MOH.KAMILUS ZAMAN SPD.I
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar
Belakang
Di dalam tubuh ini ada akal, jasad, dan qolbu. Akal membuat
orang bisa bertindak lebih efektif dan efisien dalam melakukan apa yang ia
inginkan. Sedangkan tubuh bertugas melakukan apa yang diperintahkan oleh akal.
Sebagai contoh, apabila akal menginginkan tubuh mampu berkelahi, maka tubuh
akan berlatih agar menjadi kuat. Sayangnya, tidak sedikit orang yang cerdas,
orang yang begitu gagah perkasa, tapi tidak menjadi mulia, bahkan sebagian
diantaranya membuat kehinaan karena berbuat jahat. Mengapa? Sebab ada satu yang
membimbing akal dan tubuh yang belum diefektifkan, itulah qolbu.
Di dalam qolbu ini ada yang disebut potensi, faalhamahaa
fujuu rahaa wa taqwaaha (QS. Asy Syams [91] : 8), “Dan diilhamkan kepadanya
yang salah dan yang taqwa (benar)”. Begitulah, qolbu ini punya potensi negatif
dan potensi positif. Allah telah menyiapkan keduanya dengan adil. Dan disinilah
pentingnya fungsi manajemen. Manajemen secara sederhana berarti pengelolaan dan
pentadhiran. Sebuah sistem dengan manajemen yang baik, dengan pengelolaan yang
baik, sekecil apapun potensi yang dimiliki, Insya Allah akan membuahkan hasil
yang optimal.
B. Rumusan
Masalah
1. Apa yang
dimaksud dengan manajemen qolbu?
2. Bagaimanakah
aplikasi manajemen qolbu dalam pendidikan?
C. Tujuan
1. Untuk
mengetahui Apa yang dimaksud dengan manajemen qolbu?
2. Untuk
mengetahui Bagaimanakah aplikasi manajemen qolbu dalam pendidikan?
BAB II
PEMBAHASAN
A. Pengertian
Manajemen Qolbu
Mengelola (to manage) adalah
mengupayakan berjalannya suatu sistem yang terdapat di dalam sebuah lingkungan
tertentu. Maka, sekiranya lingkungan yang dimaksud adalah qalbu, manajemen
qalbu dapat dimaknai sebagai suatu upaya yang dilakukan agar berjalannya
fungsi-fungsi qalbu secara fitrah untuk mengimani akan kebenaran Allah Azza wa
Jalla. Qalbu atau hati adalah diri (nafs) manusia yang sesungguhnya saat
ada bersama tubuh atau jasad. Allah SWT menciptakannya sebagai bagian dari diri
manusia yang berada di dunia yang tak dapat dijangkau oleh penglihatan (lahir)!
Qalbu digunakan untuk menstabilkan
keimanan manusia dalam beribadah kepada Allah SWT. Ketika akal belum mampu
meyakini hal-hal yang sangat abstrak (goib), maka qalbu telah memulai sejak
diciptakan oleh Allah dan ditiupkan ke dalam jiwa manusia sewaktu masih di
rahim ibunya!
Qalbu, secara fitrah, adalah sebuah
'wadah' yang menyimpan nilai-nilai kebenaran! Di saat manusia tidak
memberdayakan qalbu sebagaimana fitrahnya, maka akal akan menguasai jiwa
sebagai pemimpin dalam diri! Akal, secara kodrat, sebetulnya hanya ditugaskan
oleh Allah untuk berpikir (bertafakur) tentang kejadian-kejadian di dunia
(lahir) sebagai tanda-tanda kebesaran-Nya! Anda berpikir bahwa mustahil ada
langit tetapi tidak ada yang menciptakannya! Selama akal dapat berfungsi
sebagaimana kodratnya, maka secara perlahan tapi pasti akan mengarahkan anda
meyakini kebenaran Allah: "Adanya ciptaan (makhluk), pasti ada pencipta
(kholik)-nya."
Logika berpikir manusia sangat berpengaruh
terhadap keyakinan dirinya akan ada-Nya Allah! Orang-orang beriman
diperintahkan agar berpikir dengan akalnya untuk tunduk dan patuh kepada Allah
Azza wa Jalla. Sedangkan hati, secara fitrah sangat sulit, bahkan tidak dapat,
mengingkari kebenaran! Jadi, antara akal dan hati sebenarnya diciptakan Allah
berpasangan mendukung adanya kebenaran!
