MOH.KAMILUS
ZAMAN Spd.I (085755107987)
BAB I
PENDAHULUAN
I.I. LATAR BELAKANG
Abu ‘Ali al-Husayn bin ‘Abdullah ibnu Sina tak hanya dikenal sebagai
seorang dokter legendaris. Ibnu Sina juga mencurahkan gagasannya tentang
pendidikan. Menurut Ibnu Sina, pendidikan atau pembelajaran itu menyangkut
seluruh aspek pada diri manusia, mulai dari fisik, metal maupun moral. Pendidikan
tidak boleh mengabaikan perkembangan fisik dan apapun yang memiliki pengaruh
terhadap perkembangan fisik seperti olahraga, makanan, minuman, tidur, dan
kebersihan,” tutur Ibnu Sina,
Dalam pandangan Ibnu Sina, pendidikan tak hanya memperhatikan
aspek moral, namun juga membentuk individu yang menyeluruh termasuk, jiwa,
pikiran dan karakter. Menurutnya, pendidikan sangat penting
diberikan kepada anak-anak untuk mempersiapkan diri untuk menghadapi masa dewasa.
Ibnu Sina mengungkapkan, seseorang
harus memiliki profesi tertentu dan harus bisa berkontribusi bagi masyarakat.
Ibnu Sina mengungkapkan pendidikan itu harus diberikan secara berjenjang
berdasarkan usia. Ia dianggap seorang
yang cerdas, karena dalam usia yang sangat muda (17 Tahun) Ibnu Sina telah di
kenal sebagai filosof dan dokter terkemuka di Bukhara selain itu Ibnu Sina juga
dikenal sebagai tokoh yang luar biasa. Kecuali seorang ilmuwan ia juga dapat
melakukan berbagai macam pekerjaan dengan baik seperti dalam bidang kedokteran,
pendidikan, penasehat politik, pengarang dan bahkan menjadi waziar (mentri).
Sebagai ilmuwan Ibnu
Sina telah berhasil menyumbangkan buah pemikirannya dalam buku karangannya yang
berjumlah 276 buah. Diantara karya besarnya adalah Al-Syifa berupa ensiklopedi
tentang fisika, matematika dan logika. Kemudian Al-Qanur Al-Tabibb adalah
sebuah ensiklopedi kedokteran.
I.2. RUMUSAN MASALAH
1. Bagaimana riwayat hidup Ibnu sina ?
2.
Apa pemikiran
ibnu sina tentang pendidikan ?
3. Bagaimana Pandangan ibnu sina tentang pendidikan ?
4. Bagaimana hubungan pemikiran pendidikan islam dengan pendidikan
nasional ?
I.3. TUJUAN
1.
Agar
mahasiswa mengetahui riwayat hidup Ibnu sina
2.
Agar mahasiswa
mengetahui pemikiran Ibnu sina tentang pendidikan
3.
Mengetahui
pandangan Ibnu sina tentang pendidikan
4.
Mengetahui
hubungan pemikiran pendidikan islam dengan pendidikan nasional
BAB II
PEMBAHASAN
2.1. Riwayat
Hidup Ibnu Sina
Nama
lengkapnya adalah Abu ’Ali al-Husyn ibn Abdullah. Penyebutan nama ini telah
menimbulkan perbedaan pendapat di kalangan para ahli sejarah. Sebagian dari mereka
mengatakan bahwa nama tersebut diambil dari bahasa latin, Avin Sina, dan
sebagian yang lain mengatakan bahwa nama tersebut diambil dari kata Al-Shin
yang dalam bahasa Arab berarti Cina. Selain itu ada juga pendapat yang
mengatakan bahwa nama tersebut dihubungkan dengan nama tempat kelahirannya,
yaitu Afshana.
