Mata Kuliyah
SEJARAH PENDIDIKAN ISLAM
Dosen Pengampu:
Hj. Rahmawati Baharudin, MA
Oleh :
Moh.kamilus Zaman Spd.I
JURUSAN PENDIDIKAN
AGAMA ISLAM
FAKULTAS TARBIYAH
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI MAULANA
MALIK IBRAHIM
MALANG
KATA PENGANTAR
Puji syukur
alhamdulillahhirabbill ‘alamin kami panjatkan kehadirat Allah Swt. Atas limpah
ramat serta karunia-Nya kami dapat menyelesaikan tugas makalah Mata Kuliah
“Sejarah Pendidikan Islam” ini dengan lancar
dan pada waktu yang telah ditentukan.
Dalam kesempatan
ini tidak lupa kami ucapkan banyak trima kasih kepada Ibu. Selaku dosen pembimbing dan kepada seluruh
pihak yang telah membantu dalam penyusunan makalah ini.
Dalam penulisan makalah ini tentunya tidak lepas dari kekurangan dan
kelemahan sehingga saran dan kritik diharapkan untuk menambah dinamika
pemikiran Islam yang saat ini mulai tampak lemah di tengah – tengah kehidupan
bermasyarakat. Semoga amal baik kita semua dalam memberikan kontribusi bagi
bangkitnya pemikiran Islam di tengah masyarakat menjadi investasi akhirat
dengan keridhoan-Nya tentunya.
Akhir kata, kami
ucapkan terima kasih dan mohon ma’af apabila ada kekurangan atau kesalahan
dalam mengerjakan tugas ini.
Malang, 13 Oktober 2011
Penulis
BAB 1
PENDAHULUAN
1.1 Latar
Belakang
Pertumbuhan dan perkembangan pendidikan Islam pada masa ini
berjalan seperti di zaman permulaan Islam, hanya ada sedikit peningkatan sesuai
dengan perkembangan Daulah Islamiyah sendiri.
Sebagaimana telah diketahui bersama bahwa pertumbuhan dan perkembangan pendidikan Islam dibagi dalam 5 periode, sedangkan untuk pendidikan Islam bani Umayyah masuk dalam kategori periode 2, yaitu periode pertumbuhan pendidikan Islam yang berlangsung sejak Nabi Muhammad saw wafat sampai masa akhir bani Umayyah. Sehingga karena masih dalam masa pertumbuhan maka hanya ada sedikit kemajuan seperti yang diterangkan di atas. Kamajuan ini hanya diwarnai dengan berkembangnya ilmu-ilmu Naqliyah yaitu filsafat dan ilmu eksakta disamping juga ilmu-ilmu agama yang sudah berkembang sebelumnya.
Faktor yang menyebabkan kurang pesatnya perkembangan ilmu-ilmu pada zaman ini salah satunya adalah faktor pemerintahan bani Umayyah yang lebih suka pada membangun kekuatan pemerintahan/politik yang cenderung otoriter.
Untuk mengetahui pertumbuhan pendidikan Islam pada zaman ini yang lebih rinci, baiklah kita masuk saja pada pembahasan materi. Materi/ilmu-ilmu agama yang berkembang pada zaman ini dapat dimasukan dalam kelompok Al-Ulumul Islamiyah yaitu ilmu-ilmu Al-Qur'an, Al-Hadits, Al-Fiqih, yang mana akan diterangkan dimakalah ini.
Sebagaimana telah diketahui bersama bahwa pertumbuhan dan perkembangan pendidikan Islam dibagi dalam 5 periode, sedangkan untuk pendidikan Islam bani Umayyah masuk dalam kategori periode 2, yaitu periode pertumbuhan pendidikan Islam yang berlangsung sejak Nabi Muhammad saw wafat sampai masa akhir bani Umayyah. Sehingga karena masih dalam masa pertumbuhan maka hanya ada sedikit kemajuan seperti yang diterangkan di atas. Kamajuan ini hanya diwarnai dengan berkembangnya ilmu-ilmu Naqliyah yaitu filsafat dan ilmu eksakta disamping juga ilmu-ilmu agama yang sudah berkembang sebelumnya.
Faktor yang menyebabkan kurang pesatnya perkembangan ilmu-ilmu pada zaman ini salah satunya adalah faktor pemerintahan bani Umayyah yang lebih suka pada membangun kekuatan pemerintahan/politik yang cenderung otoriter.
Untuk mengetahui pertumbuhan pendidikan Islam pada zaman ini yang lebih rinci, baiklah kita masuk saja pada pembahasan materi. Materi/ilmu-ilmu agama yang berkembang pada zaman ini dapat dimasukan dalam kelompok Al-Ulumul Islamiyah yaitu ilmu-ilmu Al-Qur'an, Al-Hadits, Al-Fiqih, yang mana akan diterangkan dimakalah ini.
Kehidupan intelektual di zaman
dinasti Abbasiyah diawali dengan berkembangnya perhatian pada perumusan dan
penjelasan panduan keagamaan terutama dari dua sumber utama yaitu al-Qur’an dan
Hadis. Dalam bidang pendidikan di awal kebangkitan Islam lembaga pendidikan
sudah mulai berkembang. Ketika itu, lembaga pendidikan terdiri dari dua
tingkat:
1. Maktab/ kuttab dan masjid, yaitu lembaga pendidikan
terendah, tempat anak-anak mengenal dasar-dasar bacaan, hitungan dan tulisan;
dan tempat para remaja belajar dasar-dasar ilmu agama, seperti tafsir, hadis,
fiqih, dan bahasa.
