BAB I
PENDAHULUAN
A.
LATAR BELAKANG
Pendidikan
merupakan usaha sadar dan terencana untuk mewujudkan suasana belajar dan proses
pembelajaran agar peserta didik secara aktif mengembangkan potensi dirinya
untuk memiliki kekuatan spiritual keagamaan, pengendalian diri, kepribadian,
kecerdasan, akhlak mulia, serta keterampilan yang diperlukan dirinya,
masyarakat, bangsa dan negara. Dalam sebuah pekerjaan, sebuah media dan sumber
menjadi sesuatu yang lumrah dan penting untuk dilakukan. Tanpanya proses
pekerjaan yang dilakukan tidak akan berjalan normal seperti yang diharapkan.
Begitu
pula dengan proses pendidikan dan pengajaran. Sebagimana diatas bahwa media dan
sumber menjadi sesuatu yang urgen dan penting untuk diadakan sebagai salah satu
tolok ukur/penentu keberhasilan proses pendidikan dan pembelajaran. Ilmu pengetahuan
yang akan disampaikan akan tersalurkan dengan baik apabila didukung dengan
pengadaan media pembelajaran beserta sumbernya.
B.
RUMUSAN MASALAH
1.
Apa pengertian dan macam-macam sumber pendidikan Islam?
2.
Apa pengertian dan macam-macam media pendidikan Islam?
C.
TUJUAN PENULISAN
1.
Untuk menjelaskan tentang pengertian dan macam-macam sumber
pendidikan Islam.
2.
Untuk menjelaskan tentang pengertian dan macam-macam media
pendidikan Islam.
BAB II
PEMBAHASAN
2.1.
SUMBER PENDIDIKAN ISLAM
2.1.1.
Pengertian Sumber Pendidikan Islam
Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI) 1986, sumber adalah
asal sesuatu. Jika dikaitkan dengan ajaran Islam, sumber berarti asal ajaran
Islam, yang termasuk sumber agama Islam didalamnya. Sehingga antara sumber ajaran
agama Islam dengan sumber ajaran Islam mempunyai hubungan yang sangat erat dan
tidak mungkin dipisahkan, dikarenakan ajaran Islam adalah pengembangan agama
Islam[1].
Umat Islam mempercayai bahwa Al-Qur'an merupakan puncak dan penutup
wahyu Allah yang diperuntukkan bagi manusia, yang disampaikan kepada Nabi
Muhammad Shallallahu ‘alaihi wa sallam, melalui perantaraan Malaikat Jibril.
Dan sebagai wahyu pertama yang diterima oleh Rasulullah SAW adalah sebagaimana
yang terdapat dalam surat Al-'Alaq ayat 1-5:
ù&tø%$# ÉOó$$Î/ y7În/u Ï%©!$# t,n=y{ ÇÊÈ t,n=y{ z`»|¡SM}$# ô`ÏB @,n=tã ÇËÈ ù&tø%$# y7/uur ãPtø.F{$# ÇÌÈ Ï%©!$# zO¯=tæ ÉOn=s)ø9$$Î/ ÇÍÈ zO¯=tæ z`»|¡SM}$# $tB óOs9 ÷Ls>÷èt ÇÎÈ
1. Bacalah dengan (menyebut) nama Tuhanmu yang Menciptakan, 2.
Dia telah menciptakan manusia dari segumpal darah. 3. Bacalah, dan Tuhanmulah
yang Maha pemurah, 4. yang mengajar (manusia) dengan perantaran kalam, 5. Dia
mengajar kepada manusia apa yang tidak diketahuinya (QS. Al-‘Alaq: 1-5)
Sumber pendidikan Islam yang dimaksudkan disini adalah semua acuan atau
rujukan yang darinya memancarkan ilmu pengetahuan dari nilai-nilai yang akan
ditransinternalisasikan dalam pendidikan
Islam. Sumber ini tentunya sudah diyakini kebenaran dan kekuatannya dalam
menghantar aktivitas pendidikan, dan telah teruji dari waktu ke waktu.Sumber
pendidikan terkadang disebut dengan dasar ideal pendidikan Islam. Urgensi
penentuan sumber di sini adalah untuk [2]:
1. Mengarahkan tujuan pendidikan Islam yang
ingin dicapai.
2. Membingkai seluruh kurikulum yang dilakukan
dalam proses belajar mengajar, yang di dalamnya termasuk materi, metode, media,
sarana dan evaluasi.
3. Menjadi standar dan tolak ukur dalam
evaluasi, apakah kegiatan pendidikan telah mencapai dan sesuai dengan apa yang
diharapkan atau belum.
2.1.2.
Macam-Macam Sumber Pendidikan Islam Dan Implikasinya Terhadap
Pendidikan Islam.
Sebagian besar ulama bersepakat bahwa sumber ajaran Islam yang
paling utama ada dua, yaitu Al-Qur’an dan As-Sunnah. Kemudian penalaran atau
akal pikiran adalah sebagai alat bantu untuk memahami Al-Qur’an dan As-Sunnah[3].
a.
Al-Qur’an
Al-Qur’an adalah sumber agama Islam yang pertama dan paling utama,
karena Al-Qur’an merupakan kitab suci (kalamullah) yang memuat firman-firman
Allah, disampaikan kepada Nabi Muhammad Saw melalui perantara malaikat Jibril.
Tujuannya tidak lain untuk menjadi pedoman atau petunjuk bagi kehidupan umat
manusia untuk mencapai kesejahteraan di dunia dan kebahagiaan di akhirat kelak[4].
Al-Qur’an merupakan sumber pendidikan yang terlengkap, baik itu pendidikan
kemasayarakatan (sosial), moral (akhlak), maupun spiritual (kerohanian), serta
material (kejasmanian) dan alam semesta. Al-Qur’an merupakan sumber nilai yang
absolut dan utuh. Eksistensi-nya tidak akan pernah mengalami perubahan.
