MOH.KAMILUS
ZAMAN Spd.I (085755107987)
BAB
I
PENDAHULUAN
A.
Latar
Belakang
Penelitian ini bertujuan untuk
mengetahui ideologi pendidikan yang melatar belakangi pemikiran dan praktek
pendidikan Hasan al-Banna dan
kemungkinan relevansinya dalam pendidikan Islam melalui nilai-nilai yang
dikembangkannya. Penelitian ini merupakan penelitian kepustakaan bersifat
deskriptif-analitis, dengan menggunakan metode dokumentasi, serta di analisis
secara kritis-komparatif. Metode ini digunakan untuk mengetahui ideologi dan
praktek pendidikan Hasan al-Banna serta mengetahui relevansi pemikiran
pendidikan Islam menurut Hasan al-Banna dengan
pendidikan nasional
B.
Rumusan
Masalah
1. Bagaimana
konsep pemikiran Pendidikan islam menurut Hasan al-Banna?
2. Apa
saja kurikulum yang dirancang Hasan al-Banna?
3. Bagaimana
relevansi pemikiran pendidikan Islam menurut Hasan al-Banna dengan pendidikan
nasional?
C.
Tujuan
1. Mengetahui
konsep pemikiran pendidikan islam menurut Hasan al-Banna
2. Mengetahui
macam – macam kurikulum yang dirancang Hasan al-Banna
3. Mengetahui
relevansi pemikiran pendidikan islam menurut Hasan al-Banna dengan pendidikan
nasional
BAB
II
PEMBAHASAN
A.Sekilas
Biografi Hasan Al Banna
Hasan
Al Banna dilahirkan di desa Mahmudiyah kawasan Buhairah pada tanggal 14 Oktober 1906. Ia adalah seorang mujahid dakwah,
peletak dasar-dasar gerakan Islam sekaligus sebagai pendiri dan pimpinan
Ikhwanul Muslimin (Persaudaraan Muslimin). Syaikh Ahmad Abdul
Rahman al-Banna adalah seorang ulama fiqh dan hadits, diantara tulisan ayah
beliau “ al-Fath al-Rabbâny lî tartîb musnad al-imam Ahmad” dan pekerjaan
sehari-hari ayah beliau adalah menjilid buku dan memperbaiki jam, sehingga ayah
beliau dilaqab dengan Assâ`âty.[1]
Pada masa kecil, Hasan al-Banna dididik
langsung oleh ayahnya Syeikh Ahmad bin Abdurrhaman bin Muhammad al-Bana
as-Sadati yang mengajarkan al-Qur’an, al-Hadits, Fiqih, bahasa dan tasawwuf.
Setelah itu ia melanjutkan pendidikannya ke sekolah dasar al-Mahmudiyah,
kemudian masuk ke sekolah pendidikan guru di Damanhur.
Pada usia 16 tahun, ayahnya
menghantarkannya ke Darul Ulum, sebuah pusat latihan perguruan di Kairo. Ketika
sampai di sana beliau terkejut melihat kerusakan moral orang-orang Islam di
kota Kairo. Pada tahun 1927, di usia 21 tahun Hassan Al Banna lulus dan
meninggalkan Darul Ulum, Beliau adalah pelajar yang pintar dan mendapat tempat
pertama dalam kelasnya. Kemudian setelah beberapa bulan beliau mengajar di
Ismailiah, di sebuah sekolah menengah pemerintahan, disitu beliau dengan rasmi
mendirikan Harakah Islamiah "Al-Ikhwanul Muslimin." Beliau didukung
para pengikut dan pelajar-pelajar yang setia.[2].
Ia memperjuangkan Islam dengan dasar
Al-Quran dan Sunnah hingga dibunuh oleh penembak misterius yang diyakini
sebagai penembak 'titipan' pemerintah pada 12 Februari 1949 di Kairo.