Kenyataannya tidak seperti itu.
Banyak manusia yang hanya mengandalkan akalnya dan mengabaikan hatinya. Anda
pasti sering bimbang penuh keragu-raguan untuk mengimani adanya kebenaran. Satu
sisi, hati mengajak kepada kebenaran, tetapi tidak memiliki kemampuan untuk
menundukkan akal! Sedangkan, sisi lain, akal selalu digunakan untuk memikirkan
banyak hal yang tidak terkait dengan upaya-upaya merenungkan (tafakur) atas
ciptaan-ciptaan Allah, sebagaimana ajakan hati nurani!
Dalam kondisi seperti itu, qalbu
sudah seharusnya dikelola agar berfungsi sebagaimana fitrahnya! Mengelola hati
berarti menundukkan akal untuk tidak angkuh sebagai paling mampu menjawab semua
permasalahan hidup! Padahal, kenyataannya akal memang sangat terbatas
kemampuannya! Sebagai muslim, anda sudah seharusnya mengelola qalbu dengan
berdzikir kepada-Nya! Upaya-upaya untuk mengelola qalbu sangat banyak! Manusia
sesungguhnya makhluk yang diciptakan dapat merasakan hal-hal yang di luar
jangkauan akal! Akal, misalnya, tidak mampu menghentikan tetesan air mata
akibat hatinya tersentuh oleh sebuah peristiwa yang sangat mengharukan! Fungsi
hati pada contoh tersebut merupakan bukti bahwa manusia sebetulnya dapat
memberdayakan hatinya agar lebih peka terhadap nilai-nilai kebenaran!
Hati yang peka terhadap nilai-nilai
kebenaran dapat diwujudkan apabila disandarkan kepada Pemilik Kebenaran, yaitu
Allah! Sebagai contoh, anda terbawa hanyut oleh ceramah seorang ustadz yang
mengungkap kelemahan diri dalam menghadapi ujian dari Allah! Berkat diungkapnya
kekurangan diri secara ril ketika menghadapi kesulitan, maka setiap manusia
sangat membutuhkan pertolongan Allah! Hati anda merasakannya, bahwa memang
benar demikian! Mengapa hati mudah merespon segala sesuatu yang terkait dengan
kelemahan diri? Allah SWT menciptakan hati untuk mengakui kelemahan ketika
berhadapan dengan kemahabesaran-Nya!
Oleh karena itu, agar hati dapat
meningkatkan keyakinan terhadap kebenaran Allah, maka hati harus diajak untuk
mengingat Allah Yang Maha Agung (dzikrullah)! Hanya dengan itu, hati
anda akan bertambah keyakinannya bahwa Allah Azza wa Jalla Maha Pengasih dan
Maha Penyayang dapat menenangkan hati yang sedang gundah gulanah, semrawut,
bimbang, ragu, kalut, cepat putus asa dan lain-lain penyakit hati.
Manajemen Qalbu (MQ) merupakan konsep pedoman hidup Islami
yang dicetuskan Pimpinan Pesantren Daarut Tauhiid Bandung, KH Abdullah
Gymnastiar (Aa Gym), yang mengajarkan sebuah konsep baru Syiar Islam. MQ
menawarkan untuk mengajak orang memahami hati atau qalbu, diri sendiri, agar
mau dan mampu mengendalikan diri setelah memahami benar siapa dirinya sendiri.
Jadi konsep MQ ini merupakan sebuah penyadaran yang dimunculkan atas kesadaran
dirinya sendiri untuk menjadikan hidupnya lebih baik dan senantiasa berada
dalam ridha Allah.
Menurut Aa Gym, orang sering lupa terhadap diri sendiri.
Bahkan, orang selalu menyalahkan orang lain jika terjadi sesuatu pada dirinya.
Sebaiknya setiap orang harus sadar, bahwa semua yang terjadi dan bakal terjadi
bermula dari dirinya sendiri. Jika ingin jadi baik, tentu dia harus berbuat
baik. Jadi, harus lebih dulu mengenali dan memahami diri sendiri.
Namun semua itu memusat pada qalbu. Rasulullah saw dalam sebuah hadits, menyebutkan bahwa
dalam diri manusia itu terdapat suatu organ. Kalau organ itu baik, baik jugalah
seluruh manusia itu. Tetapi, kalau ia busuk, busuk pulalah seluruh manusia itu.
Organ itu adalah qalbu (hati).
