Manajemen Perguruan Tinggi Milik Pemerintah
Dulu ketika
masih ikut memimpin perguruan tinggi swasta, saya seringkali mendengar ungkapan
dari sementara pimpinan perguruan tinggi negeri yang mengatakan bahwa,
perguruan tinggi negeri,------- tidak sebagaimana perguruan tinggi swasta,
sulit berkembang. Pimpinan perguruan tinggi negeri tidak boleh mengambil
kebijakan di luar garis yang telah ditetapkan oleh pemerintah pusat. Pimpinan
perguruan tinggi negeri hanya berperan menjalankan apa saja yang digariskan.
Birokrasi perguruan tinggi negeri menyerupai mesin, semuanya tinggal
menjalankannya.
Oleh karena
ketika itu belum berpengalaman memimpin perguruan tinggi negeri, saya
menganggapnya ungkapan tersebut hanya sebagai pembelaan diri. Pada pikiran saya
mengatakan, bagaimana perguruan tinggi negeri tidak cepat maju, sementara semua
fasilitas pendidikan, baik terkait dengan sarana dan prasarana, tenaga dosen,
status kelembagaan, calon mahasiswa dan seterusnya tidak perlu mencari, sudah
datang dengan sendirinya. Perguruan tinggi negeri, semestinya harus lebih cepat
maju dibanding dengan perguruan tinggi swasta.
Namun
setelah mengalami sendiri, memimpin UIN Maulana Malik Ibrahim Malang selama
tidak kurang dari 14 tahun, apa yang dikatakan oleh pimpinan perguruan tinggi
negeri tersebut ada benarnya. Bagi orang yang tidak berani resiko, ketakutan
manakala ditegur atasan, baik oleh BPKP, inspektorat jendral, BPK dan instansi
yang bertanggung jawab lainnya di tingkat pusat, sehingga pimpinan yang
bersangkutan tidak berani mengambil inisiatif, maka perguruan tingginya akan
sulit mengalami kemajuan.
Pada
umumnya, pimpinan perguruan tinggi negeri tidak mau beresiko. Maka yang terjadi
adalah, mereka hanya menjalankan apa saja yang digariskan oleh pemerintah
pusat, apalagi yang terkait dengan keuangan. Sebab manakala dalam pengelolaan
dana yang tersedia dianggap menyimpang, sekalipun sebenarnya penyimpangan
tersebut justru lebih menguntungkan bagi lembaganya, --------bagaimana pun,
akan dianggap salah dan dana dimaksud harus dikembalikan. Birokrasi perguruan
tinggi negeri, tidak terkecuali perguruan tinggi agama Islam negeri, dijalankan
persis bagaikan menjalankan mesin.
Sebenarnya
anggaran yang ditetapkan oleh pemerintah pusat adalah didasarkan atas usulan
dari perguruan tinggi yang bersangkutan. Hanya saja keputusan akhir tetap
berada pada pemerintah pusat, disesuaikan dengan ketersediaan anggaran.
Pimpinan perguruan tinggi harus menerima, berapapun yang disediakan. Lagi pula,
anggaran yang turun dari pusat itu sudah dirinci sedemikian rupa, misalnya
untuk gaji pegawai, belanja barang, belanja modal, penambahan sarana dan
prasarana, beasiswa dan kegiatan lain. Jenis kegiatan dan besarnya anggaran
yang diterima oleh perguruan tinggi sudah ditentukan, dan tidak boleh diubah.
Sekedar mengalihkan saja dari satu pos ke pos lainnya tidak diperkenankan .
Ukuran
keberhasilan pimpinan perguruan tinggi negeri dalam menjalankan kegiatan
lembaganya bukan dilihat dari kreatifitasnya memanfaatkan anggaran agar lebih
efektif dan efisien, melainkan dilihat dari jumlah penyerapannya. Pimpinan
perguruan tinggi yang mampu melakukan penyerapan anggaran tepat waktu dan
berhasil membuat pelaporan sesuai dengan ketentuan, maka dianggap sukses. Oleh
karena itu kepintaran dalam menghabiskan anggaran, --------asalkan sesuai
dengan peruntukannya, maka kepemimpinannya dianggap berhasil. Sebaliknya, jika
anggaran masih banyak tersisa, maka kepemimpinannya dianggap gagal, oleh karena tidak
berhasil menghabiskan anggaran.