Kepergian Hassan al-Banna pun
menjadi duka berkepanjangan bagi umat Islam. Ia mewariskan 2 karya
monumentalnya, yaitu Catatan Harian Dakwah dan Da'i serta Kumpulan Surat-surat.
Selain itu Hasan al-Banna mewariskan semangat dan teladan dakwah bagi seluruh
aktivis dakwah saat ini.[3]
Selain
itu ia juga dikenal akan cara berdakwahnya yang sangat tidak biasa. Ia terkenal
sangat tawadlu dikarenakan ia sering berdakwah di warung-warung kopi tempat
oarang-orang yang berpengetahuan rendah berkumpul untuk minum-minum kopi
sehabis lelah bekerja seharian. Dan ternyata cara tersebut memang lebih efektif
dilakukan dalam berdakwah.
Selanjutnya,
data sejarah menyebutkan bahwa Hasan al-Banna juga termasuk salah seorang
pengikut tasawuf Syadzaliah, dan menjalani kehidupan sebagai zahid dan
beruzlah. Hal ini antara lain terlihat dari kehidupannya yang amat sederhana
baik dalam hal pakaian maupun makanan.
Dari
latar pendidikan tersebut tidaklah mengherankan jika Hasan al-Banna kemudian
tampil sebagai sosok da’i, pejuang, propagandis dan politikus yang gigih dalam
memperjuangkan cita-citanya. Perpaduan antara semangat Islam dan bakat memimpin
yang dimilikinya itu tampak jelas ketika ia masih muda belia. Ketika masa remaja,
misalnya, ia berhasil mengkoordinir organisasi di kalangan pelajar.
Sumber-sumber sejarah menyebutkan bahwa Hasan al-Banna memang memiliki
kecenderungan berserikat dan mengorganisasi massa. Di sekolah menengah saja ia
sudah terpilih sebagai ketua Jam’iyatul Adabiyah, sebuah perkumpulan karang
mengarang. Bersama pelajar lainnya, ia membentuk Al-Jam’iyatul Hasafiyatul
Khairiyah, semacam organisasi pembaharuan. Ia kemudian menjadi anggota
Makarimul Akhlak Islamiyah, satu-satunya organisasi sejenis di Kairo.[4]
B. Pemikiran Hasan Al Banna dalam
Pendidikan Islam
Hasan
al-Banna memiliki peran penting dalam upaya pendekatan antar berbagai
aliran-aliran Islam dan upaya untuk menyatukan mereka semuanya di atas satu
kalimat. Tujuannya agar persatuan kaum muslimin dapat terjalin dan keutuhan
mereka terjaga, sehingga mereka bersatu padu menghadapi musuh bersama. Namun,
tangan-tangan terselubun yang melakukan tipu daya terhadap islam mengadakan
persekongkolan terhadap sebagian kaum muslimin.[5]
Hasan
al-Banna adalah seorang arsitek sebuah perubahan. Bahkan, seolah-olah ia
dilahirkan untuk membangun kembali harga diri umat yang sedang runtuh dan
melorot. Pembangunan kembali itu diawali dengan mendirikan madrasah terbesar
dalam sejarah gerakan dakwah; Madrasah Hasan Al-Banna.
Penyebutan
Madrasah Hasan al-Banna ini disematkan oleh salah satu kader terbaik ikhwanul
muslimin, syaikh Yusuf Qardhawi, sebuah madrasah yang memiliki dua tujuan besar
dalam pembangunan umat Islam. Dua tujuan itu ialah ilmiyah dan amaliyah,
berilmu dan beramal.