Dalam menjalani hidup ini, kata Aa Gym, modal dasar untuk
membentuk jiwa yang tangguh, penuh dedikasi, dan disiplin dalam menjalankan
kerja sehari-hari adalah dengan qalbu yang bersih dan suci.
Pada konsep MQ, semuanya dimulai dari hati kita sendiri.
Maka agar menjadi manusia yang baik dan solih, hatinya harus bersih dari
berbagai penyakit hati. Karena itu, seorang muslim harus sangat mementingkan
pembenahan hati, atau yang sering disebut metode Manajemen Qalbu (MQ).
MQ dalah upaya untuk mengatur dan memelihara kebeningan hati dengan cara mengenal Allah.
Salah satu caranya dengan berzikir. Selanjutnya, hati yang damai itu diisi
dengan nilai-nilai rohani Islam seperti sabar, rida, tawakal, ikhlas, jujur,
dan disertai dengan ikhtiar. Bila sudah memiliki itu, maka apa yang disampaikan
(dengan hati yang tulus) itu akan menyentuh relung hati orang banyak.
Menurut Aa Gym, agama pasti mampu menyelesaikan berbagai masalah yang sedang dihadapi bangsa
Indonesia. Hanya, masalahnya, mengamalkan agama dan menyosialisasikannya harus
dilakukan terus-menerus, lebih inovatif, dan kreatif. Jadi, bisa diterima
masyarakat yang terus mengalami perubahan. Namun yang terpenting, kata Aa Gym,
bagaimana kita mengaktualisasikan pemahaman agama itu dengan benar dan
konsisten. Dengan begitu, masyarakat bisa menerima agama sebagai suatu solusi.
Jangan hanya mengaku beragama, tetapi tindakan dan perilakunya justru jauh dari
agama itu. Kondisinya saat ini kan seperti itu. Banyak masyarakat yang tidak
konsisten dengan agamanya.
B. Mengenal Potensi Diri
Dalam khazanah keilmuan Islam, kita
mengenal tiga potensi dasar yang telah dianugerahkan Allah kepada manusia,
yaitu akal, nafsu, dan hati (qalbu). Potensi dasar manusia yang pertama adalah
akal. Allah menciptakan manusia dengan amat sempurna (Q.S.at-Tiin [95]: 1-4).
Tak ada satu makhluk pun yang bisa menandingi. Dari segi fisik manusia tampak
lebih anggun, cantik atau tampan, gagah dan menawan. Terlebih lagi manusia
memiliki satu aset yang tidak dimiliki oleh lainnya, yaitu potensi akal.
Dengan akal manusia bisa berkreasi, berkarya hingga mampu
merubah wajah dunia menjadi serba semraut dan berbagai macam lahirnya penemuan
dan teknologi mutakhir saat ini. Dengan akal pula manusia bisa menolong jutaan
manusia lainnya, ia mampu menciptakan alat telekomunikasi hingga bisa berbicara
dalam jarak yang cukup jauh. Ia ciptakan alat transportasi hingga tidak terlalu
menguras tenaga untuk menuju tempat yang dimaksud. Ia menemukan komputer
sehingga mempermudah pekerjaan manual dengan kecepatannya yang sangat tinggi.
Secara sadar atau tidak manusia juga memiliki kekurangan
yang tidak sedikit. Ia bisa tetanus hanya disebabkan oleh duri kecil. Ia bisa
terluka hanya oleh goresan pisau, bahkan ia bisa bunuh diri hanya disebabkan
problem pribadi. Ia tak mampu menahan jerawat yang mulai tumbuh sebagai tanda bahwa
ia sudah dewasa—sekalipun di wajahnya sendiri. Dan ia akan merasa kebingungan
manakala tidak ada toilet di saat akan membuang penyakit (baca: buang air
besar).
Dengan akal ini sebenarnya, bila dilihat
dari ayat-ayat Quran, dimaksudkan supaya berpikir dan merenungkan ciptaan dan
kekuasaan Allah di semesta raya ini. Artinya, potensi akal ini merupakan
pendorong manusia agar lebih dekat kepada Allah dan mengetahui peran dan tugas
manusia di muka bumi ini.
Potensi dasar kedua yang diberikan Allah ini adalah nafsu.