2. Tingkat pendalaman, para pelajar yang ingin memperdalam
ilmunya pergi keluar daerah menuntut ilmu kepada seorang atau beberapa orang
ahli dalam agama. Pengajarannya berlangsung di masjid-masjid atau di ulama
bersangkutan. Bagi anak penguasa, pendidikan biasanya berlangsung di istana
atau di rumah penguasa tersebut dengan mendatangkan ulama ahli. Lembaga-lembaga
ini kemudian berkembang pada masa pemerintahan Bani Abbas dengan berdirinya
perpustakaan dan akademik.
Kemajuan dalam bidang keilmuan tersebut dikarenakan
oleh:
1) Keterbukaan budaya umat Islam untuk menerima unsur-unsur budaya dan
peradaban dari luar, sebagai konsekuensi logis dari perluasan wilayah yang
mereka lakukan.
2) Adanya penghargaan, apresiasi terhadap kegiatan dan prestasi-prestasi
keilmuan
3) Terjadinya asimilasi antara bangsa Arab dengan bangsa-bangsa lain yang
lebih dahulu mengalami perkembangan dalam bidang ilmu pengetahuan.
4) Gerakan penterjemahan guna menciptakan tradisi keilmuan yang kondusif.
Gerakan terjemahan berlangsung dalam tiga fase. Fase pertama, masa khalifah
al-Manshur hingga Harun al-Rasyid. Banyak menterjemahkan karya-karya bidang
astronomi dan manthiq. Fase kedua, masa khalifah al-Ma’mun hingga tahun 300 H.
Buku-buku yang banyak diterjemahkan adalah dalam bidang filsafat dan
kedokteran. Fase ketiga, setelah tahun 300 H terutama setelah adanya pembuatan
kertas. Bidang-bidang ilmu yang diterjemahkan semakin meluas.
1.3 Rumusan Masalah
A.
Sejarah
Pendidikan Islam Pada Masa Bani Umayyah
1.
Bagaimana
DevinisiHalaqoh dan Bagaimana penjelasan Halaqah Pendidikan Pada masa Abasiyah
2.
Bagaimana Penyebaran
Al-Quran pada Masa Abasiyah
3.
Bagaimana
Lahirnya Ilmu Hadits
4.
Bagaimana
Lahirnya Ilmu Fiqih
5.
Bahgaiman
Lahirnya Kuttab
B.
Sejarah
Pendidikan Islam Pada Masa Bani Abbasiyah
1.
Bagaimana
Kebijakan Dalam Bidang Keilmuan
2.
Bagaimana
Model-model Pendidikan Islam Pada Masa Ini
3.
Lahirnya
Perguruan Nidzomiyah
4.
Lahirnya
Para Ulama’ dalam Berbagai Bidang
1.4 Tujuan
1.
Untuk
Mengetahui Perkembangan Pendidikan Pada Masa Bani Umayyah. Baik dari Halaqoh,
Penyebaran Al-Quran dan Lahirnya Ilmu-ilmu.
2.
Untuk
Mengetahui Ruang Lingkup Pendidikan Pada Masa Bani Abbasiyah. Baik dari
Kebijakan Penguasanya dan juga Model-model Pendidikannya.
BAB II
PEMBAHASAN
A.
Sejarah
Pendidikan Islam Pada Masa Bani Umayah
2.1 Halaqoh
Halaqah
adalah sebuah istilah yang ada hubungannya dengan dunia pendidikan, khususnya
pendidikan atau pengajaran Islam. Halaqah adalah sekumpulan orang yang ingin
mempelajari dan mengamalkan Islam secara rutin dan serius. Jumlah peserta dalam
kelompok kecil tersebut berkisar antara 3-12 orang. Biasanya mereka terbentuk
karena kesadaran mereka sendiri untuk mempelajari dan mengamalkan Islam secara
bersama-sama (amal jama’i). Kesadaran
itu muncul setelah mereka bersentuhan dan menerima dakwah dari orang-orang yang
telah mengikuti halaqah terlebih dahulu, baik melalui forum-forum umum, seperti
tabligh, seminar, pelatihan atau dauroh, maupun karena dakwah interpersonal (dakwah fardiyah). forum-forum ini juga diilhami
oleh forum pembinaan intensif yang dahulu dilakukan oleh Nabi saw di rumah
sahabat Arqam bin Abil Arqam. Dengan forum intensif inilah Nabi saw telah
berhasil mencetak para As-Sabiqunal Awwalun, yang kemudian senantiasa
mendampingi Nabi saw dalam dakwah
Halaqah bisa didefinisikan
sebagai sebuah wahana tarbiyah (pembinaan), berupa kelompok kecil yang terdiri
dari murabbi (pembina) dan sejumlah mutarabbi (binaan), dengan manhaj
(kurikulum) yang jelas, dan diselenggarakan melalui berbagai macam sarana
(perangkat) tarbiyah. Dengan demikian, elemen-elemen halaqah adalah (1)
murabbi, (2) mutarabbi, (3) manhaj tarbiyah, dan (4) sarana (perangkat)
tarbiyah. Dalam sebuah halaqah, murabbi dan mutarabbi bekerjasama untuk
melaksanakan manhaj yang ada melalui sarana-sarana (perangkat-perangkat) yang
sesuai.