Al-Qur’an juga merupakan pedoman normatif-teoritis bagi pelaksanaan pendidikan
Islam yang memerlukan penafsiran lebih lanjut bagi operasional pendidikan Islam
lebih lanjut[5].
Isi Al-Qur’an mencakup seluruh dimensi manusia dan mampu menyentuh
seluruh potensi manusia, dan memotivasi agar manusia mempergunakan hatinya
untuk mentransfer nilai-nilai pendidikan ilahiah, dan sebagainya. Kesemua
proses ini merupakan sistem umum pendidikan yang ditawarkan Allah SWT[6].
Pelaksanaan pendidikan Islam harus senantiasa mengacu pada sumber
yang termuat dalam Al-Qur’an, karena dengan berpegang kepada nilai-nilai yang
terkandung dalam Al-qur’an, akan mampu mengarahkan dan mengantarkan manusia
bersifat dinamis, kreatif, serta mampu mencapai esensi nilai-nilai ‘ubudiyah
pada khaliqnya. Dengan sikap ini, maka proses pendidikan Islam akan senantiasa
terarah dan mampu menciptakan dan mengantarkan out putnya sebagai manusia
berkualitas dan bertanggung jawab terhadap semua aktifitas yang dilakukannya.
Seluruh dimensi yang dikandung dalam Al-Qur’an memiliki misi dan implikasi
kependidikan yang bergaya imperatif, motivasi dan persuasif- dinamis, sebagai
suatu sistem pendidikan yang utuh[7].
Keseluruhan proses pendidikan Islam tersebut merupakan proses konservasi
dan transformasi, serta internalisasi nilai- nilai dalam kehidupan manusia
sebagai manusia yang di inginkan oleh ajaran Islam. Dengan upaya ini,
diharapkan peserta didik mampu hidup secara serasi dan seimbang, baik dalam
kehidupan di dunia maupun di akhirat[8].
b.
As-Sunnah
As-Sunnah merupakan sumber ajaran Islam kedua setelah Al-Qur’an[9].
Adapun kedudukan As-Sunnah sebagai sumber ajaran Islam ialah selain didasarkan
pada keterangan-keterangan dari ayat-ayat Al-Qur’an, segala sesuatu yang
berasal dari Rasulullah Saw serta kesepakatan para sahabat[10].
Segala sesuatu yang bersumber dari Rasulullah Saw tersebut bisa berupa
perkataan (sunnah qauliyah), perbuatan (sunnah fi’iyah), atau ketetapan beliau
(sunnah taqririyah)[11].
Sebagai sumber ajaran islam, al-Hadits mempunyai peranan penting
setelah Al-Qur’an. Sebab, umumnya ayat-ayat Al-Qur’an diturunkan dengan
kata-kata yang membutuhkan perincian dan dijelaskan lebih lanjut melalui
As-Sunnah[12].
Sebagaimana Firman Allah:
ÏM»uZÉit7ø9$$Î/ Ìç/9$#ur 3 !$uZø9tRr&ur y7øs9Î) tò2Ïe%!$# tûÎiüt7çFÏ9 Ĩ$¨Z=Ï9 $tB tAÌhçR öNÍkös9Î) öNßg¯=yès9ur crã©3xÿtGt ÇÍÍÈ
Keterangan-keterangan
(mukjizat) dan kitab-kitab. dan Kami turunkan kepadamu Al Quran, agar kamu
(Muhammad) menerangkan pada umat manusia apa yang telah diturunkan kepada
mereka dan supaya mereka memikirkan. (QS An-Nahl: 44)
Kesemua
contoh yang telah ditunjukan Nabi, merupakan sumber acuan yang dapat digunakan
umat Islam dalam seluruh aktifitas kehidupan-nya, meskipun secara umum bagian
terbesar dari syariah Islam telah terkandung dalam Al-Qur’an, namun muatan
hukum yang terkandung belum mengatur berbagai dimensi aktivitas kehidupan umat
secara terperinci dan analitis. Penjelasan syariah yang terkandung dalam
Al-Qur’an, masih bersifat global. Untuk itu, diperlukan keberadaan hadits Nabi
sebagai penjelas dan penguat hukum-hukum yang terdapat dalam Al-Qur’an yang
ada, sekaligus sebagai petunjuk (pedoman) bagi kemaslahatan hidup manusia dalam
semua aspeknya[13].
Dari
uraian diatas dapat dilihat bagaimana posisi dan fungsi hadits Nabi sebagai
sumber pendidikan Islam yang utama setelah Al-Qur’an. Eksistensinya merupakan
sumber insfirasi ilmu pengetahuan yang berisikan keputusan dan penjelasan Nabi
dari pesan-pesan ilahiah yang tidak terdapat dalam Al-Qur’an,mapun yang ada
dalam Al-Qur’an, tapi masih membutuhkan penjelasan[14].
c.
Ra’yu (akal pikiran) melalui proses ijtihad
Menurut ajaran Islam, manusia dibekali oleh Allah dengan berbagai
perlangkapan yang sangat berharga antara lain akal, kehendak, dan kemampuan
untuk berbicara. Dengan akal, manusia dapat membedakan antara yang benar dengan
yang salah, yang baik dan yang buruk, dan antara kenyataan dan khayalan[15].
Sebagaimana diketahui bahwa sumber nilai dan ajaran Islam adalah
Al-Qur’an dan As-Sunnah. Namun
adakalanya ketika akan menetapkan sesuatu perkara, di dalam Al-Qur’an dan
As-Sunnah tidak terdapat keterangan yang jelas. Maka dari itu, ajaran Islam
memberikan langkah untuk menetapkan sebuah perkara dengan jalan melakukan
ijtihad, yang merupakan nilai dasar dan sistematik yang muktamad (valid) dalam
ajaran Islam[16].