Nafsu ini berkaitan dengan kecenderungan manusia yang seringkali egoistik,
mementingkan diri sendiri. Dalam bahasa agama Islam, egoisme ini dinamai hawa
nafsu. Perkataan hawa nafsu berasal dari kata Arab. Hawa berarti keinginan dan
al-nafs berarti diri manusia atau kecenderungan dalam diri manusia. Jadi, hawa
nafsu berarti kecenderungan dalam diri manusia untuk selalu mengikuti hal-hal
yang buruk.
Oleh karena itu, manusia disuruh melawan
dan mengendalikan hawa nafsu. Usaha manusia dalam perjuangan melawan hawa nafsu
ini tentu bertingkat-tingkat, tergantung pada kemampuan dan kekuatan imannya.
Dalam buku Mizan al-’Amal, Imam Ghazali menyebutkan tiga tingkatan manusia
dalam masalah ini.
Pertama, orang yang sepenuhnya dikuasai
oleh hawa nafsunya dan tidak dapat melawannya sama sekali. Ini merupakan
keadaan manusia pada umumnya. Dengan begitu, ia sungguh telah mempertuhankan
hawa nafsunya seperti dimaksud ayat ini, ”Maka, pernahkah kamu melihat orang
yang telah menjadikan hawa nafsunya sebagai tuhannya dan Allah membiarkannya
sesat berdasarkan ilmu-Nya” (QS.Al-Jatsiyah: 23).
Kedua, orang yang senantiasa dalam pertarungan melawan hawa
nafsu. Pada suatu kali ia menangtu demi a kali yang lain ia kalah. Kalau maut
merenggutnya dalam pertarungan ini, maka ia tergolong mati syahid. Dikatakan
demikian, karena ia sedang dalam perjuangan melawan hawa nafsu sesuai perintah
Nabi Muhammad saw, ”berjuanglah kamu melawan hawa nafsumu sebagaimana kamu
berjuang melawan musuh-musuhmu.”
Ketiga, orang yang sepenuhnya dapat menguasai dan mengendalikan hawa nafsunya. Inilah orang
yang mendapat rahmat Allah, sehingga terjaga dan terpelihara dari dosa-dosa dan
maksiat. Menurut Imam Ghazali, ini merupakan tingkatan para nabi dan wali-wali
Allah. Dalam perjuangan melawan hawa nafsu, menurut Ghazali, manusia dituntut
ekstra hati-hati dan waspada secara terus-menerus, supaya ia jangan tertipu
(ghurur). Banyak orang merasa telah bekerja dan berjuang untuk agama, nusa, dan
bangsa, padahal sesungguhnya ia bekerja hanya untuk kepentingan dirinya sendiri
dan untuk memuaskan egonya. Inilah bentuk keterjebakkan setan.
Dalam situasi demikian, Ghazali menganjurkan agar kita berpihak dan memilih sesuatu yang menyusahkan
daripada yang menyenangkan. Alasannya, kebaikan pada umumnya menuntut kerja
keras dan pengorbanan, sehingga terkesan menyusahkan. Allah berfirman, “dan
jiwa serta penyempurnaannya (ciptaannya), maka Allah mengilhamkan kepada jiwa
itu (jalan) kefasikan dan ketakwaannya. Sesungguhnya beruntunglah orang yang
mensucikan jiwa itu, dan sesungguhnya merugilah orang yang mengotorinya” (QS
91:7-10).
Ini juga disabdakan Rasulullah saw, “cobaan akan
dibentangkan kepada manusia laksana tikar, satu demi satu. Ketika hati
dipengaruhinya, satu titik hitam tercatatlah dalam hati. Ketika hati mengingkarinya,
satu titik putih tercatatlah dalam hati sehingga hati menjadi satu dari dua
jenis: yang putih seperti batu putih yang lulus dari cobaan, atau yang gelap
hitam karena tidak mengenal ma’ruf (kebaikan) atau mengingkari kemungkaran”
(HR.Muslim).
Potensi yang ketiga adalah qalbu (hati). Fungsi qalbu
biasanya lebih dittikberatkan untuk mengawal aktivitas ruhaniah dan meraih
kebahagiaan hidup. Dalam khazanah ilmu tasawuf, qalbu bagi tiga bagian.
Pertama, qolbun salim (hati yang sehat). Hati yang sehat adalah hati yang
selamat. Pada hari kiamat nanti, barangsiapa menghadap Allah Subhanahu wa
Ta’ala tanpa membawa hati yang sehat tidak akan selamat. Allah berfirman,
“adalah hari yang mana harta dan anak-anak tidak bermanfaat, kecuali orang yang
datang kepada Allah dengan hati yang selamat” (Asy-Syu’ara : 88-89).
