendidikan, melainkan juga karena dunia pendidikan juga
dituntut terus untuk memberikan jawaban baru yang relevan terhadap perubahan
sosial yang bergerak begitu cepat. Untuk lebih memahami tentang konsep
pendidikan Muhammad Abduh di bawah ini akan di urai dalam pembahasan tersebut.
2.
Rumusan
Masalah:
·
Bagaimana konsep
pemikiran Pendidikan islam menurut Muhammad Abduh?
·
Apa saja
kurikulum yang dirancang Muhammad Abduh?
·
Bagaimana
relevansi pemikiran pendidikan islam menurut muhamaad Abduh dengan pendidikan
nasional?
3. Tujuan:
·
Mengetahui
konsep pemikiran pendidikan islam menurut Muhammad Abduh
·
Mengetahui macam
– macam kurikulum yang dirancang Muhammad Abduh
·
Mengetahui
relevansi pemikiran pendidikan islam menurut muhamaad Abduh dengan pendidikan
nasional
BAB II
PEMBAHASAN
A. Pemikiran Muhammad Abduh dalam
Pendidikan Islam
1.
Sekilas Biografi Muhammad Abduh
Muhammad
Abduh memiliki nama legkap Muhammad bin Abduh bin Hasan Khairullah, ia
dilahirkan di desa Mahallat Nashr di Kabupaten al-Buhairah, Mesir pada tahun
1849 M dan wafat pada tahun 1905 M. Ayahnya bernama Muhammad Abduh ibn Hasan
Khairullah, beliau adalah seorang petani keturunan Turki, sedangakan ibunya
adalah keturunan Arab. Masa pendidikan ditempuh
Muhammad Abduuh di Thanta, sebuah lembaga pendidikan masjid Ahmadi. Ditempat
tersebut Ia belajar bahasa Arab, nahu, sarf, fiqih dan sebagainya. Metode yang
digunakan dalam pembelajaran itu tidak lain adalah metode hapalan diluar kepala
tanpa pengertian, sehingga membuat Muhammad Abduh merasa tidak puas dengan metode
pengajaran yang diterapkan. Rasa kecewa akan apa yang ada di Thanta, membuat
Muhammad Abduh memutuskan menuntut ilmu di Al-Azhar. Namun kekecewaan kembali
ia dapat saat mengetahui bahwa metode yang digunakan sama dengan apa yang
digunakan di Thanta. Selain itu, pelajaran yang ia dapat di Al-Azhar hanya
seputar agama. Keputus asaan mulai ia rasakan hingga ia bertemu dengan Sayyid
Jamaludin A.Afghani yang datang ke Mesir pada masa itu.
2.
Konsep pendidikan islam
Pembaharuan
dalam bidang pendidikan yang menjadi prioritas utama Muhamad Abduh,
berorientasi pada pendidikan barat. Ia mendirikan berbagai macam sekolah yang
meniru sistem pendidikan dan pengajaran barat. Tipe pertama adalah sekolah
tradisional, sedangkan tipe kedua adalah sekolah-sekolah modern yang didirikan
pemerintah Mesir oleh para misionaris asing. Kedua tipe lembaga pendidikan tersebut
tidak mempunyai hubungan sama sekali, dan masing-masing berdiri sendiri.
Adanya
dua tipe pendidikan tersebut juga berdampak kepada munculnya dua kelas sosial
dengan motivasi yang berbeda. Tipe yang pertama melahirkan para ulama dam tokoh
masyarakat yang mempertahankan tradisi, sedangkan tipe sekolah kedua melahirkan
kelas elit generasi muda yang mendewakan dan menerima perkembangan dari barat
tanpa melakukan filterisasi.
Muhamad
Abduh melihat adanya segi-segi negatif dari kedua bentuk pemikiran itu, ia
memandang bahwa jika pola fikir yang pertama tetap di pertahankan maka akan
mengakibatkan umat Islam tertinggal jauh dan semakin terdesak oleh arus
kehidupan modern. semetara pola fikir yang kedua, Muhamad Abduh melihat bahwa
pemikiran modern yang mereka serap dari barat tampa nilai “religius” merupakan
bahaya ynag mengancam sendi agama dan moral.