Seiring dengan perkembangan zaman yang semakin pesat, menjadikan keberadaan
ijtihad mutlak diperlukan. Sasaran ijtihad pendidikan, tidak saja hanya sebatas
bidang materi atau isi, kurikulum, metode, evaluasi atau bahkan sarana dan
prasarana, akan tetapi mencakup seluruh sistem pendidikan dalam arti yang luas[17].
Dalam dunia pendidikan, sumbangan ijtihad ikut andil secara aktif dan
besar peranan dan pengaruhnya menata sistem pendidikan, seperti dalam
menetapkan tujuan pendidikan yang ingin dicapai. Meskipun secara umum rumusan
tujuan tersebut telah disebutkan dalam Al-Qur’an, akan tetapi secara khusus tujuan-tujuan
tersebut memiliki dimensi yang harus dikembangkan sesuai dengan tuntutan zaman
dan kebutuhan manusia yang berbeda dengan masa-masa sebelumnya[18].
Eksistensi
sumber dasar pendidikan Islam, baik Al-Qur’an, hadits Nabi maupun ijtihad para
ulama diatas, merupakan suatu mata rantai yang saling berkaitan satu sama lain,
secara integral dan mewarnai seluruh sistem pendidikan yang dilaksanakan.
Proses ini merupakan langkah lanjut untuk mempersiapkan sumber daya manusia
yang berkualitas, baik kualitas intelektual maupun kualitas moral.
Adapun menurut
Sa’id Ismail Ali, sebagaimana yang dikutip oleh Hasan Langgulung, bahwa sumber
pendidikan Islam terdiri dari enam macam, yaitu Al-Quran, As-Sunnah, kata-kata
sahabat, kemaslahatan umat/sosial, tradisi atau adat kebiasaan masyarakat dan
hasil pemikiran para ahli dalam Islam (ijtihad).[19]
Ø Al-Quran
Secara etimologi Al-Quran berasal dari kata
Qara’ah, ya’qro’u, qiraatan atau quranan, yang berarti mengumpulkan dan
menghimpun huruf-huruf serta kata-kata dari satu bagian kebagian yang lainnya
secara teratur. Muhammad Salim Mukhsin mendefinisikan Al-Quran dengan “Firman
Allah yang diturunkan kepada Nabi Muhammad saw, yang tertulis dalam
mushaf-mushaf dan dinukil/ diriwayatkan kepada kita dengan jalan yang mutawatir
dan membacanya dipandang sebuah ibadah. Sedangkan Muhammad Abduh
mendefinisikannya dengan “kalam mulia yang diturunkan oleh Allah kepada Nabi
yang paling sempurna (Muhammad SAW), ajaran mencakup seluruh ilmu pengetahuan
yang esensinya tidak dimengerti kecuali bagi orang yang berjiwa suci dan
berakal cerdas.
Definisi pertama lebih menekankan pada
keadaan Al-Quran sebagai Firman Allah swt yang diturunkan kepada Nabi Muhammad
saw. Sedangkan definisi yang kedua lebih menekankan isi Al-Quran yang mencakup
keseluruhan ilmu pengetahuan, fungsinya sebagai sumber yang mulia, dan
penggalian esensinya yang bisa dicapai oleh orang yang berjiwa suci dan cerdas.
Al-Quran dijadikan sebagai sumber
pendidikan Islam yang pertama dan utama karena ia memiliki nilai absolut yang
diturunkan dari Tuhan. Allah swt menciptakan manusia dan Dia pula yang mendidik
manusia, yang mana isi pendidikan itu telah termaktub dalam dalam
wahyunya.Tidak satu pun persoalan, termasuk persoalan pendidikan yang luput
dari jangkaun Al-Quran.Allah swt berfirman dalam QS. Al-An’am ayat 38:
$tBur`ÏB7p/!#yÎûÇÚöF{$#wur9ȵ¯»sÛçÏÜtÏmøym$oYpg¿2HwÎ)íNtBé&Nä3ä9$sVøBr&4$¨B$uZôÛ§sùÎûÉ=»tGÅ3ø9$#`ÏB&äóÓx«4¢OèO4n<Î)öNÍkÍh5ucrç|³øtäÇÌÑÈ
“Dan
Tiadalah binatang-binatang yang ada di bumi dan burung-burung yang terbang
dengan kedua sayapnya, melainkan umat (juga) seperti kamu.Tiadalah Kami alpakan
sesuatupun dalam Al-Kitab, kemudian kepada Tuhanlah mereka dihimpunkan”.
tPöqturß]yèö7tRÎûÈe@ä.7p¨Bé&#´Îgx©OÎgøn=tæô`ÏiBöNÍkŦàÿRr&($uZø¤Å_urÎ/#´Íky4n?tãÏäIwàs¯»yd4$uZø9¨tRurøn=tã|=»tGÅ3ø9$#$YZ»uö;Ï?Èe@ä3Ïj9&äóÓx«YèdurZpyJômuur3uô³ç0urtûüÏJÎ=ó¡ßJù=Ï9ÇÑÒÈ
“(dan ingatlah) akan hari (ketika) Kami
bangkitkan pada tiap-tiap umat seorang saksi atas mereka dari mereka sendiri
dan Kami datangkan kamu (Muhammad) menjadi saksi atas seluruh umat manusia. dan
Kami turunkan kepadamu Al kitab (Al Quran) untuk menjelaskan segala sesuatu dan
petunjuk serta rahmat dan kabar gembira bagi orang-orang yang berserah diri.
Dari dua ayat di atas memberikan isyarat
bahwa pendidikan Islam cukup digali dari sumber autentik Islam, yaitu Al-Quran.