Adapun sarana (perangkat) tarbiyah yang dimaksud antara
lainadalah liqo’ atau pertemuan rutin pekanan, abit rihlah, mukayyam, dan
daurah (pelatihan). Gerakan ilmiyah pada Adapun sarana (perangkat)
tarbiyah yang dimaksud antara lain adalah liqa’ atau pertemuan. Gerakan ilmiah pada masa umayyah gencar dan dapat dianggap sebagai tonggak
kemajuan ilmu-ilmu keislaman. Apabila dilihat dari rangkaian riwayat ibnu jarir ath-thabari dan ulama yang
hidup pada masa umayyah daulah bani abbasiyyah,maka akan ditemukan bahwa mereka
mendapatkan sumber riwayat dari orang yang hidup sebelum mereka yaitu ulama
yang hidup pada masa daulah bani umayyah atau pada masa khalifah rasyidin.
Gerakan ilmiah ini selalu bersamaan dengan gerakan
futuhut islamiah,setiap kali pasukan menundukkan pasukan baru,selalu di tindak
lanjuti oleh para ulama dengan mengajarkan fiqh,tafsir,hadits dan ilmu
keislaman lainnya,mereka mengajarkan dan menjelaskan problematika yang yang
sedang dihadapi,para ulama menyebar keseluruh pelosok negeri ada yang berangkat
kemesir,shafam dan afrika. Menyebarnya
ulama keberbagai negeri membuahkan berbagai gerakan ilmiah dinegeri
tersebut,berdirlah kelompok-kelompok kajian dan halaqah-halaqah ilmu.
2.2 Penyebaran Al-Qur’an
Penyebaran Al-quran pada Masa ini sangat berkembang luas, sekalipun setelah
khalifah pada masa Sahabat, Rasulpun mengizinkan pada sahabat untuk menulis
Al-Quran, hal yang berhubungan dengan itu tetap berdasarkan pada prosedur.
Sampai pada masa kekhalifahan Usman. Keadaan menghendaki yaitu bahwasannya Alquran pada satu mushaf.
Yang mana mushaf itu disebut mushaf Imam, salinan salinan mushaf itu juga
dikirimkan di berbagai profinsi. Penulisan Mushaf itu dinamakan mushaf Rasmul
Usmani. Dan ssekarang pada masa ini berkembang ilmu-ilmu dalam mempelajari
Al-Quran. Diantaranya;
Ilmu Qiraat, yaitu ilmu cara membaca Al-Qur'an. Orang yang
pandai membaca Al-Qur'an disebut Qurra. Pada zaman ini pula yang
memunculkan tujuh macam bacaan Al-Qur'an yang terkenal dengan " Qiraat
Tujuh " yang kemudian ditetapkan menjadi dasar bacaan ( Ushulul Lil
Qira'ah ). Pelopor bacaan ini terdiri dari kaum Malawy yaitu antara lain :
Abdulloh bin Katsir, Ashim bin Abu Nujud, Abdulloh bin Amir, Ali bin Hamzah dan
lain-lain.
2.3 Lahirnya Ilmu Hadits
Allah telah menganugerahkan kepada umat kita para pendahulu
yang selalu menjaga Alquran dan hadis Nabi SAW. Mereka adalah orang-orang
jujur, amanah, dan memegang janji. Sebagian di antara mereka mencurahkan
perhatiannya terhadap Alquran dan ilmunya yaitu para mufassir. Dan sebagian
lagi memprioritaskan perhatiannya untuk menjaga hadis Nabi dan ilmunya, mereka
adalah para ahli hadis.
Salah
satu bentuk nyata para ahli hadis ialah dengan lahirnya istilah Ulumul
Hadis(Ilmu Hadis) yang merupakan salah satu bidang ilmu yang penting di
dalam Islam, terutama dalam mengenal dan memahami hadis-hadis Nabi SAW. Karena
hadis merupakan sumber ajaran dan hukum Islam kedua setelah dan berdampingan
dengan Alquran. Namun begitu perlu disadari bahwa hadis-hadis yang dapat
dijadikan pedoman dalam perumusan hukum dan pelaksanaan ibadah serta sebagai
sumber ajaran Islam adalah hadis-hadis yang Maqbul (yang diterima),
yaitu hadis sahih dan hadis hasan. Selain hadis maqbul, terdapat pula
hadis Mardud, yaitu hadis yang ditolak serta tidak sah
penggunaannya sebagai dalil hukum atau sumber ajaran Islam. Bahkan bukan tak
mungkin jumlah hadis mardud jauh lebih banyak jumlahnya daripada hadis yang
maqbul.
Untuk
itulah umat Islam harus selalu waspada dalam menerima dan mengamalkan ajaran
yang bersumber dari sebuah hadis. Artinya, sebelum meyakini kebenaran sebuah
hadis, perlu dikaji dan diteliti keotentikannya sehingga tidak terjerumus
kepada kesia-siaan. Adapun salah satu cara untuk membedakan antara hadis yang
diterima dengan yang ditolak adalah dengan mempelajari dan memahami Ulumul
Hadis yang memuat segala permasalahan yang berkaitan dengan hadis.