Hati yang selamat didefinisikan sebagai
hati yang terbebas dari setiap syahwat, keinginan yang bertentangan dengan
perintah Allah Subhanahu wa Ta’ala dan dari setiap syubhat, ketidakjelasan yang
menyeleweng dari kebenaran. Hati ini selamat dari beribadah kepada selain Allah
Subhanahu wa Ta’ala dan berhukum kepada selain Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi
wa Sallam . Ubudiyahnya murni kepada Allah Subhanahu wa Ta’ala . Iradahnya,
mahabbahnya, inabahnya, ikhbatnya, khasyyahnya, roja’nya, dan amalnya, semuanya
karenaNya. Jika ia mencintai, membenci, memberi, dan menahan diri, semuanya
karena Allah.
Kedua, adalah qolbun mayyit (hati yang
mati). Hati yang mati adalah hati yang tidak mengenal siapa Rabbnya. Ia tidak
beribadah kepadaNya dengan menjalankan perintahNya atau menghadirkan sesuatu
yang dicintai dan diridlaiNya. Hati model ini selalu berjalan bersama hawa
nafsu dan kenikmatan duniawi, walaupun itu dibenci dan dimurkai-Nya. Ia tidak
peduli dengan keridlaan atau kemurkaan-Nya. Baginya, yang penting adalah
memenuhi keinginan hawa nafsu. Ia menghamba kepada selain-Nya. Hawa nafsu telah
menguasainya dan lebih ia cintai daripada keridlaan Allah. Hawa nafsu telah
menjadi pemimpin dan pengendali baginya. Kebodohan adalah sopirnya, dan
kelalaian adalah kendaraan baginya. Seluruh pikirannya dicurahkan untuk
menggapai target-target duniawi.
Yang ketiga, adalah qolbun married (hati
yang sakit). Hati yang sakit adalah hati yang hidup namun mengandung penyakit.
Ia akan mengikuti unsur yang kuat. Kadang-kadang ia cenderung kepada
‘kehidupan’, dan kadang-kadang pula cenderung kepada ‘penyakit’. Padanya ada
kecintaan, keimanan, keikhlasan, dan tawakkal kepadaAllah, yang merupakan
sumber kehidupannya. Padanya pula ada kecintaan dan ketamakan terhadap syahwat,
hasad, kibr, dan sifat ujub, yang merupakan sumber bencana dan kehancurannya.
Model muslim seperti ini ada di antara dua penyeru; penyeru kepada Allah dan
Rasulullah saw serta hari akhir, dan juga cenderung kuat pada kehidupan
duniawi. Mana seruan yang disambutnya, tentu yang disambutnya adalah yang
paling dekat, paling akrab atau tidak memberatkannya.
Demikianlah, hati yang pertama adalah
hati yang hidup, khusyu’, tawadlu’, lembut dan selalu berjaga. Hati yang kedua
adalah hati yang gersang dan mati, Hati yang ketiga adalah hati yang sakit,
kadang-kadang dekat kepada keselamatan dan kadang-kadang dekat kepada
kebinasaan.
C. Penyakit
Qalbu dan Terapinya
Ada beberapa penyakit qalbu yang kadang terus hinggapi dan
gugurkan amaliyah ibadah seorang Muslim. Menurut Imam al-Ghazali, bahwa penyakit qalbu bermuara pada hasad (iri),
riya’ dan ‘ujub atau takabbur. Ketiga penyakit ini merupakan induk dari semua
penyakit qalbu lainnya.
Penyakit hasad atau dengki adalah sikap tidak suka melihat
orang lain mendapat nikmat dan mengharapkan nikmat itu
lenyap darinya. Sedangkan kibr atau sombong merupakan penyakit qalbu, yang
pelakunya kadang menganggap remeh orang lain. Rasulullah bersabda, “kibr itu
menolak kebenaran dan meremehkan orang lain” (HR.Muslim). Ada pun penyakit riya
ini berkaitan dengan keinginan untuk menanpakkan diri sekaligus ingin dianggap
yang paling wah-hebat atau lainnya di hadapan orang lain.
Jika kita cermati ketiga jenis penyakit kronis ini, bahkan
penyakit-penyakit qalbu lainnya serta kerusakan yang ditimbulkannya sejatinya
berpangkal dari ‘virus’ cinta dunia (hubb al-dunya) yang berlebihan.