Nilai esensi dalam Al-quran selamanya abadi
dan selalu relevan pada setiap waktu dan zaman, tanpa adanya perubahan sama
sekali. Perubahan dimungkinkan hanya menyangkut masalah interpretasi mengenahi
nilai-nilai instrumental dan menyangkut masalah teknik perasional.Pendidikan
yang ideal harus sepenuhnya mengacu pada nilai-nilai dasar Al-Quran, tanpa
sedikit pun menghindarinya. Karena Al-quran memuat tentang :
§
Sejarah Pendidikan Islam
Dalam
Al-quran disebutkan beberapa kisah Nabi yang berkaitan dengan pendidikan. Kisah
ini menjadi surih tauladan bagi peserta didik dalam mengarungi kehidupan, kisah
itu mislanya:
· Kisah Nabi Adam as, sebagai manusia pertama, yang merintis proses pengajaran
(ta’lim) pada anak cucunya, seperti pengajaran pada asma (nama-nama benda) (QS.
Al-Baqarah; 30-31) penyebutan nama-nama sama artinya dengan penelusuran
terminology dan terminologi ekuivalen dengan konsep, sedangkan konsep merupakan
produk penting dari akal budi manusia.
· Kisah Nabi Isa as, yang kehidupannya
bersejarah, sehingga tercipta tahun masehi; mengembangkan teknologi kedokteran
sehingga mampu mengobati yang sakit, seperti buta, kusta, bahkan menghidupkan
(memotivasi) orang yang mati (pesimis); bapak pemula dalam ilmu kedokteran.
· Kisah Nabi Nuh as. Yang mampu mendidik dan
mengentaskan masyarakat dari banjir kemaksiatan melalui perahu keimanan, tidak
membela dengan membabi buta kepada keluarga yang salah. Menjadi pemula dalam
pengembangan teknologi perkapalan.
· Demikian juga dengan kisa-kisah orang
sholeh seperti Luqman al-Hakim yang selalu menganjurkan dasar-dasar filosofis
pendidikan kepada anak-anaknya; tidak menyekutuhkan Allah SWT. Namun tetap
bersyukur kepada-Nya. Diseruhkan mengerjakan shalat, berbuat sopan santun
kepada ibu dan bapak, mengajak yang baik dan meninggalkan yang mungkar, selalu
bersabar, hidup bersahaja, dan tidak menyombongkan diri.
§
Nilai-nilai Normatif Pendidikan Islam
Al-Quran
memuat nilai normatif yang menjadi acuan dalam pendidikan Islam, nilai yang
dimaksud terdiri dari tiga pilar utama yaitu:
1) I’tiqadiyah, yang berkaitan dengan pendidikan
keimanan, seperti percaya kepada Allah, malaikat, rasul, kitab, hari akhir dan
takdir, yang bertujuan untuk menata kepercayaan dari individu.
2) Khuluqiyah, yang berkaitan dengan pendidikan etika,
yang bertujuan untuk membersikan diri dari perilaku rendah dan menghiasi diri
dengan perilaku terpuji.
3) Amaliyyah, yang berkaitan dengan pendidikan tingkah
laku sehari-hari, baik yang berhubungan dengan:
§
Pendidikan ibadah, yang memuat hubungan antara
manusia dengan Tuhannya, seperti shalat, puasa, zakat, haji, dan nazar, yang
bertujuan untuk aktualisasi nilai-nilai ubudiyah.
§
Pendidikan muamalah, yang berhubungan dengan
perdangan seperti upah, gadai,kongsi dan sebagainya yang bertujuan untuk
mengolah harta benda dan hak-hak individu.
§
Pendidikan janaiyah, yang berhubungan dengan
pidana atas pelanggaran yang dilakukan, yang bertujuan untuk memelihara
kelangsungan kehidupan manusia, baik berkaitan dengan harta, kehormatan, maupun
hak-hak individu lainnya.
§
Pendidikan murafa’at, yang berhubungan dengan
acara, seperti peradilan, saksi maupun sumpah, yang bertujuan untuk menegakkan
keadilan diantara anggota masyarakat.
§
Pendidikan dusturiyah, yang berhubungan dengan
undang-undang Negara yang mengatur hubungan antara rakyat dengan pemerintah
atau Negara, yang bertujuan untuk stabilitas bangsa dan Negara.
§
Pendidikan duwaliyah, yang berhubungan dengan
tata Negara, seperti tata Negara Islam, wilayah perdamaian dan wilayah perang,
dan hubungan muslim satu dengan muslim
di Negara lain, yang bertujuan untuk perdamaian dunia.
§
Pendidikan iqtishadiyah, yang berhubungan
dengan perekonomian individu dan Negara, hubungan yang miskin dan yang kaya,
yang berhubungan untuk keseimbangan dan pemerataan pendapatan.
Al-Quran secara normatif juga mengungkap
lima aspek pendidikan dalam dimensi-dimensi kehidupan manusia, yang meliputi:
1) Pendidikan untuk menjaga agama (hifdhu
al-din), yang menjag eksistensi agamanya. Memahami dan melaksanakan ajaran
agamanya secara konsekuen dan konsisten, mengembangkan, meramalkan,
mendakwakan, dan menyiarkan agama. Perhatikan QS. Al-Mumtahana; 12, Al-Baqarah;
191, al-Maidah; 54, at-Taubah ayat 73, al-Furqan; 52
$pkr'¯»ttûïÏ%©!$#(#qãZtB#uä`tB£s?ötöNä3YÏB`tã¾ÏmÏZÏt$öq|¡sùÎAù'tª!$#5Qöqs)Î/öNåk:Ïtäÿ¼çmtRq6ÏtäurA'©!Ïr&n?tãtûüÏZÏB÷sßJø9$#>o¨Ïãr&n?tãtûïÍÏÿ»s3ø9$#crßÎg»pgäÎûÈ@Î6y«!$#wurtbqèù$sssptBöqs95OͬIw4y7Ï9ºsã@ôÒsù«!$#ÏmÏ?÷sã`tBâä!$t±o4ª!$#urììźuríOÎ=tæÇÎÍÈ
“Hai
orang-orang yang beriman, Barangsiapa di antara kamu yang murtad dari agamanya,
Maka kelak Allah akan mendatangkan suatu kaum yang Allah mencintai mereka dan
merekapun mencintaiNya, yang bersikap lemah lembut terhadap orang yang mukmin,
yang bersikap keras terhadap orang-orang kafir, yang berjihad dijalan Allah,
dan yang tidak takut kepada celaan orang yang suka mencela. Itulah karunia
Allah, diberikan-Nya kepada siapa yang dikehendaki-Nya, dan Allah Maha Luas
(pemberian-Nya), lagi Maha mengetahui”.
