MOH.KAMILUS
ZAMAN Spd.I (085755107987)
BAB I
PENDAHULUAN
I.I Latar belakang
Dalam pembicaraan tentang masalah
filsafat sering kali muncul persoalan tentang apa itu filsafat pendidikan?
Untuk menjawab persoalan itu perlu diketahui bahwa filsafat adalah ilmu yang mencari kebenaran
(kebijaksanaan) sesuai dengan logika, mendasar serta sistematis. Fisafat juga
membawa kita kepada pemahaman dan tindakan.
Dalam
filsafat terdapat aliran-aliran, dan dalam proses pertumbahannya, filsafat
sebagai hasil pemikiran para ahli dengan obyek permasalahan hidup didunia.
Pandangan-pandangan yang muncul tidak lain saling memperkuat, akan tetapi tidak
jarang juga yang berlawanan. Dan itu disebabkan penggunaan pendekatan yang
berbeda oleh para filosof, namun bisa juga karena faktor zaman, pandangan hidup
yang melatar belakangi mereka, juga tempat dimana mereka hidup. Dalam sejarah
filsafat melahirkan berbagai pandangan atau aliran. Pemikiran filsafat tidak
pernah berhenti, oleh karena itu kesimpulan yang ada bukanlah kesimpulan final.
Seseorang yang bernama Muhammad Noorsyam melukiskan keadaan dunia pemikiran
filsafat itu sebagai berikut:
‘’
bagaimana wujud reaksi, aksi, cita-cita, kreasi, bahkan pemahaman manusia atas
segala sesuatu ternasuk kepribadian ideal mereka tersimpul dalam pokok-pokok
ajaran suatu filsafat. Pengertian masimg-masing pribadi tentang suatu
kesimpulan sebagai belum finl, belum valid, tidak mutlak dan sebagainya,
memberi kebebasan pada setiap orang untuk menganut atau menolak suatu aliran.
Sikap demikian justru menjadi prakondisi bagi perkembangan aliran-alliran
filsafat.sikap ini dikenal dalam filsafat dengan istilah eclectic dan eclecticism”
Untuk
mengenal perkembangan pemikiran dunia filsafat pendidikan, dalam makalah kami
ini akan diuraikan garis-garis besar aliran filsafat pendidikan.
I.II Rumusan Masalah
Berdasarkan
latar belakang masalah tersebut, maka dapat diambil rumusan masalah sebagai
berikut:
1.
Bagaimana
filsafat pendidikan Islam ?
2.
Bagaimana
filsafat Pendidikan Barat ?
3.
Apa
sajakah Aliran-aliran dalam filsafat pendidikan Islam ?
4.
Apa
sajakah Aliran-aliran dalam filsafat pendidikan Barat ?
BAB II
PEMBAHASAN
A.
Aliran-aliran Filsafat
Pendidikan Islam
a.
Progresivisme
Progresivisme berasal dari kata “progres”
yang berarti kemajuan. Secara harfiah dapat diartikan sebagai aliran yang
menginginkan kemajuan secara cepat.[1]
Aliran progresivisme adalah suatu aliran fisafat pendidikan yang
sangat berpengaruh di Abad .ke-20 ini. Dan menyebar dalam seluruh dunia,
terlebih lebih di Amerika Serikat. Aliran progresivisme ini dihubungkan pada pandangan hidup
liberal “ The liberal road to culture”” maksudnya yaitu pandangan hidup yang
mempunyai sifat-sifat antara lain: fleksibel ( tidak kaku, tidak menolak
perubahan, tidak terikat oleh suatu doktrin tertentu, curious (ingin
mengetahui. Atau ingin menyelidiki) toleran dan open-minded ( mempunyai hati
terbuka).