Dalam
sejarah pemikiran islam, Ibnu Sina di kenal sebagai intelektual muslim yang
banyak mendapat gelar. Ia lahir pada tahun 370 H. bertepatan dengan tahun 980
M, di Afshana, suatu daerah yang terletak di dekat bukhara, di kawasan Asia
Tengah. Ayahnya bernama Abdullah dari Belkh, suatu kota yang termasyhur
dikalangan orang-orang Yunani, kota tersebut sebagai pusat kegiatan polotik,
juga sebagai pusat kegiatan intelektual dan keagamaan.
Adapun Ibu
Ibnu Sina bernama Astarah, berasal dari Afshana yang termasuk wilayah
Afganistan. Namun demikian, ia ada yang menyebutkan sebagai berkebangsaan Persia,
karena pada abad ke-10 M, wilayah Afganistanini termasuk daerah Persia.
Tampilnya
Ibnu Sina selain sebagai ilmuwan yang terkenal didukung oleh tempat
kelahirannya sebagai ibu kota kebudayaan, dan orang tuanya yang dikenal sebagai
pejabat tinggi, juga karena kecerdasannya yang luar biasa. Sejarah mencatat,
bahwa Ibnu Sina melalui pendidikannya pada usia lima tahun di kota kelahirannya
Bukhara. Pengetahuan yang pertama kali ia pelajari ialah membaca al-qur’an.
Setelah itu ia melanjutkan dengan mempelajari ilmu-ilmu agama islam seperti
tafsir, fiqh, ushuluddin dan lain-lain. Berkat ketekunan dan kecerdasannya, ia
berhasil menghafal al-qur’an dan menguasai berbagai cabang ilmu keislaman pada
usia yang belum genap sepuluh tahun.
Ia dianggap seorang yang cerdas,
karena dalam usia yang sangat muda (17 Tahun) Ibnu Sina telah di kenal sebagai
filosof dan dokter terkemuka di Bukhara selain itu Ibnu Sina juga dikenal
sebagai tokoh yang luar biasa. Kecuali seorang ilmuwan ia juga dapat melakukan
berbagai macam pekerjaan dengan baik seperti dalam bidang kedokteran,
pendidikan, penasehat politik, pengarang dan bahkan menjadi waziar (mentri).
Ibnu sina banyak mempelajari kitab
karangannya Abi Abdillah Al-Natily yang berjudul “Isagogi” dan buku karangan
Eclides dan Al-Magisty. Pada waktu ia menerangkan isi buku-buku tersebut kepada
gurunya, ia menunjukan kecerdasan pikirannya yang mengagumkan, karena ia dapat
mengukapkan isinya secara jelas sesuai dengan rumus-rumus dan problematika yang
di tulis dalam buku-buku tersebut dimana gurunya sendiri tidak dapat
memahaminya.
Dia mendalami ilmu-ilmu alam dan
teologi, kemudian mempelajari kedokteran dan di angkat menjadi supervisor. Ia
praktek sebagai dokter, mengobati orang sakit, tidak untuk mencari kekayaan,
tetapi ilmunya sekedar untuk di gunakan alat bergaul dengan para dokter pada
masa itu dan untuk memuaskan dorongan cintanya pada ilmu kedokteran. Pada waktu
usia 16 tahun kemashurannya telah menyebar luas sampai kepada para ahli
kedokteran lainnya sehingga mereka tertarik mempelajari pengalaman dan berbagai
macam teknik penyembuhan dari padanya Memang ia mencurahkan seluruh waktunya
untuk menelaah, membaca dan membahas, menganalisa, meneliti dan melakukan
pengkajian terhadap berbagai pendapat para ahli.