2) Pendidikan menjaga jiwa (hifdz al-nafs),
yang memenuhi hak dan kelangsungan
hidup diri sendiri dan masing-masing anggota masyarakat, karenanya perlu
diterapkan adanya hukum qishas (pidana Islam bagi yang melanggarnya), seperti
hukuman mati. Perhatikan QS. Al- Maidah; 32, an-Nisa’: 93, al-Isra’; 31
al-An’am: 151
3) Pendidikan dalam menjaga akal pikiran (hifdz
al-Aqal), yang menggunakan akal pikirannya untuk memahami tanda-tanda
kebesaran Allah dan KebesaranNya, menghindari perbuatan yang merusak akalnya
dengan minum khamr, dan lain sebagainya yang karenanya diberlakukan had (sanksi)
seperti cambuk dan lain sebagainya. Perhatikan QS. Al-Maidah; 90, yasin; 60-62,
al-Qashas; 60, yusuf; 109, al-Mu’minun; 80 dan masih banyak lagi ayat Al-Quran
yang menjelaskan tentang pentingnya hifdz aqal.
4) Pendidikan dalam menjaga keturunan (hifdz
an-nasab), yang mampu menjaga dan melestarikan generasi muslim yang tangguh
dan berkualitas. Menghindari perilaku sex yang menyimpang, seperti, free sex,
kumpul kebo, homosexual, lesbian dan sodomi, karena itu diundang-undangkan
hukum rajam (lempar batu atau cambuk). Perhatikan QS. An-Nisa’; 3-4, an-Nur;
2-9, al-Isra’; 32, al-Baqarah; 221-237.
5) Pendidikan menjaga harta benda dan
kehormatan (hifdz mal wa al-ird), yang mampu mempertahankan hidup
melalui pencarian rizki yang halal, menjaga kehormatan diri dari pencurian,
perampokan, pencekalan dan kedzaliman. Perhatikan QS. An-Nur; 19-21,
al-Hujarat; 11-12, al-Maidah; 38-39, an-Nisa’: 29-32, dan al-Imran 130.
Ø
As-Sunnah
As-Sunnah
menurut pengertian bahasa berarti tradisi yang bisa dilakukan, atau jalan yang
dilalaui (at-tariqah al-maslukah), baik yang terpuji maupun yang tercela.
As-Sunnah adalah “segala sesuatu yang dinukilkan kepada saw berikut berupa perkataan, perbuatan,
taqrirnya atau selain dari itu. Termasuk selain dari itu adalan sifat-sifat,
keadaan dan cita-cita Nabi SAW.
Robert L.
Gullick dalam Muhammad the Educator menyatakan: “Muhammad betul-betul
seorang pendidik yang membimbing manusia menuju kemerdekaan dan kebahagiaan
yang lebih besar serta melahirkan ketertiban dan stbilitas yang mendorong
perkembangan budaya Islam, serta revolusi susuatu yang mempunyai tempo yang tak
tertandingi dan gairah yang menantang. Dari sudut pragmatis orang yang
mengangkat perilaku manusia adalah seorang pangeran diantara para pendidik.
Corak
pendidikan Islam yang diturunkan dari Sunnah Nabi Muhammad SAW adalah sebagai
berikut:
1) Disampaikan sebagai rahmatan lil alamin
(rahmat bagi semua alam), yang ruang lingkupnya tidak hanya sebatas spesies
manusia saja, tetapi juga pada makhluk biotik dan abiotik lainnya. (QS.
Al-Anbiya’; 107-108)
2) Disampaikan secara utuh dan lengkap, yang
memuat berita gembira dan peringatan pada umatnya. (QS.Saba’; 29)
3) Apa yang disampaikan merupakan kebenaran
yang muthlak, (QS. Al-Baqarah; 119) dan terjaga autentitasnya (QS. Al-Hijr; 9)
4) Kehadirannya sebagai evaluator yang mampu
mengawasi dan senantiasa bertanggung jawab atas aktivitas pendidikan (QS.
Asy-Syura: 48, al-Ahzab; 45, al-Fath: 8)
5) Perilaku Nabi SAW tercermin sebagai uswah
hasanah yang dapat dijadikan figur atau suri tauladan, (QS. Al-Ahzab: 21)
karena perilakunya dijaga oleh Allah SWT (QS. An-Najm; 3-4)
6)
Dalam masalah teknik operasional dalam pelaksanaan pendidikan Islam
diserahkan penuh pada umatnya. Strategi, pendekatan, metode dan teknik
pembelajaran diserahkan penuh pada ijtihad umatnya, selama hal itu tidak
menyalahi aturan pokok dalam Islam. Sabda beliau yang diriwayatkan oleh Imam
Muslim dari Anas dan Aisyah:
أنتم أعلم بأمور دنيكم
“Engkau lebih tahu terhadap urusan duniamu”.