Ilmu Hadis atau yang sering diistilahkan dalam bahasa Arab
dengan Ulumul Hadis yang mengandung dua kata, yaitu ‘ulum’ dan
‘al-Hadis’. Kata ulum dalam bahasa Arab adalah bentuk jamak dari ‘ilm,
jadi berarti ilmu-ilmu, sedangkan al-Hadis dari segi bahasa
mengandung beberapa arti, diantaranya baru, sesuatu yang dibicarakan, sesuatu
yang sedikit dan banyak. Sedangkan menurut istilah Ulama Hadits adalah “apa
yang disandarkan kepada Nabi SAW baik berupa ucapan, perbuatan, penetapan,
sifat, atau sirah beliau, baik sebelum kenabian atau sesudahnya”. Sedangkan
menurut ahli ushul fiqh, hadis adalah: “perkataan, perbuatan, dan penetapan
yang disandarkan kepada Rasulullah SAW setelah kenabian.” Adapun sebelum
kenabian tidak dianggap sebagai hadis, karena yang dimaksud dengan hadis adalah
mengerjakan apa yang menjadi konsekuensinya. Dan ini tidak dapat dilakukan
kecuali dengan apa yang terjadi setelah kenabian. Adapun gabungan kata ulum
dan al-Hadis ini melahirkan istilah yang selanjutnya dijadikan
sebagai suatu disiplin ilmu, yaitu Ulumul Hadis yang memiliki
pengertian “ilmu-ilmu yang membahas atau berkaitan dengan Hadits Nabi SAW”.
Pada
mulanya, ilmu hadis memang merupakan beberapa ilmu yang masing-masing berdiri
sendiri, yang berbicara tentang Hadis Nabi SAW dan para perawinya, sepertiIlmu
al-Hadis al-Sahih, Ilmu al-Mursal, Ilmu al-Asma’ wa al-Kuna, dan lain-lain.
Penulisan ilmu-ilmu hadis secara parsial dilakukan, khususnya, oleh para ulama
abad ke-3 H. Umpamanya, Yahya ibn Ma’in (234H/848M) menulis Tarikh
al-Rijal, Muhammad ibn Sa’ad (230H/844) menulis Al—Tabaqat,
Ahmad ibn Hanbal (241H/855M) menulis Al-‘Ilaldan Al-Nasikh
wal Mansukh, serta banyak lagi yang lainnya.
2.4 Lahirnya Ilmu Fiqih
Agaknya tidaklah
berlebihan apabila dikatakan bahwa dasar-dasar ilmu fiqh disusun pada masa
pemerintahan Dinasti Abbasiyah. Ilmu tersebut disusun oleh ulama-ulama terkenal
pada masanya dan memiliki pengaruh yang cukup besar hingga saat sekarang ini.
Dikalangan ulama Ahl al-Sunnah wa al-Jama’ah, muncul tokoh-tokoh seperti Imam
Abu Hanifah (80-150 H.), yang dalam ijtihadnya lebih cenderung memakai akal.
Imam Anas ibn Malik (93-179 H.), lebih cenderung memakai hadits dan menjauhi
pemakaian rasio sampai batas tertentu. Imam Anas ibn Malik (93-179 H.) lebih
cenderung memakai hadits dan menjauhi pemakaian rasio sampai batas-batas
tertentu. Imam Syafii (150-204 H.) yang berusaha mengkompromikan antara ahl
al-ra’yi dengan ahl al-hadits dalam fiqh yang keras, ketat dan kurang luwes
dibandingkan dengan aliran-aliran fiqh yang lainnya. Kitab-kitab fiqh karangan
ulama-ulama tersebut hingga hari ini masih dapat ditemukan, seperti
al-Muwatha’, al-Um, al-Risalah dan sebagainya. Buku-buku fiqh yang telah
dihasilkan pada masa ini menjadi patokan bagi para ulama fiqh berikutnya.
2.5 Lahirnya Kuttab
Kuttab dalam pengertianya yaitu; Sebuah lembaga yang
mengajarkan baca-tulis Al-Quran kepada anak-anak. Sistem Kuttab yang
mengajarkan membaca, menulis Al-Qur’an dan agama Islam lainnya tetap
dilanjutkan pada zaman Umayyah ini. Hanya saja tempatnya selain di masjid dan
rumah guru juga diselenggarakan di istana. Kuttab di istana bertujuan
mengajarkan anak-anak dari keluarga yang berada di istana Khalifah. Guru istana
dinamakan muaddib. Pendidikan istana mengajarkan Al-Qur’an, hadits,
syair, riwayat hukama, menulis, membaca, dan adab sopan santun.
Lahirnya lembaga Al-kuttab dapat ditelusuri dari zaman
Rasulullah. Al-Kuttab berperan besar
pada permulaan sejarah Islam ketika Nabi memerintahkan pada tawanan perang
Badar yang dapat menulis dan membaca untuk mengajar sepuluh anak-anak Madinah
(bagi setiap orang tawanan). Awal adanya
Al-kuttab dulu itu karena tempat pembelajaran yang mana pada saat itu belum
dibangun sebuah masjid, sehingga AL-Kuttab pads waktu itu sangat bersejarah.
Al-Kuttab dijadikan tempat pembelajaran dan pengajian anak-anak madinah.