Adapun sifat - sifat umum dari aliran progresivisme ini dapat
dikelompokkn menjadi dua kelompok : a)
sifat- sifat negative, dan 2) sifat- sifat positive. Sifat dikatakan negative
dalam arti bahwa, progresivisme menolak otoritarisme dan absolutisme dalam
segala bentuk. Seperti dalam agama, politik, etika, dan epistimologi. Sedang
positif dalam arti bahwa, progresifisme menaruh kepercayaan terhadap kekuatan
alamiah dari manusia, kekuatan yang diwarisi oleh manusia dari alam sejak ia
lahir (man’s natural powers) terutama kekuatan manusia untuk melawan dan
mengatasi kekuatan-kekuatan takhayul-takhayul dan kegawatan-kegawatan yang
timbul dari lingkungan hidup.
b. Aliran Esensialisme
Aliran
Esensialisme memiliki ciri-ciri yang berbeda dengan progresivisme, yaitu dalam
memberikan dasar berpijak mengenai pendidikan yang penuh fleksibelitas, dimana
setba terbuka untuk perubahan, toleran dan tidak ada keterikatan dengan doktrin
tertentu, aliran esensialisme berpendapat bahwa aliran yang hanya berpijak pada
dasar pandangan itu mudah goyah dan kurang terarah, oleh karena itu Esensialisme
memandang bahwa pendidikan harus berpijak pada nilai-nilai yang memiliki kejelasan,
sehingga memberikan kestabilan dan arah yang jelas. [2]
Aliran ini muncul
pada zaman renaissans, aliran ini didasari atas pandangan humanisme yaitu yang
merupakan reaksi terhadap hidup yang mengarah pada keduniawian, serba ilmiah
dan materialistic. Selain itu aliran ini juga diwarnai oleh pandangan idealisme, dan realisme. Berikut
tokoh-tokoh yang ikut berperan dalam penyebaran aliran Esensialisme:
1.
Desiderius Erasmus.
Beliau adalah Tokoh pertama yang menolak pandangan hidup yang berpijak pada
dunia lain. Erasmus berusaha agar kurikulum pendidikan sekolah bersifat humanis
dan internasional, sehingga bisa mencakup lapisan menengah dan kaum aristokrat,
karena Erasmus adalah salah seorang humanis belanda yang hidup di ahir abad 15
dan awal abad 16.
2.
Johanas Amos Comenius.
Adlah seorang yang memiliki pandangan realis dan dogmatis, berpendapat bahwa pendidikan
mempunyai peranan membentuk anak sesuai dengan kehendak Tuhan, karena pada
hakikatnya dunia adalah dinamis dan bertujuan.
3.
John Lock, salah seorang
tokoh inggris hidup pada tahun 1632-1704. Beliau berpendapat bahwa pendidkan
hendaknya selalu dekat dengan situasi dan kondisi.
4.
Johan henrich Pestalozzi. Beliau
adalah seorang tokoh yang berpandangan naturalis dan mempunyai kepercayaan
bahwa sifat-sifat alam itu tercermin pada manusia, sehinnga pada diri manusia
tercermin kemampuan-kemampuan wajarnya. Dan yakin bahwa manusia hubungan dengan
tuhannya.
5.
Willian T. Harris, yaitu
salah seorang tokon dari amerika serikat dan hidup pada tahun 1835-1909. Yang
pandangannya adalah berusaha menerapkan idealisme obyektif pada pendidikan umum. Tugas pendidikan menurutnya
adalah mengizinkan terbukanaya realita berdasarkan susunan yang pasti, yakni
berdasarkan pada kesatuan sepiritual. Dan kedudukan sekolah adalah sebagai
lembaga yang memelihara nilai-nilai yang turun temurun dan menjadi penuntun
penyesuaian diri kepada masyarakat.
Tokoh-tokoh diatas juga
mendirikan suatu organisasi yaitu dalam rangka untuk mempertahankan pahamnya
khususnya dari persaingan paham progresivisme. Organisasi itu diberi nama
“Essentialist Committee For The Advancement Of Educatin” melalui organisasi ini
pandangan esensialist dikembangkan dalam dunia pendidikan. Sebagaiman telah
disinggung di awal bahwasannya esensialisme mempunyai pandangan yang
dipengaruhi oleh paham idealisme dan realisme, oleh karena itu konsep-konsepnya
sedikit banyak diwarnai oleh konsep idealisme dan realisme.