Tolok ukur
keberhasilan penggunaan anggaran seperti itu, menjadikan semangat pimpinan
perguruan tinggi melakukan terobosan kreatif untuk memajukan perguruan
tingginya menjadi tidak tumbuh. Pimpinan perguruan tinggi tidak ubahnya seperti
penjaga gardu siskampling, yaitu yang terpenting adalah bahwa gardu
penjagaannya aman. Tentang bagaimana keadaan gardu pos penjagaan itu dari tahun
ke tahun tetap saja, tidak menjadi persoalan. Itulah kiranya yang menjadikan
sebab institusi pemerintah tidak dinamis dan bahkan selalu kalah bersaing
dengan lembaga yang dikelola oleh swasta. Selain itu, dengan suasana kerja yang
kaku, bagaikan jalannya mesin, maka justru rawan terjadi penyimpangan, korupsi
misalnya.
Bagi
pimpinan perguruan tinggi negeri yang kebetulan memiliki jiwa kreatif
sebagaimana cara kerja para intreprenour, maka akan benar-benar tersiksa.
Mengikuti saja apa yang digariskan oleh pemerintah pusat akan tidak sampai
hati, oleh karena tahu tidak menguntungkan institusi yang dipimpinnya,
sementara keluar dari ketentuan akan berbenturan dengan aturan dan beresiko
akan mendapatkan sanksi. Menghadapi kenyataan seperti itu, saya selalu mengambil
langkah ganda. Pada satu sisi, saya berusaha memenuhi ketentuan pemerintah
pusat, sehingga semua kegiatan dan pelaporannya disesuaikan dengan ketentuan
yang ada. Namun di balik itu, saya berusaha mencari terobosan untuk
mengembangkannya lebih lanjut, tanpa dianggap mengganggu ketentuan yang ada.
Dalam
memimpin perguruan tinggi negeri, ------UIN Maulana Malik Ibrahim, saya tidak
mau hanya berperan bagaikan penjaga gardu siskampling. Perguruan tinggi Islam
harus berkembang cepat dan tidak boleh tertinggal dari yang lain. Kemajuan itu
terjadi manakala terdapat langkah-langkah terobosan strategis sesuai dengan
tuntutan zamannya. Manakala ada peluang maju sekecil apapun, maka peluang
tersebut harus dimanfaatkan. Saya selalu berpedoman, bahwa manakala di depan
terdapat sesuatu yang baik dan menguntungkan, maka harus diraih. Jika meraihnya
cukup ditempuh dengan cara diminta, maka akan saya mintanya. Namun jika diminta
tidak boleh, maka harus saya pinjam. Namun, jika dipinjam tidak mungkin, maka
harus saya beli. Dan akhirnya, manakala dibeli pun tidak boleh, dan
satu-satunya harus direbut, ---------manakala hal itu membawa manfaat yang
lebih besar, maka akan saya lakukan dengan berbagai resikonya.
Saya
berpandangan bahwa manakala lembaga pendidikan tinggi Islam yang berstatus
negeri hanya dikelola sebagaimana pengelolaan lembaga-lembaga lain di
lingkungan pemerintah pada umumnya, tidak akan mengalami kemajuan. Birokrasi
pemerintah dengan pendekatan mesin, menurut hemat saya, tidak akan mengalami
kemajuan. Pemimpin birokrasi pemerintah sekalipun, manakala menghendaki agar
mampu memberikan pelayanan terbaik sebagaimana tuntutan masyarakat, maka mereka
harus diberikan otoritas penuh dan bahkan -------kalau perlu, harus meniru cara
bermain para pendekar silat. Semua geraknya bukan didasarkan pada aturan yang
kaku, melainkan pada strategi dan seni berbela diri. Mengikuti aturan adalah
baik dan selamat, tetapi belum tentu akan mengalami kemajuan. Maka pilihan yang
tepat, ------- menurut hemat saya, adalah bagaimana selamat dan sekaligus maju,
sehingga harus bekerja dengan penuh tanggung jawab, dedikasi yang tinggi,
memiliki integritas, dan menyandang idealisme yang kokoh. Wallahu a’lam.
No comments:
Post a Comment