Hasan al-Banna memahamkan para
pengikutnya untuk sentiasa mengkader belia dan selalu mengkontrol mereka agar
tetap selalu berbuat baik dan mengerjakan suruhan agama dan meninggalkan
larangan. Tazkiyah nafs sangat berperan dalam mentarbiyah, disamping itu Hasan
al-Banna juga memahamkan maksud “al-fahm” dengan rincian yang beliau sebut
al-Usûl `isyrîn, ikhlas, `Amal, Jihad, Taat, Stabat, Tadhhîyah, Tajarrad,
ûkhwah, Tsiqqah. Sifat-sifat ini haruslah dimiliki seorang Murabby “yang
mengajar” dan yang diajar. Semua ini lebih beliau tekankan terhadap para belia
dan pelajar, walaupun proses ini membutuhkan waktu yang panjang. Namun,
merekalah nantinya yang akan menjadi penerus tarbiyah ini[6].
Konsep
pendidikan Ikhwan al-Muslimin ditujukan bagi pemecahan berbagai masalah sosial
yang dihadapi. Dengan kata lain, Ikhwan al-Muslimin melihat pendidikan sebagai
alat untuk membantu masyarakat dalam menghadapi berbagai masalah kehidupan.
Atas dasar konsep tersebut, Ikhwan al-Muslimin mengajukan berbagai permasalahan
pendidikan sebagai berikut :
1.
Sistem
Pendidikan
Salah
satu pemikiran Hasan al-Banna di bidang pendidikan berkaitan dengan upaya
mengintegrasikan sistem pendidikan yang dikotomis antara pendidikan agama dan
pendidikan umum. Melalui upaya ini Ikhwan al-Muslimin bermaksud memberi nilai
agama pada pengetahuan umum, dan memberi makna progresif terhadap pengetahuan
dan amaliah agama, sehingga sikap keagamaan tersebut tampil lebih aktual. Dalam
hubungan ini Ikhwan al-Muslimin berusaha memperbaharui makna iman yang telah
lapuk oleh peradaban modern, yaitu dengan cara kembali kepada sumber-sumber
ajaran yang orisinil. Upaya-upaya tersebut dapat terlihat dari bingkai
pendidikan Ikhwan al-Muslimin yang berorientasi ketuhanan, universal, terpadu,
seimbang dan bermuatan keterampilan yang positif dan konstruktif.
Orientasi
ketuhanan dalam pendidikan amat penting, karena aspek ketuhanan atau keimanan
merupakan hal yang terpenting dalam pendidikan Islam. Aspek keimanan ini sangat
mendasar pengaruhnya, terutama jika dihubungkan dengan tujuan pertama
pendidikan Islam, yaitu mewujudkan manusia-manusia yang memiliki keimanan yang
kokoh. Yaitu iman yang tidak hanya terbatas pada pengertian dan perkataan,
tetapi juga harus diimplementasikan dengan praktek-praktek ibadah dan
ritualitas agama yang menumbuhkan sikap positif untuk kehidupan pribadi dan
masyarakat.[7]
Selanjutnya
yang dimaksud dengan universal dan terpadu adalah bahwa pendidikan Islam tidak
hanya mementingkan satu segi tertentu saja, dan tidak pula mengharuskan adanya
spesialisasi yang sempit melainkan mencakup semua aspek secara terpadu dan
seimbang. Pendidikan Islam tidak hanya mementingkan ruhani dan moral seperti
yang terdapat pada paham kaum sufi, dan tidak pula hanya menekankan pendidikan
rasio seperti yang didambakan kaum filosofis, dan tidak juga hanya mementingkan
latihan keterampilan dan disiplin sebagaimana pendidikan dalam kemiliteran,
tetapi pendidikan Islam itu mementingkan sesama dimensi secara seimbang.
Ciri
universalisme dan terpadu dalam pendidikan Islam juga harus mementingkan aspek
ruhani. Dalam hubungan ini Muhammad Quthb mengatakan bahwa ruh adalah suatu
kekuatan yang tidak terlihat dan tidak kita ketahui materi dan cara kerjanya.
Ia adalah alat untuk mengadakan kontak dengan Allah sesuai dengan fitrahnya,
yaitu alat yang membawa manusia kepada Tuhan. Untuk mencapai tujuan penyatuan
ruhaniah dengan Tuhan, manusia dianjurkan agar menciptakan hubungan yang terus
menerus antara ruh dengan Allah pada saat dan kegiatan bagaimanapun, baik pada saat
berpikir, merasa maupun berbuat.