Di kisahkan bahwa Amir nuh bin Nasr
as-smanai menderita sakit keras, Abu Ali Ibnu Sina diminta untuk mengobatinya
dan sembuhlah ia dari penyakitnya, maka senanglah hati raja itu. Ia di serahi
sebuah perpustakaan Amir Nuh Bin Nasr yang termanshur dengan kelengkapan kitab-kitabnya,
maka Ibnu Sina tenggelam dalam perpustakaan itu, membaca seluruh kitab yang ada
di dalamnya yang terdiri dari kitab-kitab tentang ilmu-ilmu dasar dari tiap
ilmu dan seni. Ia telah dapat memahami isi semuanya, dan telah berhasil
mendapatkan ketenangan di dalam perpustakaan itu.
Sebagai ilmuwan Ibnu Sina telah
berhasil menyumbangkan buah pemikirannya dalam buku karangannya yang berjumlah
276 buah. Diantara karya besarnya adalah Al-Syifa berupa ensiklopedi tentang
fisika, matematika dan logika. Kemudian Al-Qanur Al-Tabibb adalah sebuah
ensiklopedi kedokteran. Ibnu sina wafat tahun 427 H = 1037 M. (permulaan abad
yang kelima). Kitab As-Syifa’ terdiri dari 18 jilid. Masih tersimpan satu
muskha di universitas oxford, london.[1]
2.2. Pemikiran
Ibnu sina tentang pendidikan
Pemikiran Ibnu Sina yang banyak
keterkaitannya dengan pendidikan, menyangkut pemikirannya tentang filsafah
ilmu. Menurut Ibnu Sina ilmu terbagi
menjadi 2 (dua), yaitu:[2]
- Ilmu yang tak kekal
- Ilmu yang kekal (hikmah). Ilmu yang kekal dipandang dari peranannya sebagai alat disebut logika.
Ibnu sina
juga membagi filsafat dalam 2 bagian, yaitu teori dan praktek, yang keduanya
berhubungan dengan agama, di mana dasarnya terdapat dalam syari’at Tuhan, yang
penjelas dan kelengkapannya di peroleh dengan akal manusia. Berdasarkan
tujuannya maka ilmu dapat dibagi menjadi 2, yaitu:
- Ilmu praktis seperti ilmu kealaman, matematika, ilmu ketuhanan dan ilmu kulli.
- Ilmu tidak praktis adalah ilmu akhlak, ilmu kepengurusan, rumah ilmu, pengurusan kota dan ilmu nabi (syariah).
Menurut
Ibnu Sina pendidikan yang diberikan oleh nabi pada hakikatnya adalah pendidikan
kemanusiaan. Bahwa pemikiran pendidikan Ibnu Sina bersifat komprehensif. Dalam
pemikiran pendidikannya Ibnu Sina telah menguraikan tentang psikologi
pendidikan, terlihat dari uraian-uraiannya mengenai hubungan anak dengan
tingkatan usia, kemauan dan bakat anak. Dengan mengetahui latar belakang
tingkat perkembangannya, bakat dan kemauan anak maka bimbingan yang di berikan
kepada anak akan lebih berhasil. Menurut Ibnu Sina kecendrungan manusia untuk
memilih pekerjaan yang berbeda dikarenakan didalam diri manusia terdapat faktor
yang tersembunyi yang sukar dipahami / dimengerti dan sulit untuk di ukur
kadarnya. [1]
Pemikiran pendidikan Ibnu Sina
tampaknya telah membuka selubung keagungan tokoh ini. Di dunia barat sendiri
pemikiran pendidikan anak baru dilakukan menjelang abad ke-18. Dietrich
Tiediman (1787) merupakan orang pertama kali di dunia barat yang menyusun psikologi
anak-anak. Kemudian disusul oleh buku Die Seele Des Kindes karangan Wilhelm
Preyer (1882) barulah para ahli pendidikan di barat mempelajari anak-anak
melalui kajian ilmiah.