Dari
sinilah Muhamad Abduh melihat perlunya mengadakan perbaikan terhadap kedua
institusi itu sehingga dua pola pandidikan tersebut dan saling menopang demi
mencapai suatu kemajuan serta upaya untuk mempersempit jurang pemisah antara
dua lembaga pendidikan yang kelak akan melahirkan para generasi penerus.
Langkah
yang di tempuh Muhamad Abduh untuk meminimalisir kesenjangan dualisme
pendidikan adalah uapaya menselaraskan, menyeimbangkan antara porsi pelajaran
agama dengan pelajaran umum. Muhamad Abduh mempunyai beberapa langkah untuk
memberdayakan sistem Islam antara lain yaitu:
Rekonstruksi
Tujuan Pendidikan Islam
Untuk
memberdayakan sistem pendidkan Islam, Muhamad Abduh menetapkan tujuan,
pendididkan islam yang di rumuskan sendiri yakni: Mendidik jiwa dan akal serta
menyampaikannya kepada batas-batas kemungkinan seseorang dapat mencapai
kebahagian hidup di dunia dan akhirat.
Pendidikan
akal ditujukan sebagai alat untuk menanamkan kebiasaan berpikir dan dapat
membedakan antara yang baik dan yang buruk. Dengan menanamkan kebiasaan berpikir,
Muhamad Abduh berharap kebekuan intelektual yang melanda kaum muslimin saat itu
dapat dicairkan dan dengan pendidikan spiritual diharapkan dapat melahirkan
generasi yang tidak hanya mampu berpikir kritis, juga memiliki akhlak mulia dan
jiwa yang bersih.
Dalam memberdayakan pendidikan
Islam, Muhammad Abduh menetapkan tujuan pendidikan Islam yang dirumuskannya
yakni; mendidik akal dan jiwa serta menyampaikannya kepada batas-batas
kemungkinan seseorang dapat mencapai kebahagiaan hidup di dunia dan akhirat.[1]
Dari rumusan tujuan pendidikan tersebut, dapat dipahami bahwa yang ingin
dicapai oleh Muhammad Abduh adalah tujuan yang mencakup aspek kognitif (akal)
dan aspek afektif (spritual). Jadi adanya keseimbangan antara akal dan
spritual. Pendidikan akal ditujukan sebagai alat untuk menanamkan kebiasaan
berfikir dan dapat membedakan yang baik dan yang buruk antara membawa
kemaslahatan dan kemudaratan. Dengan hal ini, Muhammad Abduh berharap
kemandekan berfikir yang melanda umat Islam pada saat itu dapat terkikis.
Bagi Muhammad Abduh, perbuatan
manusia bertolak dari konklusi bahwa manusia adalah makhluk yang bebas memilih
perbuatan. Muhammad Abduh menjelaskan bahwa yang mendukung suatu perbuatan
manusia adalah akal, kemauan dan daya.[2]
Penggabungan dengan tujuan spiritual (afektif), diharapkan dapat melahirkan
generasi baru yang berintelektual tinggi, berpikir kritis, tetapi juga memiliki
akhlak yang mulia dan berjiwa bersih. Sehingga sikap-sikap yang mencerminkan
kerendahan moral dapat terhapuskan. Menurut Abduh, apabila kedua aspek tersebut
dididik dan dikembangkan, dalam arti akal dicerdaskan dan jiwa dididik dengan
akhlak agama, maka umat Islam akan bangkit dan dapat berpacu serta dapat
mengimbangi bangsa-bangsa yang telah maju kebudayaannya.