Tujuan umum aliran esensialisme ini adalah membentuk pribadi
bahagia dunia akhirat. Yang dimana isi pendidikannya mencakup ilmu
pengetahuan,seni dan segala hal yang mampu menggerakkan kehendak manusia. Menurut
aliran ini kurikulum sekolah sebagai miniature dunia yang bisa dijadikan
sebagai ukuran kenyataan, kebenaran dan kegunaan. Maka dalam sejarah
perkembanganya, kurikulum esensialisme menerapkan berbagai pola kurikulum,seperti
pola idealism realism dan sebaginya. Sehingga peranan sekolah dalam
menyelenggarakan pendidikan bisa sesuai dengan prinsip-prinsip dan kenyataan
social yang ada di masyarakat.
c. Aliran Perenialisme
Perenialisme
diambil dari kata perennial, yang dalam Oxford
Advanced Learner’s Dictionary Of Current English diartikan sebagai
“continuing throughout the whole year” atau “lasting for a very long time”
–abady atau kekal. Dari makna yang terkandung dalam kata itu’ aliran
perennialisme mengandung kepercayaan filsafat yang berpegang pada nilai-nilai
dan norma-norma yang bersifat kekal abadi.[3]
Aliran ini
berpendapat bahwa kehidupan zaman modern menimbulkan banyak krisis diberbagai
bidang kehidupan manusia. Dan untuk mengatasi masalah itu, aliran perennialisme
memberikan jalan keluar yaitu berupa “kembali kepada kebudayaan masa lampau
(regressive road to culture). Oleh sebab itu aliran perennialisme juga
memandang penting agar peranan pendidikan itu adalah sebagai proses
mengembalikan keadaan manusia dari zaman modern kembali kepada kebudayaan masa
lampau yang dianggap ckup ideal dan terujih ketangguhannya. Kembali pada masa
lamapu tersebut bukanlah seperti nostalgia, akan tetapi sebagai sikap yang
membanggakan kesuksesan nilai-nilai pada abad silam, yang dimana hal tersebut
juga diperlukan di zaman modern sekarang.
Aliran
perennialisme mempunyai prinsip-prinsip pendidikan sebagai berikut:
Aliran
perennialisme dibidang pendidikan sanga dipengaruhi oleh beberapa tokoh yakni
Aristoteles, Plato, dan Thomas aquinan. Dalam hal ini pokok pikiran Plato
tentang ilmu pengetahuan dan nilai-nilai adalah manifestasi hukum universal
yang abadi dan sempurna, yakni ideal sehinnga ketertiban social hanya akan
mungkin bila ide itu menjadi ukuran,asa normative dalam tata pemerintahan. Maka
tujuan utama pendidikan adalah ‘ membina pemimpin yang sadar dan mempraktekkan
asaa-asas normative dalam semua aspek kehidupan. Bagi Aristoteles tujuan pendidikan adalah “
kebahagiaan” dan untuk menvapai tujuan itu maka aspek jasmani, emosi, dan
intelek harus dikembangkan secara seimbang.
d. Aliran Rekontruksionalisme
Pada
dasarnya aliran rekontruksionalisme adalah sepaham dengan aliran perennialisme,
yaitu dalam hendak mengatasi krisis modern. Hanya saja jalan yang ditempuhnya
berbeda dengan jalan yang ditempuh oleh perennialisme, akan tetapi sesuai dengan yang dikandungnya, yaitu berusaha
membina suatu consensus yang paling luas dan paling mungkin tentang tujuan
utama dan tertinggi dalam kehidupan manusia.(Restore to the original form). Dan
untuk mencapai tujuan itu aliran rekontruksionalisme berusaha mencari
kesepakatan semua orang mengenai tujuan utama yang dapat mengatur tata
kehidupan manusia dalam suatu tatanan baru seluruh lingkungannya. Maka, dengan
lembaga dan proses pendidikan Alliran ini ingin “merombak tata susunan lama dan
membangun tata susunan hidup kebudayaan yang sama sekali”.[4]
Untuk mewujudkan
semua cita-cita diatas, dibutuhkan kerja sama dari semua penganut aliran
rekontruksionisme ini, dan berkeyakoinan bahwa bangsa-bangsa di dunia ini
mempunyai hasrat yang sama yaitu menciptakan satu dunia baru, satu kebudayaan
baru, dibawah satu kedaulatan dunia, dan dalam pengawasan mayoritas umat
manusia.
e. Aliran Eksistensialisme
Eksistensialisme
biasa dialamatkan sebagai salah satu reaksi dari sebagian terbesar reaksi terhadap
peradapan manusia yang hampir punah akibat perang dunia kedua. Dengan demikian
aliran eksistensialisme ini hakikat tujuannya adalah untuk mengembalikan
keberadaan umat manusia sesuai keadaan hidup asasi yang didmiliki dan
dihadapinya. Sebagi aliran filsafat, eksistensialisme berbeda dengan filsafat
eksistensi. Karena paham eksistensialisme secara radikal menghadapkan manusia
pada dirinya sendiri, sedang filsafat Eksistensi adalah benar-benar sebagai
arti katanya, yaitu: ” filsafat yang menempatkan cara wujud manusia sebagai
tema sentral.