Mengenai kebenaran Al-qur’an Ibnu
sina membedakan bagi awam dan intelektual (filsuf). Bagi orang awam kebenaran
Al-quran itu merupakan kebenaran harfiah, sementara bagi intelektual bersifat
simbolis. Oleh karena itu pendidikan merupakan penerapan disiplin hukum yang
hanya berlaku bagi orang awam. Sementara filsafat sebagai alat pemahaman atas
kebenaran Al-quran yang simbolis, lebih tinggi dari pendidikan. [3]
tujuan
pendidikan harus diarahkan pada pengembangan seluruh potensi yang dimiliki
seseorang ke arah perkembangannya yang sempurna, yaitu perkembangan fisik,
intelektual dan budi pekerti. Tujuan pendidikan menurut Ibnu Sina yaitu harus diarahkan
pada upaya mempersiapkan seseorang agar dapat hidup dimasyarakat secara
bersama-sama dengan melakukan pekerjaan atau keahlian yang dipilihnya sesuai
dengan bakat, kesiapan, kecendrungan dan potensi yang dimilikinya. Dan untuk
mencapai kebahagiaan (sa’adat) kebahagian dicapai secara bertingkat, sesuai
dengan tingkat pendidikan yang dikemukakannya, yaitu kebahagiaan pribadi,
kebahagiaan rumah tangga, kebahagiaan masyarakat, kebahagian manusia secara
menyeluruh dan kebahagian akhir adalah kebahagian manusia di hari akhirat. Kebahagian
manusia secara menyeluruh menurut Ibnu Sina hanya akan mungkin dicapai melalui
risalah kenabian. Jadi para nabilah yang membawa manusia mencapai kebahagian
secara menyeluruh. Pemikiran dalam hal pendidikan, Ibnu sina juga membagi
menjadi berbagai tahapan atau masa-masa.
a.
Tahapan masa-masa
menurut Ibnu sina
Pemikiran
dalam hal pendidikan, Ibnu sina juga membagi menjadi berbagai tahapan atau
masa-masa.
1.
Masa kanak-kanak
Menurut Ibnu Sina, masa kanak-kanak merupakan saat pembentukan fisik,
mental, dan moral. Oleh karena itu terdapat tiga hal yang harus diperhatikan:
Pertama, anak-anak harus dijauhkan dari pengaruh kekerasan yang bisa
mempengaruhi jiwa dan moralnya. Kedua, untuk perkembangan tubuh dan gerakannya,
anak-anak harus dibangunkan dari tidur. Ketiga, anak-anak tak diperbolehkan
langsung minum setelah makan, sebab makanan itu akan masuk tanpa dicerna
terlebih dahulu. Keempat, perkembangan rasa dan perilaku anak-anak perlu
diperhatikan.
2.
Masa Pendidikan
Pada masa ini, anak-anak sudah berusia antara 6 hingga 14 tahun. Pada
masa ini, anak-anak harus mempelajari prinsip kebudayaan Islam dari Alquran,
puisi-puisi Arab, kaligrafi, juga para pemimpin Islam. Menurut Ibnu Sina,
pendidikan pada masa ini harus dilakukan dalam kelompok-kelompok, bukan
perseorangan. Sehingga siswa tidak merasa bosan. Selain itu, mereka bisa
belajar mengenai arti persahabatan. Selain itu juga Pelajaran membaca dan
menghafal menurut Ibnu Sina berguna di samping untuk mendukung pelaksanaan
ibadah yang memerlukan bacaan ayat-ayat al-qur’an, juga untuk mendukung
keberhasilan dalam mempelajari agama islam seperti pelajaran Tfasi Al-Qur’an,
Fiqh, Tauhid, Akhlak dan pelajaran agama lainnya yang sumber utamanya Al-qur’an.
3.
Masa usia 14 tahun ke atas
Pada masa remaja ini, mereka dipersiapkan untuk mempelajari tipe
pelajaran tertentu supaya memiliki keahlian khusus. Selain itu, mereka harus
mempelajari pelajaran yang sesuai dengan bakat mereka. Mereka juga tidak boleh
dipaksa untuk mempelajari dan bekerja di bidang yang tidak mereka inginkan dan
mereka pahami. Namun pelajaran dasar harus diberikan kepada mereka.