Akibat terlalu cinta dunia, rasa iri terhadap nikmat yang
dimiliki orang lain akan mulai menyelinap dalam qalbu-nya. Lalu muncul sifat
sombong, karena telah merasa memiliki segalanya, kemudian bersemi keinginan
untuk memamerkan apa yang telah diperolehnya. Dari sini kemudian tumbuh sikap
menghalalkan segala cara asal tujuan dapat tercapai. Yang penting hasil. Tak
peduli bagaimana proses yang dilaluinya.
Adapun terapi atau pengobatan yang ditawarkan Ibnu Qayyim
Al-Jauziyah, untuk menangani berbagai penyakit qalbu di atas adalah;
1.
Memaksakan dirinya selalu mendekatkan diri kepada Allah di
mana pun berada. Bila seluruh hidupnya sudah diarahkan pada Allah, maka
qalbunya akan selalu mengajak dan mendorong pemiliknya untuk menemukan
ketenangan dan ketentraman bersama Allah. Sehingga tatkala itulah ruh
benar-benar merasakan kehidupan, kenikmatan dan menjadikan hidup lain daripada
yang lain, bukan kehidupan yang penuh kelalaian dan berpaling dari tujuan
penciptaan manusia.
2.
Tidak bosan berdzikir. Di antara sebagian tanda sehatnya
qalbu adalah tidak pernah bosan untuk berdzikir mengingat Allah. Tidak pernah
merasa jemu untuk mengabdi kepada-Nya, tidak terlena dan asyik dengan
selain-Nya, kecuali kepada orang yang menunjukkan ke jalan-Nya, orang yang
mengingatkan dia kepada Allah atau saling mengingatkan dalam kerangka berdzikir
kepada-Nya.
3.
Menyesal jika luput dari berdzikir. Qalbu yang sehat di
antara tandanya adalah, jika luput dan ketinggalan dari dzikir dan wirid, maka
dia sangat menyesal, merasa sedih dan sakit melebihi sedihnya seorang bakhil
yang kehilangan hartanya.
4.
Rindu beribadah. Qalbu yang sehat selalu rindu untuk
menghamba dan mengabdi kepada Allah, sebagaimana rindunya seorang yang
kelaparan terhadap makanan dan minuman.
5.
Khusyu` dalam shalat. Qalbu yang sehat adalah jika dia
sedang melakukan shalat, maka dia tinggalkan segala keinginan dan sesuatu yang
bersifat keduniaan. Sangat memperhatikan masalah shalat dan bersegera
melakukannya, serta mendapati ketenangan dan kenikmatan di dalam shalat
tersebut. Baginya shalat merupakan kebahagiaan dan penyejuk hati dan jiwa.
6.
Selalu introspeksi dan meperbaiki diri. Qalbu yang sehat
senantiasa menaruh perhatian yang besar untuk terus memperbaiki amal, melebihi
perhatian terhadap amal itu sendiri. Dia terus bersemangat untuk meningkat kan
keikhlasan dalam beramal, mengharap nasihat, mutaba’ah (mengontrol) dan ihsan
(seakan-akan melihat Allah) dalam beribadah, atau selalu merasa dilihat Allah).
Bersamaan dengan itu dia selalu memperhatikan pemberian dan nikmat dari Allah
serta kekurangan dirinya di dalam memenuhi hak-hak-Nya.
D. Inovasi Pendidikan Akhlak Berbasis Manajemen
Qalbu
Di dalam Qolbu terhimpun perasaan moral,
mengalami dan menghayati tentang salah-benar, baik buruk serta berbagai
keputusan yang harus dipertanggung jawabkannya secara sadar, sehingga kualitas
Qalbu akan menentukan apakah dirinya bisa tampil sebagai subjek, bahkan sebagai
wakil Tuhan di muka bumi, ataukah terpuruk dalam kebinatangan yang hina. Untuk
itu perlu upaya untuk membersihkan dan memberikan pencerahan Qolbu, yaitu
dengan cara penyucian jiwa (Tazkiyah An Nafs) yang berarti menghiasi diri
dengan sifat-sifat terpuji, sesudah membersihkannya dari sifat-sifat tercela.