Disinilah terletak
kesulitan merumuskan pengertian Eksistensialisme sebagai aliran filsafat.
Bahkan para filosof sendiri tidak memperoleh perumusan yang sama tentang
eksistensialisme itu per definisi.[5]
Seseorang yang
bernama Kierkegaarrd memberikan pengertian tentang Eksistensialisme yaitu suatu
penolakan terhadap suatu pemikiran abstrak, tidak logis atau tidak ilmiah. Aliran
rekontruksionalisme ingin memadukan hidup yang dimiliki dengan pengalaman, dan situasi sejarah yang
ia alami, aliran ini tidak mau terikat dengan hal-hal yang sifatnya abstrak
serta spekulatif. Karena baginya segala sesuatu adalah dimulai dari pengalaman
pribadi, keyakinan yang tumbuh dari dirinya dan kemampuan serta keluasan jalan
untuk mencapai keyakinan hidupnya.
Aliran ini tidak
menghendaki adanya aturan-aturan pendidkan dalam segala bentuk, ( van cleve
morris).oleh karena itu aliran ini juga menolak bentuk-bentuk pendidikan yang
ada sekarang. Akan tetapi konsep pendidikan eksistensialisme atau “
Existensialism’s concept of freedom in education” yang diajukan oleh morris tidak memberikan
kejelasan. Mungkin dari situlah aliran Eksistensialisme ini jarang dibicarakan.
f.
Aliran Idealisme
Aliran ini
termasuk aliran atau kelompok filsafat tertua, tokoh aliran ini adalah Plato (427-347
SM) yang secara umum dipandang sebagai bapak idealism di barat yang hidup kira-kira
2500 tahun yang lalu.[6]
Menurut
Poedjawijatna, aliran ini memandang dan menganggap yang nyata hanya ide. Ide
tersebut selalu tetap atau tidak menalami perubahan. Aliran ini menekankan
moral dan realitas spiritual sebagai sumber-sumber utama di alam ini.
Sejarah idealisme berawal dari pikiran Plato (427-347 SM).
Pikirannya berpengaruh terhadap para pemikir 2000 tahun sesudahnya, termasuk
pemikir di kalangan agama Masehi. Aliran ini juga telah ikut berpengaruh kepada
pemikiran filosof barat, seperti Imanuel Kant, Hegel dan lain-lain. Menurut
Plato, kebenaran empiris yang dilihat dan di rasakan terdapat dalam alam idea
(esensi), form atau idea.
Implementasi
Idealisme dalam Pendidikan
1.
Pendidikan
bukan hanya mengembangkan atau menumbuhkan, tetapi juga harus digerakkan kea
rah tujuan, yaitu terhadap tujuan dimana nilai telah direalisasikan ke dalam
bentuk yang kekal tak terbatas.
2.
Belajar
adalah proses “self development of mind
as spiritual substance” yang menempatkan jiwa bersifat kreatif.
3.
Tujuan
pendidikan adalah menjaga keunggulan cultural, social dan spiritual
4.
Pendidikan
idealisme berusaha agar seseorang dapat mencapai kesempurnaan dirinya,yaitu
mencapai nilai-nilai dan ide-ide yang diperlukan oleh semua manusia secara
bersama-sama.
5.
Tujuan
pendidikan idealism adalah ketetapan mutlak.
6.
Peranan
pendidik menurut aliran idealism adalah memenuhi akal peserta didik dengan
hakikat-hakikat dan pengetahuan yang tepat.
g. Realisme
Realisme berasal dari real yang berarti actual atau yang ada.
Realisme adalah aliran yang patuh kepada yang ada (fakta). Realisme termasuk
dalam kelompok pemikiran klasik. Aliran ini berpijak atas dasar percaya akan
hakikat-hakikat yang kekal dan tidak mengalami perubahan dalam situasi dan
kondisi apapun. Kaum realism memandang dunia ini dari sudut materi. Menurut
mereka, realitas di dunia ini adalah alam. Segala sesuatu berasal dari alam dan
yang menjadi subjek adalah hokum alam (dunia nyata, alam dan benda).[7]
Implementasi
realisme dalam pendidikan
1.