Ibnu Sina menganggap pendidikan pada anak-anak maupun remaja harus
diberikan karena pendidikan itu memiliki hubungan yang erat antara pemenuhan
kebutuhan ekonomi dan sosial. Yang paling penting, setiap pelajar harus menjadi
seorang ahli dalam bidang tertentu yang akan mendukung pekerjaannya di masa
depan.
Ibnu sina mewajibkan kepada pendidik anak-anak, supaya menjauhkan
anak-anak dari kelakuan yang keji dan adat-adat kebiasaan yang buruk dengan
mempertakuti dan menginginkan, dengan memuji sekali dan memarahi sekali, yaitu
selama yang demikian itu mencukupi. Kalau membutuhkan mempergunakan tangan,
maka hendaklah pergunakan.
b.
Pandangan
Ibnu sina tentang pendidikan
Ibnu sina banyak memberikan saham dalam meletakkan dasar-dasar
pendidikan islam, yang amat berharga sekali dan tidak kecil pengaruhnya
terhadap pendidikan islam dewasa ini, pandangan ibnu sina terhadap pendidikan
(sistem) meliputi sebagai berikut :[4]
1.
Pendidikan keterampilan untuk mempersiapkan
anak mencari penghidupan
Ibnu sina mengintegrasikan
antara nilai-nilai idealitas dengan pandangan pragmatis, sebagaimana yang dia
katakan : “ jika anak telah selesai belajar Al-Quran dan menghapal dasar-dasar
gramatika, saat itu amatilah apa yang ia inginkan mengenai pekerjaannya, maka
arahkanlah ia ke jalan itu. Jika ia menginginkan menulis maka hubungkanlah
dengan pelajaran bahasa surat-menyurat, bercakap-cakap dengan orang lain serta
berbincang-bincang dengan mereka dan sebagainya. Kalau problem matematika, maka
caranya harus mengerjakan bersamanya, membimbing dan menulisknnya. Dan jika ia
ingin yang lain, maka bawalah ia kesana.”
Pendidikan yang bersifat keterampilan yang ditujukan pada pendidikan seperti bidang perkayuan, penyablonan dsb. Sehingga akan
muncul tenaga-tenaga pekerja yang professional yang mampu mengerjakan pekerjaan
secara professional. Dengan demikian apa yang dikatakan oleh Ibnu sina itu
jelas menunjukkan bahwa umat islam sejak dulu telah mengetahui tujuan
pendidikan/pengajaran. Oleh karena itu hendaknya mereka mengarahkan pendidikan
anak-anak kepada apa yang menjadikan mereka baik, lalu menuangkan pengetahuan
mereka ke dalam prinsip-prinsip yang ditetapkan yang bersifat khusus seperti yang
dianjurkan oleh pendidikan modern.
2.
Kurikulum tingkat awal untuk meningkatkan mutu
pendidikan anak
Secara sederhana istilah kurikulum digunakan untuk menunjukkan sejumlah
mata pelajaran yang harus ditempuh untuk mencapai satu gelar atau ijazah.
Pengertian ini sejalan dengan pendapat Crow dan Crow yang mengatakan bahwa
kurikulum adalah rancangan pengajaran yang isinya sejumlah mata pelajaran yang
disusun secara sistematik yang diperlukan sebagai syarat untuk menyelesaikan
suatu program pendidikan tertentu
pendapat Ibnu sina tentang masalah ini sangat terkenal : yaitu “
sebaiknya diawali dengan mengajarkan Al-quranulkarim tapi dengan cara
menghindarkan pengajaran yang bersifat memberatkan jasmani dan akal pikirannya.
Dalam hal ini Ibnu sina sepakat bahwa, “pada waktu mengajarkan Al-quran anak
juga diajarkan diajar huruf-huruf hijaiyah dan beberapa ilmu lainnya, kemudian
diperkenalkan syair-syair yang dimulai dari cerita anak-anak.