Sehingga untuk Peranan Al-Kuttab tetap
besar dalam jiwa kita, dan besar pengaruhnya dalam sistem pendidikan Islam.
Karena dalam Al-Kuttab berkumpulah anak-anak dari berbagai ragam lingkungan
keluarga baik yang kaya ataupun yang miskin, sehingga tidak terjadi unsur-unsur
pendidikan yang bersifat diskriminatif. Semuanya sama dalam pemberian
pengajarannya, didalam lembaga Al-Kuttab semua anak-anak diajari dan diberi
pengarahan pendidikan seperti halnya mengaji seperti didalam masjid ataupun
lembaga-lembaga yang lain.
B.
Sejarah
Pendidikan Islam Pada Masa Bani Abbasiyah
2.6 Kebijakan Penguasa Dalam Bidang Keilmuan
Gerakan pembangunan ilmu secara besar – besaran dirintis
oleh khalifah Ja’far Al-Mansyur, ia menarik banyak ulama dan para ahli
diberbagai daerah untuk tinggal di Bagdad dengan tujuan mengerahkan pembukuan
segala ilmu, baik ilmu – ilmu tentang agama, maupun ilmu tentang bahasa dan
sejarah.
Puncak pencapaian kemajuan peradaban Islam terjadi pada masa
pemerintahan Harun Al-Rasyid (786-809 M). Harun Al-Rasyid adalah figur khalifah
shaleh ahli ibadah; senang bershadaqah; sangat mencintai ilmu sekaligus
mencintai para ‘ulama; senang dikritik serta sangat merindukan nasihat terutama
dari para ‘ulama.
Tak jauh dari kepribadian ayahnya,
Al-ma’mun sebagai pengganti Harun al-Rasyid dikenal sebagai khalifah yang cinta
ilmu pengetahuan, sehingga pada masa pemerintahannya penerjemahan buku-buku
asing digalakkan. Beliau juga banyak mendirikan sekolah, salah satu karya
besarnya yang terpenting adalah pembangunan bait al-Hikmah sebagai pusat
penerjemahan yang berfungsi sebagai perguruan tinggi dengan perpustakaan yang
terbesar. Pada masa al-Ma’mun inilah Bagdad menjadi pusat ilmu pengetahuan.
Beberapa upaya penguasa dalam bidang keilmuan antara
lain:
1. Pada masa pemerintahan putera Harun Al-Rasyid (Al- ma’mun),
Khalifah menghimpun para penerjemah ulung dari berbagai daerah. Mereka dibayar
dengan gaji yang sangat besar. Untuk mewujudkan impiannya, yakni menjadikan
Abbasiyah sebagai pusat peradaban dunia, khalifah juga mengirimkan utusan
khusus ke Konstantinopel guna mencari buku-buku filsafat. Begitu tingginya
penghargaan terhadap ilmu pengetahuan sehingga pada masa ini para penerjemah
diberikan upah berupa emas murni seberat buku yang diterjemahkan. Menurut
Oliver Leaman proses penterjemahan yang dilakukan ilmuwan muslim tidak hanya
menterjemahkan karya-karya Yunani secara ansich, tetapi juga mengkaji teks-teks
itu, memberi komentar, memodifikasi dan mengasimilasikannya dengan ajaran
Islam. Proses asimilasi tersebut menurut Thomas Brown terjadi ketika peradaban
Islam telah kokoh. Sains, filsafat dan kedoketeran Yunani diadaptasi sehingga
masuk kedalam lingkungan pandangan hidup Islam. Proses ini menggambarkan betapa
tingginya tingkat kreativitas ilmuwan muslim sehingga dari proses tersebut
telah melahirkan pemikiran baru yang berbeda sama sekali dari pemikiran Yunani
dan bahkan boleh jadi asing bagi pemikiran Yunani.
2.
Didirikannya Lembaga Pendidikan Islam Pertama yang bernama
Baitul Hikmah (Rumah Kebijakan) pada masa Al ma’mun, Bangunan ini adalah
institusi Pendidikan Tinggi Pertama di dunia Islam dan Barat. Selain berfungsi
sebagai pusat penerjemah, bangunan ini juga berfungsi sebagai pusat kajian
akademis dan perpustakaan umum.yang dilengkapi dengan observatorium (Biasanya
digunakan juga untuk pusat pembelajaran astronomi)[1]
3.
Dibangunnya perpustakaan (khizanat al-kutub) di Syiraz oleh
penguasa buwaihi, Adud Ad-Dawlah, dimana semua buku didaftar di dalam katalog
dan disusun dengan rapi oleh staf administrator. Selain perpustakan di Syiraz,
terdapat pula beberapa perpustakaan lain yang menunjang perkembangan pendidikan
dinasti Abbasiyah, antara lain perpustakaan di Basrah, dan perpustakaan (Rumah
Buku) di kota Rayy[2]. Berbagai pusat pendidikan
tempat menuntut ilmu dengan perpustakaan-perpustakaan besar bermunculan seperti
Perpustakaan Darul Hikmah di Cairo, Perpustakaan Al Hakim di
Andalusia, Perpustakaan Abudal Daulah di Shiros (Iran Selatan), perpustakaan di
Cordova, Palermo,
Nisyapur, Baghdad, Damaskus, dan Bukhara, dimana pada saat yang sama telah
mengungguli Eropa yang tenggelam dalam kegelapan selama berabad-abad.