Ø
Kata-kata Sahabat (Madzhab Shahabi)
Sahabat
adalah orang yang pernah berjumpah dengan Rasulullah dalam keadaan beriman dan
meninggal dalam keadaan beriman pula.Sahabat Nabi memiliki karakteristik yang
unik dibandingkan dengan kebanyakan orang. Fazlur Rahman berpendapat
karakteristik sahabat Nabi SAW adalah sebagai berikut: 1). Tradisi yang
dilakukan para sahabat secara konsepsional tidak terpisah dengan sunnah Nabi,
2). Kandungan khusus dan aktual tradisi sahabat sebagian besar produk sendiri,
3). Praktik amaliah sahabat identik dengan ijma’.
Upaya
sahabat Nabi SAW dalam pendidikan Islam sangat menentukan bagi perkembangan
pendidikan dewasa ini.Upaya yang dilakukan oleh Abu Bakar SIdiq, misalnya,
mengumpulkan Al-Quran dalam satu mushaf yang dijadikan sebagai sumber utama
pendidikan Islam, meluruskan keimanan masyarakat dari permutadan dan memerangi
pembangkang dari pembayaran zakat. Sedangkan upaya yang dilakukan ole Umar bin
Khatab adalah bahwa ia sebagai bapak revolusioner terhadap ajaran Islam.
Tindakannya dalam memperluas wilayah Islam dan memerangi kedzaliman menjadi
salah satu model dalam membangun strategi dan perluasan agama Islam saat
ini.Sedangkan Ustman bin Affan berusaha untuk menyatukan sistematika berfikir
yang ilmiah dalam menyatukan susunan Al-quran dalam satu mushaf yang semua berbeda
antara mushaf yang dengan mushaf yang lainnya. Sementara Ali bin Abi Tholib
banyak merumuskan konsep-konsep kependidikan seperti bagaimana seyogyanya etika
peserta didik pada pendidiknya, bagaimana ghirah (semangat) pemuda dalam
belajar dan demikian sebaliknya.
Ø
Kemaslahatan Umat/ Sosial (Mashalil al-Mursalah)
Mashalil
al-mursalah adalah menetapkan undang-undang, peraturan dan hukum tentang
pendidikan dalam hal yang sama sekali tidak disebutkan didalam nash, dengan
pertimbangan kemaslahatan hidup bersama, dengan bersendikan asas menarik
kemaslahatan dan menolak kemudhorotan.
Para ahlih
pendidikan berhak menentukan undang-undang atau peraturan pendidikan Islam
sesuai dengan kondisi lingkungan dimana ia berada. Ketentuan yang dicetuskan
berdasarkan kemaslahatan umat paling
tidak memiliki tiga kriteria:1). Apa yang dicetuskan benar-benar membawa
kemaslahatan dan menolak kerusakan setelah melalui tahap observasi dan
analisis, 2). Kemaslahatan yang diambil merupakan kemaslahatan yang bersifat
universal, yang mencakup seluruh lapisan masyarakat, 3). Keputusan yang diambil
tidak bertentangan dengan nilai-nilai dasar Al-Quran dan As-Sunnah.
Ø
Tradisi atau Adat Kebiasaan Masyarakat (Uruf)
Tradisi
(uruff adat) adalah kebiasaan masyarakat, baik berupa perkataan maupun
perbuatan yang dilakukan secara kontinu dan seakan-akan merupakan hukum
tersendiri, sehingga jiwa merasa tenang dalam melakukannya karena sejalan
dengan akal dan diterimah oleh tabiat yang sejahtera.
Kesepakatan
bersama dalam tradisi dapat dijadikan acuan dalam pelaksanaan pendidikan Islam,
penerimaan tradisi ini tentunya memiliki syarat: 1. Tidak bertentangan dengan
ketentuan nash baik Al-Quran maupun As-Sunnah, 2. Tradisi yang berlaku tidak
bertentangan dengan akal sehat dan tabiat yang sejahtera, serta tidak
mengakibatkan kedurhakaan, kerusakan dan kemudhorotan.
Ø
Hasil Pemikiran Para Ahli dalam Islam (Ijtihad)
Ijtihad
berasal dari kata jahda yang berarti all-masyaqah (yang sulit) dan
(pengerahan kesanggupan dan kekuatan). Said al-Taftani memberikan arti ijtihad
dengan tahmil al-juhdi (kearah yang membutuhkan kesungguhan), yaitu
pengerahan segala kekuatan dan kesanggupan untuk memperoleh apa yang dituju
sampai pada batas puncaknya.
Ijtihad
menjdi penting dalam pendidikan Islam ketika pendidikan Islam mengalami status
quo, jumud dan stagnann. Tujuan dilakukannya ijtihada dalam pendidikan
Islam adalah untuk dinamisasi, inovasi, dan modernisasi pendidikan agar
diperoleh masa depan pendidikan yang lebih berkualitas. Ijtihad tidak berarti
merombak tatanan yang lama secara keseluruhan dan mecampakkan begitu saja apa
yang selama ini dirintis, melainkan memelihara tatanan lama yang baik dan
mengambil tatanan baru yang lebih baik.
2.2.
MEDIA PENDIDIKAN ISLAM
2.2.1.
Pengertian Media Pendidikan Islam
Kata media berasal dari bahasa Latin medius yang secara harfiah
berarti ‘tengah’, ‘perantara’ atau ‘pengantar’. Dalam bahasa Arab, media adalah
perantara atau pengantar pesan dari pengirim kepada penerima pesan. Gerlach
& Ely (1971) mengatakan bahwa media apabila dipahami secara garis besar
adalah manusia, materi atau kejadian yang membangun kondisi yang membuat siswa
mampu memperoleh pengetahuan, ketrampilan, atau sikap. Dalam pengertian ini, guru,
buku teks, dan lingkungan sekolah merupakan media. Secara lebih khusus,
pengertian media dalam proses belajar mengajar cenderung diartikan sebagai
alat-alat grafis, photografis, atau alat elektronis untuk menangkap, memproses,
dan menyusun kembali informasi visual atau verbal[20].