Selain
membina aspek ruhani, pendidikan Islam juga harus membina intelektualitas atau
cara berpikir yang benar. Hal ini dinilai penting oleh Ikhwan al-Muslimin,
mengingat eksistensi manusia terdiri dari unsur ruhani, akal dan jasmani.
Ketiga unsur tersebut harus terpadu dan tidak dapat dipisah-pisahkan.
Khusus
mengenai akal, Ikhwan al-Muslimin menilai bahwa akal merupakan potensi atau
kekuatan besar yang diberikan Allah kepada manusia. Islam sangat menghargai
akal dan menempatkannya sebagai salah satu dasar dari adanya pembebanan hukum,
dan sebagai tolak ukur yang membedakan antara baik dan buruk. Dalam kaitan ini
Ikhwan al-Muslimin manilai bahwa berpikir dengan menggunakan akal merupakan
kegiatan mental yang bernilai ibadah. Sedangkan mencari bukti-bukti atas
sesuatu merupakan keharusan, dan belajar merupakan suatu kewajiban bagi setiap
muslimin. Dengan demikian, tidaklah aneh jika pendidikan Islam sama sekali
tidak dipisahkan dari pendidikan keimanan atau pendidikan jiwa. Hal ini dapat
dimengerti, karena sikap seseorang merupakan cermin dari pemikiran dan
pandangannya terhadap dunia, kehidupan dan manusia itu sendiri.
Sejalan
dengan pemikiran tersebut di atas, Ikhwan al-Muslimin juga mementingkan
pendidikan jasmani. Wujud nyata dari pendidikan jasmani ini menurut Yusuf
al-Qardhawi adalah mengambil bentuk pemeliharaan kebersihan, pemeliharaan
kesehatan secara preventif dan pengobatan. Untuk itu, kepada setiap anggota
Ikhwan al-Muslimin ditekankan agar membiasakan hidup bersih, tidak merokok dan
mengurangi minum kopi dan teh, karena hal itu akan mengganggu kesehatan.
Pendidikan jasmani ini ditujukan : (1) agar setiap muslim berbadan sehat dan
berupaya memelihara kesehatan fisik dan mental, (2) agar setiap muslim dapat
beraktivitas dengan lincah dan positif, (3) agar setiap muslim mempunyai daya
tahan tubuh yang senantiasa prima.
Sejalan
dengan cita-cita tersebut di atas, Ikhwan al-Muslimin juga mementingkan
pendidikan sosial merupakan salah satu misi perjuangannya. Dalam kaitan ini,
Yusuf al-Qardhawi mengatakan bahwa beribadah merupakan konsekuensi hubungan
dengan Allah, sedangkan kepedulian sosial merupakan konsekuensi hubungan antara
sesama manusia, dan perjuangan merupakan pengejawantahan hubungan dengan
musuh-musuh agama.[8]
2.
Karakter
Pendidikan Islam
Sejalan
dengan uraian tersebut di atas, Ikhwan al-Muslimin selanjutnya membahas
karakter pendidikan. menurutnya, bahwa karakter pendidikan Islam tidak hanya
terletak pada optimalisasi pengembangan potensi dan sumber daya manusia, tetapi
harus pula didasarkan pada kejernihan iman dan niat yang positif, karena tanpa
itu semua penerapan sains dari hasil karya manusia hanya akan menimbulkan
bumerang, bahkan dapat mendatangkan bahaya kehidupan dari yang tidak
diperkirakan sebelumnya.