Tujuan
pendidikan adalah transmisi dari : (1) kebenaran universal yang terpisah dari
pikiran, pendapat dan pernyataan intelektual, (2) pengetahuan Tuhan, (3) nilai
atau keunggulan cultural.
2.
Metode
pengajaran dalam pendidikan realism tunduk para prinsip “mempengaruhi dan
menerima”
3.
Perhatian
pendidikan realism tertuju pada pemenuhan akal para murid dengan
peraturan-peraturan dan hakikat-hakikat yang terlihat dalam alam.
4.
Seorang
guru realism mesti ahli dalm bidang studinya (kompetensi professional). Sebab,
tugas seorang guru terpusat dalam usaha memindahkan apa yang ia lihat benar
kepadamurid secara terus menerus.
5.
Realisme
mempercayai adanya perubahan yang terbatas dan berjalan menuju satu arah.
h. Sosialisme
Sosialisme pada mulanya berdasarkan marxisme. Aliran ini merupakan
aggregasi dari ide filsafat yang dikembangkan dalam social Karl Marx. Akar
filsafat Karl Marx (marxisme) terdapat pada filsafat Hegel (Jerman), dan
kemudian dikembangkan oleh Karl Marx dan Frederich Engles sehingga akhirnya
menjadi aliran tersendiri yang bernama historis materialism.
Aliran filsafat ini terdapat di beberapa bagian dunia masa kini. Meskipun
berbeda-beda namnya, tetapi memiliki subtansi nilai yang sama. Kadang-kadang
digunakan nama sosialisme marxisme (dinisbahkan kepada Karl Marx), Marxisme
Leninisme, (dinisbahkan kepada Marx peletak dasar dan Lenin pelaksanaannya),
atau komunisme dengan sifatnya yang merangkum semua pemikiran-pemikiran
komunisme (sosialisme ilmiah).[8]
Implementasi
Sosialisme dalam Pendidikan
1.
Pendidikan
menempati tempat yang sangat penting dalam aliran filsafat ini. Kalau
sosialisme berdiri atas dasar penguasaan Negara atas semua alat produksi untuk
mewujudkan pertumbuhan, maka upaya demikian tidak sempurna secara mutlak, tanpa
pendidikan.
2.
Aliran
ini menyatakan, bahwa pengajaran adalah hak untuk semua rakyat. Aliran ini
mengingkari dan menghilangkan perbedaan kelas dan menyamakan antara pria dan
wanita dalam kesempatan mendapat pelajaran. Aliran ini tidak mengakui agama dan
menghapus pengaruhnya dari kurikulum pengajaran.
3.
Pendidikan
sosialisme mengutamakan pendidikan praktek, terapan, dan menyebarkan pengajaran
polyteknik, dimana pelajar masuk pada berbagai cabang industry, teori dan
praktek.
B. Aliran-aliran Filsafat Pendidikan Islam
a. Aliran
Agamis – Konservatif (Al-Muhafidz)
Aliran ini dalam bergumul dengan persoalan pendidikan cenderung
bersikap murni keagamaan. Mereka memaknai ilmu dengan pengertian sempit, yakni
hanya mencakup ilmu-ilmu yang dibutuhkan saat sekatang (hidup di dunia) yang
jelas-jelas akan membawa manfaat kelak di Akhirat (al-Thusi dalam Adab
al-Muta’allim)[9]
Penuntut ilmu berkeharusan mengawali belajarnya dengan Kitabullah
Al-Qur’an. Ia berusaha menghafalkan dan mampu menafsirkannya.
Tokoh-tokohnya adalah Al-Ghazali, Nasiruddin al-Thusi, Ibnu
Jama’ah, Sahnun, Ibnu Hajar al-Haitami dan al-Qabisi.
Menurut Al-Ghazali ilmu-ilmu cabang, ilmu-ilmu alat dan ilmu-ilmu
pelengkap termasuk didalamnya filsafat dibagi menjadi empat bidang :
1.
Ilmu
Ukur dan Ilmu Hitung
2.
Ilmu
Mantik (Logika)
3.
Ilmu
Ketuhanan (Teologi)
4.