Pengertian media pendidikan banyak diberikan para ahli, antara lain
dalam buku Amin (1992: 94):
1.
DR. Oemar Hamalik: “Media pendidikan adalah alat, metode dan teknik
yang digunakan dalam rangka lebih mengefektifkan komunikasi dan interaksi
antara guru dan siswa dalam proses pendidikan dan pengajaran di sekolah”.
2.
Drs. I wayan Ardhana MA; “Media pendidikan ialah: segala sesuatu
yang dapat dipakai untuk memberikan rangsangan sehingga terjadi interaksi
belajar mengajar dalam mencapai tujuan intruksional tertentu.”
3.
S. Gerlach dan Donald P. Ely: “Media dalam arti luas yaitu: orang,
material, kejadian yang dapat menciptakan kondisi sehingga memungkinkan pelajar
dapat memperoleh pengetahuan, ketrampilan atau sikap yang baru”[21].
Secara definitif, media ialah segala sesuatu yang dapat digunakan
untuk menyampaikan pesan atau informasi dari si pengirim kepada penerima
sehingga dapat merangsang pikiran, perasaan, perhatian, dan minat peserta didik
sedemikian rupa sehingga proses belajar terjadi[22].
Maka, inti dari pengertian diatas adalah alat dan media pendidikan meliputi
segala sesuatu yang dapat membantu proses pencapaian tujuan pendidikan[23].
Jadi media pendidikan adalah segala sesuatu yang digunakan untuk melaksanakan
proses pengajaran, pembimbingan dan pelatihan dalam mencapai tujuan pendidikan.
Namun demikian, seringkali kita menyebut alat pendidikan dengan
media pendidikan. Padahal media pendidikan mencakup lebih luas sehingga
alat-alat pendidikan termasuk salah satu di dalamnya. Selain alat-alat
pendidikan, ada juga bahan pendidikan yang termasuk dalam media pendidikan.
Dapat disimpulkan bahwa media pendidikan meliputi dua komponen tersebut diatas.
Sebagaimana dalam perangkat komputer, alat pendidikan bisa disebut device
atau perangkat keras (hardware) yang berfungsi untuk menyajikan pesan,
sedangkan bahan pendidikan dapat disebut materials atau perangkat lunak
(software) yang mengandung pesan-pesan yang perlu disampaikan. Keduanya
tidak lain adalah media pendidikan[24].
2.2.2.
Anjuran Membuat Media Pendidikan
Islam mewajibkan umat manusia menempuh pendidikan sejak dari buaian
ibu sampai ke liang lahat. Maka dalam proses pendidikan tersebut membutuhkan
piranti atau media sehingga kewajiban tersebut menjadi mungkin untuk dilakukan.
Tanpa kehadiran media (baik alat atau bahan) yang dibutuhkan dalam proses
pendidikan, maka pendidikan itupun akan terganggu dan tidak dapat berjalan
seperti yang diharapkan[25].
Apabila media pendidikan tersebut benar-benar dibutuhkan dan mampu
membantu keberhasilan proses pendidikan, maka membuat kreasi dan inovasi media
sekaligus alatnya menjadi hal yang sangat diperlukan. Dalam Islam, Perintah
terhadap sesuatu berarti perintah juga untuk mengadakan media beserta
sarananya. Sehingga semakin canggih sebuah media yang diciptakan, maka semakin
besar pula nilai kemanfaatannya bagi orang banyak[26].
2.2.3.
Macam-Macam Media Pendidikan Islam
2.2.4.
Upaya Penggunaan Media Pendidikan
Dalam proses belajar, pemerolehan pengetahuan dan ketrampilan serta
perubahan-perubahan sikap dan perilaku dapat terjadi karena interaksi antara
pengalaman baru dengan pengalaman yang pernah dialami sebelumnya. Menurut
Bruner (1966: 10-11) ada tiga tingkatan utama modus belajar, yaitu pengalaman
langsung (enactive), pengalaman piktorial/gambar (iconic), dan
pengalaman abstrak (symbolic). Pengalaman langsung adalah mengerjakan,
misalnya arti kata ‘simpul’ dipahami dengan langsung membuat ‘simpul’. Pada
tingkatan kedua yang diberi label iconic (artinya gambar atau image), kata
‘simpul’ dipelajari dari gambar, lukisan, foto, atau film. Meskipun siswa belum
pernah mengikat tali untuk membuat ‘simpul’ mereka dapat mempelajari dam
memahaminya dari gambar, lukisan, foto, atau film. Selanjutnya, pada tingkatan
simbol, siswa dapat membaca (atau mendengar) kata ‘simpul’ dan mencoba mencocokkannya
dengan pengalamannya membuat ‘simpul’. Ketiga tingkat pengalaman ini saling
berinteraksi dalam upaya memperoleh ‘pengalaman’ (pengetahuan, ketrampilan,
atau sikap) yang baru[27].
2.2.5.
Ciri-Ciri dan Manfaat Media Pendidikan Islam
Gerlach
& Ely (1971) mengemukakan tiga ciri yang merupakan petunjuk mengapa media
digunakan dan apa-apa saja yang dapat dilakukan oleh media yang mungkin guru
tidak mampu (atau kurang efisien) melakukannya. Arsyad (1997: 13-14)
a.
Ciri Fiksatif: ciri ini menggambarkan kemampuan media merekam,
menyimpan, melestarikan, dan merekonstruksi suatu peristiwa atau obyek.
b.