Dengan kata lain diri dibersihkan dari kotoran
dan kerusakannya diubah menjadi An Nafs Al Lawwamah (jiwa
yang mencela) dan akhirnya menjadi An Nafs Al Muthma’innah. Selanjutnya adalah
dengan cara menghapus kecintaan terhadap dunia serta menghilangkan segenap
kesedihan, kedukaan dan kekhawatiran atas segala sesuatu yang tidak berguna
yaitu dengan cara senantiasa dan terus menerus mengingat Allah (Dzikrullah).
Adapun upaya lain yang dapat dilakukan untuk
pencerahan Qolbu adalah, antara lain :
1. Biasakan sekuat daya untuk melakukan
pembersihan atau pelurusan Qalbu.
2. Senantiasa berkemauan kuat untuk meningkatkan
kemampuan (keprofesionalan) diri dalam bidang apapun
Realisasi kunci pertama dilakukan dengan berusaha
untuk introspeksi (penilaian) diri dengan tekad untuk memperbaiki diri.
Penilaian diri dimulai dari lingkungan yang terkecil seperti keluarga. Setelah
lingkungan keluarga, penilaian diri diperluas ke saudara-saudara terdekat dan
kemudian orang-orang di sekitar kita. Yakinlah bahwa semakin diri dapat dibuat
terbuka, dapat menerima kritikan dengan keikhlasan, Insya Allah perkembangan
kemampuan diri akan semakin baik. Untuk pembersihan hati ada lima tahap yang
perlu ditempuh, antara lain :
1. Adanya tekad kuat untuk memahami dan
memperbaiki diri serta membersihkan hati.
2. Memiliki “ilmu” mengenai pemahaman atau
pengenalan diri. Sebab seseorang dapat membersihkan hati melalui perbaikan diri
secara kontinu jika telah menyadari keadaan dirinya.
3. Menafakuri diri sendiri melalui evaluasi diri
dengan bekal ilmu (tentang pengendalian diri) yang dimilikinya.
4. Proses mengevaluasi diri perlu untuk diperluas.
Dengan kata lain, evaluasi diri dibicarakan secara terbuka dan bersama-sama
sehingga proses pembersihan Qalbu semakin efektif.
5. Berkaitan dengan proses pembelajaran yaitu
bagaimana diri mau belajar dari diri orang lain.
Sedangkan untuk kunci yang kedua diperlukan
adanya kejujuran sebagai modal dasar untuk membentuk jiwa yang tangguh, penuh
dedikasi dan disiplin dalam menjalankan kerja sehari-hari. Manajemen Qalbu
tidak hanya membentuk manusia yang ahli dzikir dan ahli fikir tetapi juga
manusia yang ahli ikhtiar. Hal ini akan berkaitan dengan amal nyata dan karya
nyata melalui proses pelatihan bidang untuk peningkatan kualitas
keprofesionalan.
Adapun bentuk pelaksanaan Manajemen Qolbu yang
bersifat kelompok, dilaksanakan dengan sistem ta’lim yang dibagi ke dalam
beberapa kelompok lain. Materi yang diberikan bertendensi kepada pembentukan
akhlak seperti ; kesabaran, kejujuran, keteladanan. Ayat-ayat dan hadits-hadits
pendukung juga disiapkan dalam materi tersebut. Ada tiga materi pokok yang
terkait dengan Manajemen Qolbu yaitu keutamaan hati, mengenal potensi manusia
dan potensi diri sendiri serta pengenalan diri.
Di dalam
Qolbu terhimpun perasaan moral, mengalami dan menghayati tentang salah-benar,
baik buruk serta berbagai keputusan yang harus dipertanggung jawabkannya secara
sadar, sehingga kualitas Qalbu akan menentukan apakah dirinya bisa tampil
sebagai subjek, bahkan sebagai wakil Tuhan di muka bumi, ataukah terpuruk dalam
kebinatangan yang hina. Untuk itu perlu upaya untuk membersihkan dan memberikan
pencerahan Qolbu, yaitu dengan cara penyucian jiwa (Tazkiyah An Nafs) yang
berarti menghiasi diri dengan sifat-sifat terpuji, sesudah membersihkannya dari
sifat-sifat tercela. Dengan kata lain diri dibersihkan dari kotoran dan
kerusakannya diubah menjadi An Nafs Al Lawwamah (jiwa yang mencela) dan
akhirnya menjadi An Nafs Al Muthma’innah. Selanjutnya adalah dengan cara menghapus
kecintaan terhadap dunia serta menghilangkan segenap kesedihan, kedukaan dan
kekhawatiran atas segala sesuatu yang tidak berguna yaitu dengan cara
senantiasa dan terus menerus mengingat Allah (Dzikrullah).