Ilmu
Kealaman
b. Aliran
Religius – Rasional (Al-Diniy – Al-‘Aqlaniy)
Tidak jauh
berbeda pemikiran kalangan Religius-Rasional dengan pemikiran kalangan
“tradisional-tekstualis” (Naqliyyun) dalam hal relasi pendidikan dengan tujuan
agamawi. Ikhwan al-Shafa ini berpendapat bahwa semua ilmu dan sastra yang tidak
mengantarkan pemiliknya menuju concern terhadap akhirat, dan tidak memberikan
makna sebagi bekal disana, maka ilmu demikian hanya akan menjadi boomerang bagi
si pemilik tadi kelak di akhirat. Namun, kalangan Religius-Rasional tampak
punya perbedaan sewaktu “menggumuli” persoalan pendidikan, dan tidak memberikan
makna sebagai bekal di sana, maka ilmu demikian hanya akan menjadi bumerang
bagi sipemilik tadi kelak di akhirat. Namun, kalangan Religius-Rasional tampak
punya perbedaan sewaktu “menggumuli” persoalan pendidikan, karena cenderung
bersifat rasional-filosofis. Kecenderungan ini merupakan entry-point bagi pemerhati yang ingin mengkaji strategi atau
program pendidikanya. Kecenderungan rasional-filosofis itu secara eksp;isit
terungkap dalam rumusan mereka tentang ilmu dan belajar yang jauh berbeda
dengan rumusan kalangan tradisionalis-tekstualis.
Diantara tokoh aliran
Religius-Rasional yang dapat disebutkan adalah : Kelompok Ikhwan Al-Shafa,
Al-Farabi, Ibnu Sina, dan Ibnu Maskawaih.[10]
Aliran
Pragmatis – Instrumental (Al-Dzarai’iy)
Ibnu Khaldun adalah tokoh satu-satunya dari
aliran ini. Pemikirannya, meskipun tidak kurang komprehensifnya dibanding
kalangan Rasionalis, dilihat dari sudut pandang tujuan pendidikan, lebih banyak
bersifat pragmatis dan lebih berorientasi pada aplikatif-praktis. Dia
mengklasifikasikan ilmu pengetahuan berdasar tujuan fungsionalnya, bukan
berdasar substansialnya semata.[11]
Dengan hal itu, ia membagi ragam ilmu yang perlu dimasukkan ke dalam kurikulum
pendidikan menjadi dua bagian :
1.
Ilmu-ilmu
yang bernilai intrinsic
2.
Ilmu-ilmu
yang bersifat ekstrinsik-instrumental
Ibnu khaldun berpendapat
bahwa klasifikasi pragmatis keilmuan yang harus di pelajari oleh murid bukanlah
satu-satunya pola klasifikasi ilmu, tetapi terdapat dua sumber utama ilmu yaitu
yang bersifat alamiah dan bersifat sosiologis. Ibnu khaldun memperjelas
pendapatnya tersebut dengan pernyataan bahwa daya pikir manusia merupakan “karya-cipta”
khusus yang telah didesain Tuhan, sebagaimana terhadap ciptaan-ciptaan yang
lain.
BAB III
PENUTUP
A.
KESIMPULAN
B.
SARAN
DAFTAR PUSTAKA
Zuhairini.
2009. Filsafat Pendidikan Islam.
Jakarta : Bumi Aksara
Ridla, Muhammad
Jawwad. 2002. Teori Pendidikan Islam.
Yogyakarta : Tiara Wacana Yogya
Ramayulis,
Haji. 2009. Filsafat Pendidikan Islam.
Jakarta : Kalam Mulia
[1]
Filsafat Pendidikan Islam Telaah Sistem Pendidikan dan Pemikiran Para Tokohnya,
hal. 40
[2]
) Dra. Zuhairini,dkk fisafat pendidikan
islam,Bumi Aksara.1994. hal 25
[3]
). Ibid.27
[4]).
Ibid.hal 29
[5]
) ibid. hal 30
[6]
Ramayulis, hal 15
[7]
Ramayulis, hal.21
[8]
Ramayulis, Hal 38
[9]
Muhammad Jawwad Ridla, Teori Pendidikan Islam, hal 74
[10]
Muhammad, hal. 74
[11]
Muhammad, hal. 104
No comments:
Post a Comment