Metode Muhammad Abduh
Dalam bidang pendidikan, Muhammad
Abduh cenderung menggunakan metode yang didasarkan filsafat rasionalis.[3]
Pengaruh gurunya (Jamaluddin) ternyata cukup besar terhadap metode pembelajaran
yang ia terapkan setelah menjadi seorang pendidik. Metode yang digunakan oleh
Jamaluddin adalah metode praktis (‘maliyyah) yang mengutamakan pemberian
pengertian dengan cara diskusi.[4]
Muhammad Abduh mengubah cara
memperoleh ilmu yang umumnya dengan metode hafalan menjadi metode rasional dan
pemahaman (insight). Disamping menghafal, siswa juga diharuskan memahami materi
yang dijelaskan guru. Muhammad Abduh juga menghidupkan kembali metode
munazharah (forum perdebatan umum yang menguji kekuatan teori dan pandangan
seseorang) dalam memahami pengetahuan dan menjauhkan metode taklid (mengikuti
pendapat orang lain) buta pada masa ulama. Ia juga mengembangkan kebebasan
ilmiah dikalangan mahasiswa Al- Azhar. Selain itu ia juga membuat metode yang
sistematis dalam menafsirkan al-quran yang didasarkan pada lima prinsip:
1. Menyesuaikan
peristiwa yang ada pada masanya dengan nash alquran
2. Menjadikan
alquran sebagai sebuah kesatuan
3. Menjadikan
surat sebagai dasar untuk memahami ayat
4. Menyederhanakan
bahasa dalam penafsiran
5. Tidak
melalaikan peristiwa – perisiwa sejarah untuk menafsirkan ayat – ayat yang
turun pada waktu itu
Menggagas Kurikulum Pendidikan Islam Yang Integral
Di
samping pendidikan akal, Muhammad Abduh juga mementingkan pendidikan spiritual
agar lahir generasi yang mampu berfikir dan punya akhlak yang mulia serta jiwa
yang bersih. Tujuan pedidikan yang demikian ia wujudkan dalam seperangkat
kurikulum sejak dari tingkat dasar sampai ke tingkat atas. Kurikulum tersebut
adalah.
a. Kurikulum
Al-azhar
Karir
Muhammad Abduh dimulai setelah ia menamatkan kuliahnya pada tahun 1877, atas
usaha Perdana Mentri Riadl Pasya, Ia diangkat menjadi dosen pada Universitas
Darul Ulum, disamping itu menjadi dosen pula pada Universitas Al-Azhar. Ia
terus mengadakan perubahan-perubahan yang terbilang radikal sesuai dengan
cita-citanya, yaitu memasukan udara baru yang segar pada perguruan-perguruan
tinggi Islam, menghidupkan Islam dengan metode-metode baru yang sesuai dengan
kemajuan zaman, mengembangkan kesusastraan Arab sehingga menjadi bahasa yang
kaya dan hidup, serta melenyapkan cara-cara lama yang kolot dan fanatic.
Dalam
mengajar, Muhammad Abduh menekankan kepada mahasiswanya untuk berpikiran
kritis, rasional dan tidak harus terikat kepada suatu pendapat, serta menjauhi
paham fatalism, karena ketidak kritisan dan fatalisme umat Islam yang menjadi
penyebab kemunduran Umat, kelemahan umat, absennya jihad Umat, absennya
kemajuan kultur Ummat dan tercabutnya Umat dari norma-norma dasar pendidikan
Islam
Ia
menekankan pentingnya pemberian pengertian dalam setiap pelajaran yang
diberikan. Ia memperingatkan para pendidik untuk tidak mengajar murid dengan
metode menghafal, karena metode demikian hanya akan merusak daya nalar, seperti
yang dialaminya ketika belajar di sekolah formasi di Masjid Ahmadi di Thanta[5]
Krisis
intelektual dalam dunia Islam yang berlarut-larut terjadi pada saat itu. Salah
satu penyebab dari krisis tersebut adalah dikarenakan adanya dikotomi Ilmu
Pengetahuan pada saat itu, sehingga umat Islam jauh tertinggal secara kultural
maupun peradaban. Begitupun yang terjadi di Al-Azhar, Muhammad Abduh yakin
bahwa apabila pendidikan di Al-Azhar dapat diperbaiki, maka kondisi umat Islam
akan ikut baik. Menurutnya perlu
diadakan pembenahan administrasi, kurikulumnya diperluas, mencakup ilmu-ilmu
modern, sehinnga Al-Azhar dapat berdiri sejajar dengan universitas-unuversitas
lain di Eropa serta menjadi mercusuar dan pelita bagi kaum muslimin.
Adapun
usaha Muhamad Abduh menggajukan Universitas Al-Azhar antara lain:
¨ Memasukan
ilmu-ilmu modern yang berkembang di eropa kedalam al-azhar.
¨ Mengubah
sistgem pendidikan dari mulai mempelajari ilmu dengan sistem hafalan menjadi
sistem pemahaman dan penalaran.
¨ Menghidupkan
metode munazaroh (discution) sebelum mengarah ke taqlid
¨ Membuat
peraturan-peraturan tentang pembelajaran seperti larangan membaca hasyiyah
(komentar-komentar) dan syarh (penjelasan panjang lebar tentang teks
pembelajaran) kepada mahasiswa untuk empat tahun pertama.