4.
Pencapaian kemajuan dunia Islam pada bidang ilmu pengetahuan
tidak terlepas dari adanya sikap terbuka dari pemerintahan Islam pada saat itu
terhadap berbagai budaya dari bangsa-bangsa sebelumnya seperti Yunani, Persia,
India dan yang lainnya. Gerakan penterjemahan yang dilakukan sejak Khalifah
Al-Mansur (745-775 M) hingga Harun Al-Rasyid berimplikasi terhadap perkembangan
ilmu pengetahuan umum, terutama di bidang astronomi, kedokteran, filsafat,
kimia, farmasi, biologi, fisika dan sejarah.
2.7 Model-model Pendidikan Islam
Pendidikan
islam mulai dilaksanakan oleh Rasulullah s.a.w sebagai mubaligh yang agung di
tengah masyarakat Makah. Beliau mengajarkan tentang ajaran islam dan semua ayat
Al-Quran yang diturunkan kepadanya, dengan membacakan secara berurutan dan dan
bertahap. Pada waktu itu bangsa Arab berada pada puncsknys bahasa Arab yang
fasih dan tinggi mutu balaghahnya. Oleh
karena itu mereka ketinggian bahasa Al-Quran dapat menerangi hati mereka dan
menembus lubuk hati mereka., sehingga
mereka dapt memahami maksud dari hukum-hukumyang terkandung didalam kitab suci
ini. Ayat-ayat yang mutasyabihat (yang
belum jelas meksudnya) dalam AlQuran sudah dijelaskan dan dapat mereka pahami
melalui penjelasan Rasulullah .
Model
pendidikan Islam semacam ini berlangsung terus sampai pada waktu Rasulullah
mememrintahkan para tawarn perang Badar untuk mengajarkan membaca dan menulis
kepada sepuluh anak di Madinah. Mulai sejak itulah sistem mengajar membaca dan
menulis mengikuti metode yang baru. Pada
waktu itu membaca dan menulis dipandang sebagai alat yang wajib dimiliki untuk
mempelajari Al-Quran dalam bentuk menulis, menghafal dan membacanya secara
benar. Kitab suci Al-Quran yang penuh
dengan segala kemuliaannya yang menunjukkan ketinggian ciptaa Allah itu
mendorong manusia muslim untuk memikirkan tentang segala yang diciptakanNya
dalam alam semesta yang penuh dengan keajaiban, tanda-tanda dan tujuan dari
ayat AlQuran itu tidak hanya terdorong untuk ilmu pengetahuan, membahasnya dan
mendidik akal saja, melainkan karena agama Islam yang berdiri tegak diatas
landasan dankaidah-kaidah yang yang telah ditujukan oleh Rasulullah
didalamhadistnya yang mulia bahwa : Islam dibangun diatas lima landasan .yaitu syahadat, sholat,
puasa, zakat, haji.
Semacam inilah
Model pendidikan Islam, Oleh karena itu pendidikan Islam mulai sejak periode
awal perkembangannya mengandung keunggulan karena pendidikan Islam adalah
pendidikan yang bercorak komprehensif (menyeluruh) yang mendorong kearah
mendidik seorang muslim dan segala aspek kemampuannya. Pada masa kini para
pemikir dan para ahli mengajak kepada manusia intuk memetik atau mengambilprinsip-prinsip dan metode
pendidikan Islam masa lampau, sehingga anak didik kita masa mendatang akan
dapatmenghiasi dirinya dengan keutamaan ajaran Islam. Oleh karena itu anak-anak
masa lampau senantiasa dan mau mendengarkan nasihat dan pelajaran dari
guru-gurunya. Dari para pendidiknya dan dari orang tuanya tentang ajran nasihat
yang membimbing mereka menjadi orang dewasa berkepribadian cemerlang dan
bijaksana. Serta mendidik mereka menjadi orang yang berkemampuan untuk berfikir
kreatif, dan sanggup berdiri sendiri dan sebagainya. Salah satu pokok ajaran
Islam yaitu firman Allah; يرفع ا لله الدين امنوامنكم والدين
اوتواالعلم در جات ....
Metode yang digunakan ada tiga macam, yaitu lisan, hafalan,
tulis
1.
Metode lisan berupa dikte, ceramah, qiraah, dan diskusi.
Metode dikte dianggap penting dan aman karena pada masa klasik, buku belum
dicetak seperti sekarang
2.
Metode menghafal adalah ciri umum pendidikan pada masa ini.
Murid harus membaca berulang – ulang agar dapat hafal
3.
Metode tulisan dianggap metode yang paling penting pada masa
ini. Metode ini adalah mengkopikan karya – karya ulama dengan maksud
menggandakan buku teks, karena pada saat itu belum ada mesin cetak
2.8 Lahirnya Perguruan Nidzomiyah
Pada zaman ini masjid menjadi semcam lembaga sebagai pusat
kehidupan dan kegiatan ilmu terutama ilmu-ilmu agama. Seorang ustadz duduk
dalam masjid dan murid duduk di sekelilingnya mendengarkan pelajarannya. Kadang
dalam satu masjid terdapat beberapa halaqoh dengan ustadz dan pelajaran
berbeda-beda. Kadang pula ustadz menggunakan rumahnya untuk mengajar. Pada
zaman ini belum ada sekolah atau gedung khusus sebagai tempat belajar. Beberapa
ustadz pada masa ini adalah Abdullah bin Abbas, Hasan Basri, Ja'far As-Shidiq
dan lain-lain.