Ciri Manipulatif: ciri yang memungkinkan untuk mempercepat suatu
peristiwa yang bisa memakan waktu berhari-hari bahkan berbulan-bulan.
c.
Ciri Distributif: ciri yang mampu menyuguhkan suatu objek di luar
dapat dihadirkan dalam kelas.
Semakin
baik media menyediakan kesempatan bagi siswa untuk memaksimalkan seluruh
inderanya untuk memperoleh pengalaman dalam pendidikan, maka semakin baik pula
kualitas media tersebut.
DR.
Oemar Hamalik mengemukakan nilai atau menfaat media sebagai berikut yang
tercantum dalam buku Pengantar Ilmu Pendidikan Islam, Moh. Amin (1992: 95):
1.
Meletakkan dasar-dasar yang kongkrit untuk berfikir oleh karena itu
mengurangi verbalisme.
2.
Memperbesar perhatian siswa.
3.
Meletakkan dasar-dasar yang penting untuk perkembangan belajar dan
oleh karena itu membuat pelajaran lebih menetap.
4.
Memberikan pengalaman yang nyata yang dapat menumbuhkan kegiatan
berusaha sendiri dikalangan siswa.
5.
Menumbuhkan pemikiran yang teratur dan kontinu, hal ini terutama
terdapat dalam gambar hidup.
6.
Membantu tumbuhnya pengertian dan dengan demikian membantu
perkembangan kemampuan berbahasa.
7.
Memberikan pengalaman-pengalaman yang tidak mudah diperoleh dengan
cara lain serta membantu berkembanganya efisiensi yang lebih mendalam serta
keragaman yang lebih banyak dalam belajar.
Sudjana
& Rifa’i (1992: 2) mengemukakan manfaat media pengajaran dalam proses
belajar siswa dalam buku Media Pengajaran, Arsyad (1996: 25), yaitu:
1.
Pengajaran akan lebih menarik perhatian siswa sehingga dapat
menumbuhkan motivasi belajar;
2.
Bahan pengajaran akan lebih jelas maknanya sehingga dapat lebih
dipahami oleh siswa dan memungkinkannya menguasai dan mencapai tujuan
pengajaran;
3.
Metode mengajar akan lebih bervariasi, tidak semata-mata komunikasi
verbal melalui penuturan kata-kata oleh guru, sehingga siswa tidak bosan dan
guru tidak kehabisan tenaga, apalagi kalau guru mengajar pada setiap jam
pelajaran;
4.
Siswa dapat lebih banyak melakukan kegiatan belajar sebab tidak
hanya mendengarkan uraian guru, tetapi juga aktivitas lain seperti mengamati,
melakukan, mendemonstrasikan, memerankan, dan lain-lain.
BAB III
KESIMPULAN
DAFTAR PUSTAKA
Ali,
Muhammad Daud. 2006. Pendidikan Agama Islam. Jakarta: Raja Grafindo
Persada.
Alim,
Muhammad. 2006. Pendidikan Agama
Islam: Upaya Pembentukan Pemikiran dan Kepribadian Muslim. Bandung: Remaja
Rosdakarya.
Daradjat,
Zakiah.1984. Ilmu Pendidikan Islam. Jakarta: Bumi Aksara.
Roqib,
Moh. 2009. Ilmu Pendidikan Islam. Yogyakarta: LKiS.
Dasar Sumber Pendidikan Islam. Dikutip dari http://id.shvoong.com/social-sciences/ education/2180263-dasar-sumber-pendidikan-islam/
[1] Muhammad Daud Ali. 1998. Pendidikan Agama Islam. Jakarta: Raja
Grafindo Persada. Hlm. 89.
[2]Abdul Mujib, 2006. Ilmu pendidikan Islam.
Jakarta: Kencana Prenada Media, Hal: 31
[3] Muhammad Alim. 2006. Pendidikan Agama Islam: Upaya Pembentukan
Pemikiran dan Kepribadian Muslim. Bandung: Remaja Rosdakarya. Hlm. 169.
[4] Muhammad Daud Ali. Op. Cit. Hlm. 93.
[5] Dasar Sumber Pendidikan Islam. Dikutip dari http://id.shvoong.com/social-sciences/education/2180263-dasar-sumber-pendidikan-islam/
[6] Ibid.
[7] Ibid.
[8] Ibid.
[9] Muhammad Daud Ali. Op. Cit. Hlm. 110.
[10] Muhammad Alim. Op. Cit. Hlm. 187.
[11] Muhammad Daud Ali. Op. Cit. Hlm. 111.
[12] Ibid. Hlm. 112.
[13] Dasar Sumber Pendidikan Islam. Op. Cit.
[14] Ibid.
[15] Muhammad Daud Ali. Op. Cit. Hlm. 120.
[16] Muhammad Alim. Op. Cit. Hlm. 193.
[17] Dasar Sumber Pendidikan Islam. Op. Cit.
[18] Ibid.
[19]Ibid, Abdul Mujib, Hal: 31-43
[20] Azhar Arsyad. 1997. Media Pembelajaran. Jakarta: Raja Grafindo
Persada. Hlm. 3.
[21] Drs. Moh Amin. 1992. Pengantar Ilmu Pendidikan Islam. Pasuruan:
Garoeda Buana Indah. Hlm. 94.
[22] Moh. Roqib. 2009. Ilmu Pendidikan Islam. Yogyakarta: LKiS. Hlm.
70.
[23] Zakiah Daradjat. 1984. Ilmu Pendidikan Islam. Jakarta: Bumi
Aksara. Hlm. 80.
[24] Moh. Roqib. Op. Cit. Hlm. 70.
[25] Moh. Roqib. Op. Cit. Hlm. 71.
[26] Ibid.
[27] Azhar Arsyad. Op. Cit. Hlm. 7.
No comments:
Post a Comment