Untuk
mewujudkan karakter pendidikan demikian, maka perlu didasarkan pada rasa
persaudaraan yang kokoh, keterpautan dan kepedulian dengan sesama anggota,
bahkan kalau perlu siap menghadapai penderitaan. Dalam kaitan ini, sejarah
mencatat beberapa tokoh Ikhwan al-Muslimin yang daging dan darahnya dimakan dan
diminum stroom, tetapi mereka tidak mau menyatakan sesuatu yang dapat menyakiti
dan membahayakan saudara-saudaranya sampai mati sekalipun. Demi memperjuangkan
sikapnya itu, maka tidak sedikit pemuda-pemuda Ikhwan al-Muslimin yang harus
menanggung siksaan, hanya karena tidak mau mengakui atau menunjukkan
orang-orang yang diincar oleh penguasa zalim.
3.
. Lembaga
Pendidikan
Selain
berbicara tentang sistem dan karakteristik pendidikan, Ikhwan al-Muslimin juga
berbicara tentang lembaga pendidikan. dalam hubungan ini, Ikhwan al-Muslimin
mengajukan lembaga pendidikan formal seperti sekolah dan lembaga pendidikan non
formal atau luar sekolah.
Salah
satu upaya untuk menangani pendidikan sekolah, Ikhwan al-Muslimin membentuk
komite khusus di bidang pendidikan di kantor pusat, dan panitia yang bertugas
mendirikan Sekolah Dasar (SD), Sekolah Lanjutan (SL), dan Sekolah Teknik untuk
anak laki-laki dan perempuan yang keadaannya berbeda dengan sekolah-sekolah
swasta lainnya. Ke dalam seluruh jenjang pendidikan formal tersebut Ikhwan
al-Muslimin memberikan ciri Islam yang sangat kuat. Dalam hubungan ini, Mariyam
Jamilah mengatakan bahwa Hasan al-Banna, selaku pendiri Ikhwan al-Muslimin
tidak bosan-bosannya mengimbau pemerintah agar menata kembali pendidikan yang
berasaskan Islam dan memperhatikan pentingnya penyusunan kurikulum yang berbeda
antara siswa dan siswi, dan secara khusus ia memohon agar pengajaran ilmu-ilmu
eksakta tidak dibaurkan dengan paham materialisme modern.
Selanjutnya
berkenaan dengan pendidikan luar sekolah, Ikhwan al-Muslimin berpandangan bahwa
pendidikan luar sekolah merupakan pendidikan yang diselenggarakan di luar
sekolah melalui kegiatan belajar-mengajar yang tidak harus berjenjang dan
berkesinambungan melalui keluarga kelompok belajar, kursus dan satuan
pendidikan lainnya yang sejenis. Dalam kaitan ini, Ikhwan al-Muslimin
menyelenggarakan pendidikan keagamaan, kursus, kejuruan untuk anak putus
sekolah, pendidikan privat bagi anak laki-laki dan perempuan, serta pendidikan
kewiraswastaan bagi mereka yang tidak mampu lagi untuk meneruskan sekolah ke
jenjang yang lebih tinggi.
Selain
itu Ikhwan al-Muslimin juga menyelenggarakan pendidikan dengan sistem halaqah,
yaitu pendidikan yang diselenggarakan secara berkelompok dan membentuk
lingkaran. Pendidikan ini merupakan suatu aktivitas yang paling esensial bagi
para anggota Ikhwan. Dalam hubungan ini, Said Hawa mengatakan bahwa
sesungguhnya keterlibatan Ikhwan dalam halaqah ini merupakan suatu keharusan, karena
halaqah adalah unsur pokok dalam pergerakan. Hal ini pernah dilakukan Abu Darda
di masjid, yaitu ketika ia mengajarkan Al-Qur’an semenjak matahari terbit,
hingga salat dzuhur, dengan membagi-bagi murid sebanyak sepuluh orang setiap
kelompok yang dipandu oleh seorang guru dalam setiap kelompok.