Strategi pembentukan kurikulum Ibnu Sina tampak sangat dipengaruhi oleh
pengalaman yang terdapat dalam dirinya. Pengalaman pribadinya dalam mempelajari
berbagai macam, ilmu dan keterampialan ia coba tuangkan dalam konsep
kurikulumnya. Dengan kata lain, ia menghendaki agar setiap orang yang
mempelajari berbagai ilmu dan keahliaan menempuh sebagaimana cara yang ia
lakukan.
Berdasarkan uraian
diatas Ibnu sina mengemukakan prinsip-prinsip pendidikan yaitu :[5]
1.
Jangan
memulai pengajaran Al-quran kepada anak melainkan setelah anak mencapai tingkat
kematangan akal dan jasmaniah yang memungkinkan dapat menerima apa yang
diajarkan
2.
Mengintegrasikan
antara pengajaran Al-quran dengan huruf hijaiyah, yang memperkuat pandangan
pendidikan modern saat ini yaitu dengan metode campuran antara metode analitis
dan strukturalitis dalam mengajar membaca dan menulis ( merupakan metode paling baru dalam
pengajaran bahasa kepada anak-anak saat
ini).
3.
Kemudian anak
diajar agama pada waktu tingkat kematangan yang mantap dimana menurut adat
kebiasaan hidup keagamaan yang benar telah terbuka lebar sampai dapat menyerap
ke dalam jiwanya dan mempengaruhi daya indrawi serta perasaannya.
4.
Ibnu sina
juga memandang penting pelajaran syair sehingga syair itu menjadi sarana
pendidikan perasaan. Pelajaran ini dimulai dari mengajarkan syair-syair yang
menceritakan anak-anak yang glamaour,
sebab lebih mudah dihafal dan mudah menceritakannya.
5.
Pengajaran
yang diarahkan pada penulisan minat dan bakat pada masing-masing anak didik,
sehingga mereka mampu menciptakan kreativitas belajar secara lebih mantap. hal
ini sesuai dengan yang dianjurkanoleh kurikulum modern saat ini. Anak harus
diajar tentang pengetahuan umum yang bersifat dharuriyah, sehingga terbukalah
bakat dan kemampuannya yang pada saat ini memungkinkan anak dapat mengenal
kecenderungan-kecenderungannya.
6.
Selanjutnya
Ibnu sina sangat memperhatikan segi akhlak dalam pendidikan, yang menjadi fokus
perhatian dari seluruh pemikiran filsafat pendidikan yaitu mendidik anak dengan
menumbuhkan kemampuan beragama yang benar. Oleh karena itu pendidikan agama
memang merupakan landasan bagi pencapaian tujuan pendidikan akhlak. Jika Ibnu
sina sangat menekankan pentingnya pendidikan akhlak, semata-mata di sebabkan
karena akhlak adalah sumber segala-galanya sehingga salah seorang ahli syair
bernama (Ahmad syauqi bey )memperkokoh kedudukan akhlak dan keutamaannya dalam
pembangunan bangsa seperti terlukis dalam bait syairnya :
وَاِنَمَا الأامَمُ اْلاَخْلَاقُ مَابَقِيَتْ فَاءِنْ هُمُو ذَهَبَتْ
اَخْلَاقُهُمْ ذَهَبُوا
“Hanya saja suatu bangsa itu berdiri tegak selama ia masih berakhlak namun
jika akhlak mereka telah hilang maka bangsa itupun lenyap juga”.
c.