Adapun
upaya lain yang dapat dilakukan untuk pencerahan Qolbu adalah, antara lain
1. Biasakan sekuat daya untuk melakukan
pembersihan atau pelurusan Qalbu.
2. Senantiasa berkemauan kuat untuk meningkatkan
kemampuan (keprofesionalan) diri dalam bidang apapun.
Realisasi kunci pertama dilakukan dengan berusaha
untuk introspeksi (penilaian) diri dengan tekad untuk memperbaiki diri.
Penilaian diri dimulai dari lingkungan yang terkecil seperti keluarga. Setelah
lingkungan keluarga, penilaian diri diperluas ke saudara-saudara terdekat dan
kemudian orang-orang di sekitar kita. Yakinlah bahwa semakin diri dapat dibuat
terbuka, dapat menerima kritikan dengan keikhlasan, Insya Allah perkembangan
kemampuan diri akan semakin baik. Untuk pembersihan hati ada lima tahap yang
perlu ditempuh, antara lain :
1. Adanya tekad kuat untuk memahami dan
memperbaiki diri serta membersihkan hati.
2. Memiliki “ilmu” mengenai pemahaman atau
pengenalan diri. Sebab seseorang dapat membersihkan hati melalui perbaikan diri
secara kontinu jika telah menyadari keadaan dirinya.
3. Menafakuri diri sendiri melalui evaluasi diri
dengan bekal ilmu (tentang pengendalian diri) yang dimilikinya.
4. Proses mengevaluasi diri perlu untuk diperluas.
Dengan kata lain, evaluasi diri dibicarakan secara terbuka dan bersama-sama
sehingga proses pembersihan Qalbu semakin efektif.
5. Berkaitan dengan proses pembelajaran yaitu
bagaimana diri mau belajar dari diri orang lain.
Sedangkan untuk kunci yang kedua diperlukan
adanya kejujuran sebagai modal dasar untuk membentuk jiwa yang tangguh, penuh
dedikasi dan disiplin dalam menjalankan kerja sehari-hari. Manajemen Qalbu
tidak hanya membentuk manusia yang ahli dzikir dan ahli fikir tetapi juga
manusia yang ahli ikhtiar. Hal ini akan berkaitan dengan amal nyata dan karya
nyata melalui proses pelatihan bidang untuk peningkatan kualitas keprofesionalan.
Adapun bentuk pelaksanaan Manajemen Qolbu yang
bersifat kelompok, dilaksanakan dengan sistem ta’lim yang dibagi ke dalam
beberapa kelompok lain. Materi yang diberikan bertendensi kepada pembentukan
akhlak seperti ; kesabaran, kejujuran, keteladanan. Ayat-ayat dan hadits-hadits
pendukung juga disiapkan dalam materi tersebut. Ada tiga materi pokok yang
terkait dengan Manajemen Qolbu yaitu keutamaan hati, mengenal potensi manusia
dan potensi diri sendiri serta pengenalan diri.
BAB III
PENUTUP
Kesimpulan
Mengelola (to manage) adalah mengupayakan berjalannya suatu
sistem yang terdapat di dalam sebuah lingkungan tertentu. Maka, sekiranya
lingkungan yang dimaksud adalah qalbu, manajemen qalbu dapat dimaknai sebagai
suatu upaya yang dilakukan agar berjalannya fungsi-fungsi qalbu secara fitrah
untuk mengimani akan kebenaran Allah Azza wa Jalla.
Dalam khazanah
keilmuan Islam, kita mengenal tiga potensi dasar yang telah dianugerahkan Allah
kepada manusia, yaitu akal, nafsu, dan hati (qalbu). Potensi dasar manusia yang
pertama adalah akal. Allah menciptakan manusia dengan amat sempurna
(Q.S.at-Tiin [95]: 1-4). Tak ada satu makhluk pun yang bisa menandingi. Dari
segi fisik manusia tampak lebih anggun, cantik atau tampan, gagah dan menawan.
Terlebih lagi manusia memiliki satu aset yang tidak dimiliki oleh lainnya,
yaitu potensi akal
Daftar Pustaka
http://forum.republika.co.id/showthread.php?1032-Manajemen-Qalbu
No comments:
Post a Comment