Sedangkan kota-kota yang menjadi pusat kegiatan pendidikan
ini masih seperti pada zaman Khulafaur rosyidin yaitu, Damaskus, Kufah, Basrah,
Mesir dan ditambah lagi dengan pusat-pusat baru seperti Kordoba, Granada,
Kairawan dan lain-lain.
Institusi
pendidikan Islam ideal lainnya yang lahir dari masa kejayaan Islam adalah
Perguruan (Madrasah) Nizamiyah. Perguruan ini didirikan oleh Nizam al-Mulk,
perdana menteri pada kesultanan Seljuk pada masa Malik Syah, pada tahun
1066/1067 M. Ketika itu, lembaga pendidikan ini hanya ada di Kota Baghdad, ibu
kota dan pusat pemerintahan Islam pada waktu itu. Kemudian, berkembang ke
berbagai kota dan wilayah lain.
Di antaranya di
Kota Balkh, Nisabur, Isfahan, Mowsul, Basra, dan Tibristan. Dan, kota-kota ini
menjadi pusat studi ilmu pengetahuan dan menjadi terkenal di dunia Islam pada
masa itu.
Philip K
Hitti dalam Sejarah Bangsa Arab menulis, Madrasah Nizamiyah merupakan contoh
awal dari perguruan tinggi yang menyediakan sarana belajar yang memadai bagi
para penuntut ilmu. Madrasah Nizamiyah menerapkan sistem yang mendekati sistem
pendidikan yang dikenal sekarang.Madrasah Nizamiyah merupakan perguruan pertama
Islam yang menggunakan sistem sekolah. Artinya, dalam Madrasah Nizamiyah telah
ditentukan waktu penerimaan siswa, kenaikan tingkat, dan juga ujian akhir
kelulusan.
Selain itu,
Madrasah Nizamiyah telah memiliki manajemen tersendiri dalam pengelolaan dana,
punya fasilitas perpustakaan yang berisi lebih dari 6.000 judul buku
laboratorium, dan beasiswa yang berprestasi.
Bidang yang
diajarkan meliputi disiplin ilmu keagamaan (tafsir, hadis, fikih, kalam, dan
lainnya) dan disiplin ilmu akliah (filsafat, logika, matematika, kedokteran,
dan lainnya). Kurikulum Nizamiyah menjadi kurikulum rujukan bagi institusi
pendidikan lainnya.
Namun,
keberadaan Madrasah Nizamiyah ini hanya ber tahan hingga abad ke-14, sebelum
Kota Baghdad dihancurkan oleh tentara Mongol di bawah pimpinan Ti mur Lenk pada
tahun 1401 M.
2.9 Lahirnya Para Ulama’ Dalam Berbagai
Bidang
Pencapaian prestasi yang gemilang sebagai implikasi dari
gerakan terjemahan yang dilakukan pada zaman Daulat Abbasiah sangat jelas
terlihat pada lahirnya para ilmuwan muslim yang mashur dan berkaliber internasional
seperti : Al-Biruni (fisika, kedokteran); Jabir bin Hayyan (Geber) pada ilmu
kimia; Al-Khawarizmi (Algorism) pada ilmu matematika; Al-Kindi (filsafat);
Al-Farazi, Al-Fargani, Al-Bitruji (astronomi); Abu Ali Al-Hasan bin Haythami
pada bidang teknik dan optik; Ibnu Sina (Avicenna) yang dikenal dengan Bapak
Ilmu Kedokteran Modern; Ibnu Rusyd (Averroes) pada bidang filsafat; Ibnu
Khaldun (sejarah, sosiologi). Mereka telah meletakkan dasar pada berbagai
bidang ilmu pengetahuan.
Beberapa ilmuwan muslim lainnya pada masa Daulat Abbasiyah
yang karyanya diakui dunia diantaranya:
§ Al-Razi (guru Ibnu
Sina), berkarya dibidang kimia dan kedokteran, menghasilkan 224 judul buku, 140
buku tentang pengobatan, diterjemahkan ke dalam Bahasa Latin. Bukunya yang paling
masyhur adalah Al-Hawi Fi ‘Ilm At Tadawi (30 jilid, berisi tentang jenis-jenis
penyakit dan upaya penyembuhannya). Buku-bukunya menjadi bahan rujukan serta
panduan dokter di seluruh Eropa hingga abad 17. Al-Razi adalah tokoh pertama
yang membedakan antara penyakit cacar dengan measles. Dia juga orang pertama
yang menyusun buku mengenai kedokteran anak. Sesudahnya, ilmu kedokteraan
berada di tangan Ibnu Sina;
§ Al-Battani
(Al-Batenius), seorang astronom. Hasil perhitungannya tentang bumi mengelilingi
pusat tata surya dalam waktu 365 hari, 5 jam, 46 menit, 24 detik, mendekati
akurat. Buku yang paling terkenal adalah Kitab Al Zij dalam bahasa latin: De
Scienta Stellerum u De Numeris Stellerumet Motibus, dimana terjemahan tertua
dari karyanya masih ada di Vatikan;
§ Al Ya’qubi, seorang
ahli geografi, sejarawan dan pengembara. Buku tertua dalam sejarah ilmu
geografi berjudul Al Buldan (891), yang diterbitkan kembali oleh Belanda dengan
judul Ibn Waddih qui dicitur al-Ya’qubi historiae;
§ Al Buzjani (Abul
Wafa). Ia mengembangkan beberapa teori penting di bidang matematika (geometri
dan trigonometri).