4. Metode Pendidikan Islam
Sejalan
dengan kegiatan pendidikan tersebut, Ikhwan al-Muslimin menawarkan berbagai
metode pendidikan yang dapat digunakan sesuai dengan bidang studi yang
diajarkan. Di antara metode pendidikan tersebut, adalah metode pendidikan
melalui teladan, teguran, hukuman, cerita-cerita, pembiasaan dan
pengalaman-pengalaman konkret. Secara keseluruhan metode tersebut dapat
dijumpai dasarnya baik dalam Al-Qur’an maupun praktek yang dilakukan Rasulullah
SAW dalam membina para sahabat dan kader-kadernya.
C.Karya-karya
Hasan Al-Banna
Imam Hasan Al-Banna adalah seorang
pendakwah Islam dan juga tokoh pembaharuan. Beliau tidak menurut cara-cara Syed
Rasyid Ridha. Hasan Al-Banna himpunkan sekumpulan orang-orang Islam yang
berwibawa serta mempunyai kesanggupan untuk hidup dan mati dalam memperjuangkan
Islam. Bellau ingin menegakkan cara hidup Islam di Mesir. Lantaran itu, beliau
menumpukan lebih banyak masanya di sudut amali gerakannya, iaitu memberi latihan
akhlak dan rohani kepada para anggota Ikhwan. Pernah beliau ditanya,
‘Mengapakah awak tidak mengarang buku?’ Imam Hasan Al-Banna menjawab, ‘Saya
‘menulis’ manusia.’ Ini bermakna beliau melatih manusia dari segi akhlak dan
ilmu untuk perjuangan Islam. Walau bagaimanapun beliau ada menulis beberapa
buah buku berikut:
I.
Muzakirat
ad-Da’awah wa-Dai’yiah’ (Catatan Dakwah dan pendakwah)
Inilah hasil karyanya yang
terulung. Buku ini terbahagi kepada dua bahagian.
Bahagian pertama menyentuh kehidupan peribadinya dan bahagian kedua pula ialah
mengenai kegiatan Ikhwanul Muslimin
Bahagian pertama menyentuh kehidupan peribadinya dan bahagian kedua pula ialah
mengenai kegiatan Ikhwanul Muslimin
II.
‘Risaail-Al-Imamu-Syahid.’
Buku ini ialah himpunan
beberapa makalah yang disusunnya pada waktu
waktu tertentu sepanjang hayatnya. Buku ini terbahagi kepada tajuk-tajuk.
III. Syarahan syarahan Imam Hasan AI Banna.
waktu tertentu sepanjang hayatnya. Buku ini terbahagi kepada tajuk-tajuk.
III. Syarahan syarahan Imam Hasan AI Banna.
Buku
ini mengandungi syarahan syarahan dan kuliah-kuliah Hasan Al-Banna.
Ia merupakan satu khazanah ilmu.
Ia merupakan satu khazanah ilmu.
III.
Maqalat Hasan
Al-Banna.
Buku ini ialah himpunan
nasihat nasihat dan arahan arahan Imam Hasan Al-
Banna kepada sahabat-sahabat dan para anggota Ikhwanul Muslimin [9]
Banna kepada sahabat-sahabat dan para anggota Ikhwanul Muslimin [9]
V. Al-Ma’thurat.
Buku
ini ialah himpunan do’a-do’a dan zikir yang disusun oleh Imam Hasan
Al-Banna sendiri. la dibaca beramai-ramai oleh para anggota Ikhwan sebelum sholat
Maghrib. Ia merupakan pembaharuan ikrar mereka kepada Allah dalam.menjalankan
dakwah Islamiah.
Al-Banna sendiri. la dibaca beramai-ramai oleh para anggota Ikhwan sebelum sholat
Maghrib. Ia merupakan pembaharuan ikrar mereka kepada Allah dalam.menjalankan
dakwah Islamiah.