¨ Masa
belajar di perpanjang dan memperpendek masa liburan.
b. Sekolah
Dasar Negeri
Muhammad
abduh berpendapat bahwa agama adalah dasar pembentuk jiwa dan pribadi seorang
manusia. Maka dari itu hendaknya mata pelajaran agama diajarkan sedini mungkin
pada anak sejak mereka duduk di bangku SD. Mengacu pada statement bahwa agama
islam adalah dasar pembentuk jiwa dan pribadi seorang muslim, diharapkan dengan
memiliki jiwa kepribadian seorang muslim, maka masyarakat Mesir akan mempunyai
jiwa kebersamaan dan nasionalisme yang dapat mengantarkan masyarakat mesir
memperoleh kemajuan dalam kehidupan berbangsa[6].
c. Sekolah
Tingkat Atas
Salah
satu upaya memperbaiki pendidikan di Mesir adalah dengan mendirikan sekolah
menengah pemerintah untuk mencetak ahli dalam berbagai lapangan administrasi,
militer, kesehatan, perindustrian, dan sebagainya. Pada jenjang ini, Muhammad Abduh
merasa perlu menambahkan materi – materi yang berhubungan dengan agama islam.
Dengan adanya materi tentang agama, diharapkan para calon pegawai dan perwira
militer memiliki bekal agama dan moral yang baik[7].
Ketiga
jenis sekolah yang dibentuk Muhammad Abduh bukan bertujuan menciptakan kelompok
social secara eksklusif, melainkan memiliki tujuan untuk melayani kepentingan
masyarakat. Prinsip yang diterapkan Muhammad Abduh adalah perlunya mendasari
pendidikan dengan moral dan agama. Pengajaran diperlukan untuk mencapai
kehidupan yang lebih baik, sedangkan pendidikan dipandang sebagai alat yang
paling efektif untuk melakukan suatu perubahan.
Diantara
konsentrasi pembaharuan pendidikan Muhammad Abduh juga adalah tentang
pendidikan perempuan. Menurutnya, perempuan memiliki hak yang sama dengan
laki-laki dalam menerima layanan pendidikan. Wanita harus dilepaskan dari
rantai kebodohan maka dari itu perlu diberikan pendidikan. Dalam mengangkat
harkat martabat perempuan, munurunya ada beberapa hal yang harus diperjuangkan
pembelajaran buat perempuan; mempersempit talak, dan pelarangan poligami. Semua
pemikiran Muhammad Abduh tentang perempuan tertuang dan dikembangkan dalam
Tahrir al-Mar'ah karya muridnya, Qosim Amin
Dalam
bidang pendidikan nonformal, Muhammad Abduh menyebutkan usaha perbaikan (islah),
dalam hal ini Muhammad Abduh melihat perlunya campur tangan pemerintah terutama
dalam hal mempersiapkan para pendakwah. Tugas mereka yang utama antara lain:
1. Menyampaikan kewajiban dan pentingnya belajar
2. Mendidik mereka dengan memberikan pelajaran
tentang apa yang mereka lupakan atau yang belum mereka ketahui.
3. Meniupkan
ke dalam jiwa mereka cinta pada Negara, tanah air, dan pemimpin.
Pembaruan
pendidikan yang dilakukan oleh Muhammad Abduh dipengaruhi oleh factor situasi
keagamaan dan situasi pendidikan yang terjadi pada masa itu. Keadaan social
keagamaan di Mesir saat itu cukup memprihatinkan. Krisis yang menimpa umat
bukan hanya dalam bidang akidah dan syariah, tapi juga akhlak dan moral.
Pemikiran Muhammad Abduh sesuai dengan yang ada pada saat itu. Pembaruan bidang
pendidikan yang dilakukan oleh Muhammad Abduh di Al-Azhar ternyata juga
berpengaruh besar pada institusi pendidikan yang ada di Mesir bahkan ide penbaharuannya
ditulis dan disebarkan pula melalui majalah terkenal di Mesir, yaitu Al- Manar
dan Al-Urwat Al- Wusqa[8].
Muhammad
Abduh berusaha membuat kurikulum yang sesuai dengan apa yang dibutuhkan
masyarakat mesir pada saat itu. Ia berpendapat bahwa sekolah khusus yang
mendidik para ulama hendaknya diberi mata pelajaran yang luas, sehingga Ia
memasukkan beberapa ilmu tambahan pada kurikuluum Al-Azhar, antara lain ilmu
filsafat, logika, dan ilmu pengetahuan modern. Hal ini ia maksud untuk
mempersiapkan sumber daya manusia yang berkualitas, yakni para ulama yang
modern.