§ Dalam bidang ilmu
fiqih terkenal nama Abu Hanifah, Malik bin Anas, Al-Syafi’ie, dan Ahmad bin
Hanbal. Dalam ilmu kalam ada Washil bin Atha, Ibnu Huzail, Al-Asy’ari, dan Maturidi.
Dalam ilmu Tafsir ada Al-Thabari dan Zamakhsyari. Dalam ilmu hadits, yang
paling populer adalah Bukhari dan Muslim. Dalam ilmu tasawuf terdapat Rabi’ah
Al- Adawiyah, Ibnu ‘Arabi, Al-Hallaj, Hasan al-Bashri, dan Abu Yazid Al-Bustami[3]
BAB III
PENUTUP
3.1 Kesimpulan
Kekuasaan dinasti bani abbas,
sebagaimana disebutkan melanjutkan kekuasaan dinasti bani Umayyah. Dinamakan
khilafah Abbasiyah karena para pendiri dan penguasa dinasti ini adalah
keturunan Al-Abbas paman Nabi Muhammad Saw, dinasti didirikan oleh Abdullah Alsaffah
Ibnu Muhammad Ibn Ali Ibn Abdullah Ibn Al- Abbas.1
Dinasti Abbasiyah merupakan dinasti
islam yang sempat membawa kejayaan umat islam pada masanya. Zaman keemasan
islam dicapai pada masa dinasti-dinasti ini berkuasa. Pada masa ini pula umat
islam banyak melakukan kajian kritis terhadap ilmu pengetahuan. Akibatnya pada
masa ini banyak para ilmuan dan cendikiawan bermunculan sehinnnngga membuat
ilmu pengetahuan menjadi maju pesat.
Popularitas daulah Abbasiyah
mencapai puncaknya di zaman khalifah Harun Al-Rasyid (786-809 M) dan puteranya
Al-Ma’mum (813-833 M). Kekayaan yang dimanfaatkan Harun Arrasyid untuk
keperluan sosial, rumah sakit, lembaga pendidikan, dokter, dan farmasi
didirikan, pada masanya sudah terdapat paling tidak sekittar 800 orang dokter.
Disamping itu, pemandian-pemandian umum juga dibangun. Tingkat kemakmuran yang
paling tinggi terwujud pada zaman khalifah ini. Kesejahteraan sosial,
kesehatan, pendidikan, ilmu pengetahuan, dan kebudayaan serta kesusasteraan
berada pada zaman keemasannya.pada masa inilah Negara islam menempatkan dirinya
sebagai Negara terkuat dan tak tertandingi. Al- Ma’mun pengganti Al- Rasyid,
dikenal sebagai khalifah yang sangat cinta kepada ilmu. Pada masa
pemerintahannya, penerjemahan buku-buku asing digalakan, untuk menerjemahkan
buku-buku Yunani, ia mengkaji penerjemah-penerjemah dari golongan kristen dan
penganut golongan lain yang ahli. Ia juga banyak mendirikan sekolah, salah satu
karya besarnya yang terpenting adalah pembangunan Bait Al- Hikmah, pusat
penerjemah yang berfungsi sebagai perguruan tinggi.
Dan dari keterangan makalah diatas
sudah jelas bahwa pendidikan pada masa Bani Umayyah dan Abbasiyah sangat erat
hubungannya. Halnya saja beda dalam konteks, dan metode-metodenya. Dan itu
sudah jelas bahwa pendidikan Islam dimasa Bani Umayyah dan Abbasiyah ini juga
masih sama dan diterapkan pada masa sekarang ini.
Daftar Pustaka
Basri,
Hasan, M.Nur. Peran Islam dalam Kemajuan Eropa. Serambi Indonesia. edisi
19 Maret 2001.
Sunanto,
Musyrifah. 2004. Sejarah Islam Klasik Perkembangan Ilmu Pengetahuan Islam.
Jakarta: Prenada Media.
Yatim,
Badri. 2000. Sejarah Peradaban Islam: Dirasah Islamiyah II. Jakarta: PT.
Raja Grafindo Persada.
Yunus,
Mahmud. 1990. Sejarah Pendidikan Islam. Jakarta: PT. Hidakarya Agung.
Zuhairini,
Moh. Kasiran. dkk. 1985. Sejarah Pendidikan Islam. Jakarta: DEPAG.
Nizar, Samsul. 2005. Sejarah
Pergolakan Pemikiran Pendidikan Islam. Jakarta: PT. Cuputat Press Group
Al Abrasi, Athiyya. Tarbiyah
Al Islamiyah (Terjemahan Bustami A. Ghani). 1993. Jakarta: Bulan Bintang
Hasan, Asma Fahmi. Mabadi’at
Tarbiyyah Al Islamiyyah (terjemahan Mukhtar Yahya dan Sanusi Latif).
Jakarta: Bulan Bintang
Supriyadi, Dedi. Sejarah Peradaban Islam. 2001. Bandung:
Pustaka Setia
No comments:
Post a Comment