D. Relevansi Pemikiran Pendidikan
Islam Hasan AL Banna’ Dalam Pendidikan Nasional
Konsep
pendidikan Hasan Al Banna’ ditelaah dari faktor-faktor pendidikan menunjukkan
adanya relevansinya dengan Sistem Pendidikan Nasional yang tertuang dalam
Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2003, terutama pada tujuan pendidikan Nasional,
yaitu mencerdaskan kehidupan bangsa serta membentuk peserta didik yang memiliki
iman dan takwa serta masih ada yang relevan pada bab yang lain yang dijabarkan
pada pasal-pasal di dalam undang-undang tersebut. Hasan Al Banna’ telah
menyumbangkan pemikiran – pemikiran yang terbilang ekstrim bagi sebagian
kalangan.
Sejalan dengan kegiatan pendidikan
tersebut, Hasan Al Banna’ menawarkan berbagai metode pendidikan yang dapat digunakan
sesuai dengan bidang studi yang diajarkan. Di antara metode pendidikan
tersebut, adalah metode pendidikan melalui teladan, teguran, hukuman,
cerita-cerita, pembiasaan dan pengalaman-pengalaman konkret. Secara keseluruhan
metode tersebut dapat dijumpai dasarnya baik dalam Al-Qur’an maupun praktek
yang dilakukan Rasulullah SAW dalam membina para sahabat dan kader-kadernya.
BAB
III
PENUTUP
KESIMPULAN
Hasan al-Banna merupakan tokoh
yang sangat berpengaruh dalam perkembangan pergerakan Ikhwan Muslimin dan
reformasi dunia islam, beliau merupakan ketauladanan dalam memimpin suatu
pergerakan, menjadi pengajar yang dipuji murid-muridnya. Pemikiran beliau sangat
luas dan cepat memahami keadaan masyarakatnya sehingga beliau dapat pula
mencari solusi bagi permasalahan tersebut. Istiqomah dalam setiap perjuangan
dan cita-cita yang baik walaupun nyawa sebagai taruhannya. Sehingga lahirlah
ruh jihad yang membara untuk membina ummat islam dengan ikhlasnya.
Gerakan reformasi berjaya jika
kita semua jujur dan istiqomah dalam perjuangan. Semangat sahaja yang
berkobar-kobar tanpa pengisian akan menyebabkan gerakan ini berkubur tanpa
nisan. Sebab itu kita perlu mantapkan barisan kita, kita perlukan ceramah,
usrah, kuliah dan sebagainya yang dapat meningkatkan pemikiran kita dan menyebarkannya
kepada rakyat betapa reformasi adalah perlu untuk setiap insan di bumi ini.
DAFTAR
PUSTAKA
1.
Al-Banna,
Hasan. 1949. Majmu`ah al-Rasâil. Kaherah: Dar al-Syihâb
2.
Abu
Faris, Muhammad Abdul Qadir. 2007. fiqih siyasy. Online book.
3.
Al-Talmasâny,
Umar. 1984. Hasan al-Banna al-Mulham al-Mauhûb. Kahirah: Dar al-Tauz`
4.
Al-Wakil
Muhammad Sayyid. 2001. Pergerakan islam terbesar abad ke 14 H
5.
Al-Talmasâny,
Umar. 1984. Hasan al-Banna al-Mulham al-Mauhûb. Kahirah: Dar al-Tauz`
6.
http://G:/
New folder/kumpulan hasan al-banna/baru.htm
7.
http://G:/
New folder/kumpulan hasan al-banna/hassan-al-banna-dan-ikhwanul-muslimin.html
[1] Al-Banna, Hasan. 1949. Majmu`ah
al-Rasâil. Kaherah: Dar al-Syihâb.hal.5
[3] Ibid.hal.6
[4]http://G:/ New folder/kumpulan
hasan al-banna/baru.htm
[5] Dr. Muhammad Sayyid al-Wakil
2001:323
[6]Al-Talmasâny,
Umar. 1984. Hasan al-Banna al-Mulham al-Mauhûb. Kahirah: Dar al-Tauz`î.hal.128
[7]
Ibid.hal.129
[8]
Ibid.hal.130
[9]
http://G:/ New folder/kumpulan hasan al-banna/baru.htm
No comments:
Post a Comment