Komunikasi
dengan para ilmuwan pada masanya
Abu Ali Ibnu sina berkomunikasi dengan para ilmuwan pada
masa hidupnya, diantaranya dengan ibnu maskawaihi, dan Abu raihan Al-biruni,
serta dokter Abu Al-Faraj bin Tabib bin Al-jatsaliq, dan Abu nasril, Iraqi,
Abdul Khair bin Al-Khammar. Dari mereka Ibnu sina memperdalam ilmu-ilmu logika,
alam, matematika dan kedokteran, sehingga ia dapat mengungguli guru-gurunya. Di
antara ilmu-ilmu yang didalami, ilmu kedokteran yang sangat melelahkannya untuk
dipelajari, sampai ia dapat kesalahan-kesalahan dalam berbagai kitab lama. Ia
pernah disodori sebuah buku tentang metafisika, karya Al-Farabi. Waktu itu ia
mengoreksi dan menolak dalil-dalilnya dan setelah berfikir panjang ia memberi
buku itu. Setelah pulang ke rumah kitab itu dipelajari dan terbukalah di
hatinya jalan pikiran baru, maka itu merasa gembira dan bersedekah kepada
fakir-miskin sebagai tanda syukur kepada Allah.
Dari kisah tersebut jelaslah bagi kita bahwa Ibnu sina
mempelajari juga kitab-kitab karangan Al-Farabi karena ia sebagai filosof Arab
dan guru kedua ( setelah Aristoteles) yang menjelaskan kitab-kitab karangan
Aristoteles.
Ibnu sina mempunyai metode khusus dalam studinya ia
mengatakan : saya study ilmu, dan ketika saya temukan satu masalah yang sulit,
saya ulangi-ulangi sampai keseluruhannya, lalu saya bersembahyang, lalu saya
tambah daya pikir saya memikirkan keseluruhannya, sampai saya terbuka kepada
hal-hal yang belum dapat saya mengerti, lalu saya mendapatkan kemudahan dari
yang sulit-sulit itu, saya menekuninya pada malam hari di rumah dengan
membacanya, dan ketika saya tidur nyenyak, saya bermimpi tentang
problematika-problematika itu menjadi jelas dalam mimpiku itu.
2.3. Hubungan pemikiran pendidikan islam dengan pendidikan nasional
Para ulama salaf dan khalaf (baru) serta para ilmuwan
muslim, terutama yang menaruh minat terhadap ilmu pendidikan islam telah banyak
menginterpretasiakan dan menganalisis sistem nilai yang terkandung di dalam
Al-quran dan al-hadist menjadi ajaran dan pedoman yang mendasari proses
kependidikan Islam. Sedangkan operasionalisasinya dalam bentuk-bentuk teknisnya
diwujudkan dalam berbagai ragam model dan pola serta metode sesuai dengan taraf
kemampuan berpikir konsepsional mereka masing-masing dari zaman ke zaman.
Yang esensial dari pendektean folosofis ini adalah lahirnya
sikap dasar dan pandangan dasar yang meyakini bahwa islam sebagai agama wahyu
(agama samawi) mengandung konsep-konsep, wawasan-wawasan dan ide-ide dasar yang
memberi inspirasi terhadap pemikiran umat manusia dalam rangka menyelesaikan
permasalahan kehidupannya.
Pendidikan islam sebagai Ilmu dalam pengembangannya perlu
diorientasikan kepada ilmu pengetahuan dan teknologi, karena di samping kemampuan
manusia untuk berpikir rasional yang menjadi salah satu persyaratan dalam ilmu
dan teknologi, juga kitab Al-quran telah memberikan ruang geraknya perkembangan
ilmu pengetahuan dan teknologi sejauh kemampuan rasio dapat mencapainya
seolah-olah tanpa batas.
Sedangkan pendidikan nasional berakar pada kebudayaan
nasional dan berdasarkan pancasila dan UUD 1945 serta melanjutkan dan
meningkatkan pendidikan. Masyarakat sebagai penyelenggara satuan kegiatan
memiliki kebebasan untuk menyelenggarakannya sesuai dengan ciri atau kekhususan
masing-masing sepanjang itu tidak bertentangan dengan pancasila sebagai dasar
negara. Pandangan hidup bangsa dan ideologi bangsa dan negara.