Dari
beberapa usaha yang dilakukan oleh Muhamad Abduh, meskipun belum sempat ia
aplikasikan sepenuhnya secara temporal. Telah memberikan pengaruh positif
terhadap lembaga pendididkan Islam. Usaha Muhamad Abduh kurang begitu lancar
disebabkan mendapat tantangan dari kalangan ulama yang kuat berpegang pada
tradisi lama teguh dalam mempertahankanya.
B. Relevansi Pemikiran Pendidikan
Islam Muhammad Abduh dengan Pendidikan Nasional
Konsep
pendidikan Muhammad Abduh ditelaah dari faktor-faktor pendidikan menunjukkan
adanya relevansinya dengan Sistem Pendidikan Nasional yang tertuang dalam
Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2003, terutama pada tujuan pendidikan Nasional,
yaitu mencerdaskan kehidupan bangsa serta membentuk peserta didik yang memiliki
iman dan takwa.[9]
Sumbangsi
pemikiran Muhammad Abduh tentang metode pengajaran relevan dengan pendidikan
Indonesia, hal itu dapat dilihat disekolah – sekolah yang tersebar di
Indonesia. Metode yang digunakan dalam proses belajar mengajar tak selalu
metode menghapal. Guru berusaha menyajikan metode – metode yang dapat dipahami
anak didik dengan mudah, antara lain metode diskusi, kuis, maupun praktek.
Jika
dilihat dari segi konsep pendidikan yang dikeluarkan Muhammad Abduh penulis
merasa kurang relevan dengan keadaan di Indonesia saat ini. Muhammad Abduh
ingin menggabungkan antara kecerdasan generasi
muda yang tidak lepas dari tuntunan islam, meski di Indonesia sekarang
ini sudah ada beberapa sekolah yang menggunakan pemikiran beliau, namun masih banyak
sekolah – sekolah umum yang kurang mementingkan pelajaran agama (terutama
Islam). Hal tersebut bisa jadi karena keadaan masyarakat Indonesia yang
majemuk, dimana terdapat bermacam – macam perbedaan, salah satunya adalah masalah
agama.
C. Kritik
Setelah
diuraikan bagaimana pemikiran Muhammad abduh tentang pendidikan islam, penulis
dapat menarik benang merah bahwa tujuan utama gerakan pembaharuan yang ia
rumuskan adalah memadukan kecerdasan otak dan kecerdasan spiritual umat islam
dalam mengembangkan diri di bidang pendidikan. Karena dengan pendidikanlah
dapat diketahui sampai sejauh mana perkembangan suatu peradaban manusia.
Keseriusannya terlihat dengan keinginannya mewujudkan sekolah – sekolah yang
maju tidak hanya dari segi kecerdasan nalar saja, melainkan dengan spiritual
yang tak lepas dari nafas agama islam.
Pemikiran
Muhammad abduh patut dihargai karena ide pembaharuannya yang diharapkan dapat
memajukan peradaban islam sebagaimana masa keemasan yang pernah diraih umat
islam pada dinasti abassiyah. Kemunduran yang kini tengah dialami umat islam
terjadi karena adanya paham jumud
(statis, beku, dan tidak ada perubahan), Karena paham ini, umat islam tidak menghendaki dan tidak mau menerima
perubahan. Umat cenderung mengistimbatkan hukum dengan hukum yang sudah ada,
hal itu terjadi karena anggapan bahwa segala problem yang dihadapi umat muslim
telah ada pada hadits – hadits yang sudah terangkum rapih. Penulis sependapat
dengan statement Muhammad abduh bahwa islam adalah agama yang rasional. Dengan
membuka pintu ijtihad maka kemajuan umat islam akan tercapai. Namun yang harus
digaris bawahi adalah tidak semua umat muslim mampu berijtihad dengan benar
sebagaimana yang diharapkan Muhammad abduh, meskipun begitu, ada beberapa
kalangan yang memang mampu dan sanggup melakukan ijtihad dengan kemampuannya,
dari merekalah seharusnya lahir karya – karya baru yang sesuai dengan
perkembangan jaman dan problematika yang dihadapi umat dewasa ini.