Salah satu ketentuan umum sistem pendidikan nasional adalah
bahwa pendukung dan penunjang pelaksanaan pendidikan meliputi tenaga, dana,
sarana, prasarana, yang tersedia atau diadakan dan didayagunakan oleh keluarga,
masyarakat , peserta didik dan pemerintah baik sendiri atau bersama. Dalam
pasal 3 diperoleh keterangan selanjutnya bahwa fungsi pendidikan nasional
adalah untuk mengembangkan kemampuan serta meningkatkan mutu kehidupan dan
martabat manusia Indonesia.
Berdasarkan beberapa keterangan diatas hubungan sistem
pendidikan islam dan pendidikan nasional yaitu sistem pendidikan islam dapat
dikembangkan baik melalui pendidikan pancasila dan agama maupun melalui
pengembangan ciri khusus satuan pendidikan. [6]Berdasarkan
ciri khusus tersebut dapat dikembangkan suatu kurikulum yang memberi arah
berkembangnya suatu pribadi yang mencerminkan pancaran nila-nilai ajaran islam
dalam formulasasi yang berkesesuaian dengan pancasila
BAB III
PENUTUP
Kesimpulan
Ibnu Sina di kenal sebagai intelektual muslim yang banyak mendapat
gelar. Ia lahir pada tahun 370 H. bertepatan dengan tahun 980 M, di Afshana,
suatu daerah yang terletak di dekat bukhara, di kawasan Asia Tengah. Ia
dianggap seorang yang cerdas, karena dalam usia yang sangat muda (17 Tahun)
Ibnu Sina telah di kenal sebagai filosof dan dokter terkemuka di Bukhara selain
itu Ibnu Sina juga dikenal sebagai tokoh yang luar biasa. Kecuali seorang
ilmuwan ia juga dapat melakukan berbagai macam pekerjaan dengan baik seperti
dalam bidang kedokteran, pendidikan, penasehat politik, pengarang dan bahkan
menjadi waziar (mentri).
Pemikiran Ibnu Sina yang banyak
keterkaitannya dengan pendidikan, menyangkut pemikirannya tentang filsafah
ilmu. Menurut Ibnu Sina ilmu terbagi
menjadi 2 (dua), yaitu:
1.
Ilmu yang
tak kekal
2.
Ilmu yang
kekal (hikmah). Ilmu yang kekal dipandang dari peranannya sebagai alat disebut logika.
Ibnu sina
juga membagi filsafat dalam 2 bagian, yaitu teori dan praktek, yang keduanya
berhubungan dengan agama, di mana dasarnya terdapat dalam syari’at Tuhan, yang
penjelas dan kelengkapannya di peroleh dengan akal manusia. Berdasarkan
tujuannya maka ilmu dapat dibagi menjadi 2, yaitu:
1.
Ilmu praktis
seperti ilmu kealaman, matematika, ilmu ketuhanan dan ilmu kulli.
2.
Ilmu praktis
adalah ilmu akhlak, ilmu kepengurusan, rumah ilmu, pengurusan kota dan ilmu
nabi (syariah
DAFTAR PUSTAKA
Jalaluddin.1996, Filsafat Pendidikan Islam. Jakarta: PT.
Raja Grafindo Persada. hal 136-138.
Zuhairini, 1991, Filsafat
pendidikan islam. Jakarta: bumi aksara
Yunus Mahmud,
1992, sejarah pendidikan islam. Jakarta
: Pt. Hidakarya Agung
Al-jumbulati Ali At-Tuwanaanisi, 2002, Perbandingan
pendidikan islam, jakarta : Pt Asdi Mahasatya
Mulkhan Abdul Munir,
1994, paradigma intelektual muslim, yogyakarta: sipress
No comments:
Post a Comment