Ide
penyatuan pengetahuan – pengetahuan dari barat dengan penanaman nilai – nilai
islam adalah sebuah ide yang cemerlang, namun perlu adanya batasan – batasan
yang jelas untuk melindungi umat islam agar tak terlalu jauh terlibat dengan
keilmuuan dengan ideology – ideology barat yang cenderung atheis dan jauh dari
ajaran agama islam yang sebenarnya.
Kesimpulan
Muhammad
Abduh adalah sosok pembaharu Islam abad 19/20 yang mengusung rasionalitas dalam
beragama. Abduh ingin menghilang kejumudan dalam pendidikan dengan tujuan
pendidikan, mendidik akal dan jiwa serta menyampaikannya kepada batas-batas
kemungkinan seseorang dapat mencapai kebahagiaan hidup di dunia dan akhirat.
Dengan mengkonsentrasikan pada akal dan jiwa, Abduh berharap adanya
keseimbangan dalam hidup dan mencapai kebahagiaan dunia dan akhirat. Di samping
hidup berwibawa dengan akal yang cerdas, umat Islam juga berperilaku baik yang
sesuai dengan ajaran syari'at. Untuk mencapai tujuan demikian, maka ia
menggagas kurikulum berbasis sains dan falsafah yang banyak menggunakan akal,
dan tanpa meninggalkan pelajaran-pelajaran yang bersifat agamis. Metode yang
digunakan dalam pembelajaran ini, lebih terkonsentrasi pada metode diskusi. karena
diharapkan murid dapat menganalisa informasi yang didapat. Ia sangat tidak suka
dengan motede hafalah tanpa makna, walau informasi banyak didapat, namun tetap
saja tidak bermanfaat, karena sang murid tidak paham dengan apa yang
dihafalnya.
Kurikulum
yang dirancang Muhammad Abduh antara lain adalah kurikulum al-azhar, kurikulum
Sekolah Dasar, dan kurikulum Sekolah Tingkat Atas. Konsep pendidikan Muhammad
Abduh ditelaah dari faktor-faktor pendidikan menunjukkan adanya relevansinya
dengan Sistem Pendidikan Nasional yang tertuang dalam Undang-Undang Nomor 20
Tahun 2003, terutama pada tujuan pendidikan Nasional, yaitu mencerdaskan
kehidupan bangsa serta membentuk peserta didik yang memiliki iman dan takwa.
DAFTAR
PUSTAKA
1. Nasution,
Harun. 1987. Muhammad Abduh dan Teologi
Rasional Muktazilah. Jakarta: PT Grafindo Persada
2. Syar’I,
Ahmad. 2005. Filsafat Pendidikan Islam.
Jakarta: Pustaka Firdaus
3. Ysmansyah.
2007. Sejarah Pendidikan Islam. Jakarta:
Kencana Prenada Media Group
4. Nizar.
2006. Sejarah Pendidikan Islam. Jakarta: Pustaka Firdaus
5. Kholid,
Muhammad Fathoni. 2005. Pendidikan Islam
dan Pendidikan Nasional. Jakarta: Departemen Agama RI
[1]
Harun Nasution, Muhammad Abduh dan
Teologi Rasional Muktazilah (Jakarta: 1987) hlm. 309
[2] Ahmad
Syar’I, Filsafat Pendidikan Islam,
(Jakarta: Pustaka Firdaus) hlm.110
[3]
Ahmad Syar’I, Filsafat Pendidikan Islam,
(Jakarta: Pustaka Firdaus) hlm. 108
[4]
Ysmansyah, Sejarah Pendidikan Islam,
(Jakarta: Kencana Prenada Media Group) hlm. 242
[5]
Nizar, Sejarah Pendidikan, hlm. 250
[6] Ysmansyah, Sejarah Pendidikan Islam, (Jakarta: Kencana Prenada Media Group)
hlm.
[7]
Ysmansyah, Sejarah Pendidikan
Islam, (Jakarta: Kencana Prenada Media Group) hlm. 242
[8] Ahmad
Syar’I, Filsafat Pendidikan Islam,
(Jakarta: Pustaka Firdaus) hlm.108
[9]Muhammad
Kholid Fathoni, Pendidikan Islam dan
Pendidikan Nasional, (Jakarta: Departemen Agama RI ) Hlm. 10
No comments:
Post a Comment