BAB I
PENDAHULUAN
1.1
Latar Belakang Masalah
Ada pernyataan bahwa bimbingan
identik dengan pendidikan. Artinya apabila seseorang melakukan kegiatan
mendidik berarti ia juga sedang membimbing, sebaliknya apabila seseorang
melakukan aktivitas membimbing (memberikan pelayanan bimbingan), berarti ia juga
sedang mendidik. Berkenaan dengan pernyataan di atas, timbul pertanyaan:
“mengapa pelayanan bimbingan dan konseling masih diperlukan dalam dunia
pendidikan”? atau mengapa pelayanan bimbingan dan konseling diperlukan dalam
proses pendidikan baik di sekolah maupun di madrasah?”
Pelayanan bimbingan dan konseling
(disingkat BK) bisa dilakukan dalam setting lembaga pendidikan (sekolah atau madrasah), keluarga,
masyarakat, organisasi, industri, dan lain sebagainya. Pembahasan dalam makalah
ini menfokuskan pada pelayanan bimbingan dan konseling lembaga pendidikan
formal (sekolah atau madrasah). Awalnya, bimbingan dan konseling tidak
diperuntukkan bagi dunia pendidikan. Tetapi, dalam perkembangannya diterapkan
dalam dunia pendidikan.
Berbagai fenomena perilaku peserta
didik dewasa ini seperti tawuran, penyalahgunaan obat-obatan terlarang dan
psikotropika, perilaku seksual menyimpang, degradasi moral, pencapaian hasil
belajar yang tidak memuaskan, tidak lulus ujian, gagal UAN, dan lain
sebagainya. Menunjukkan bahwa tujuan pendidikan yang salah satu upaya
pencapaiannya melalui proses pembelajaran, belum sepenuhnya mampu menjawab atau
memecahkan berbagai persoalan tersebut di atas. Hal ini mengindikasikan perlu
adanya upaya pendekatan selain proses pembelajaran guna memecahkan berbagai
masalah tersebut. Upaya tersebut adalah melalui pendekatan bimbingan dan
konseling yang dilakukan di luar situasi proses pembelajaran.
1.2
Rumusan Masalah
1.
Apa
pengertian dari bimbingan dan konseling?
2.
Apa
tujuan dari bimbingan dan konseling?
3. Bagaimana penanganan siswa bermasalah di sekolah?
4. Bagaimana langkah-langkah pelaksanaan bk di sekolah?
1.3
Tujuan
1.
Untuk
mengetahui pengertian bimbingan dan konseling.
2.
Untuk
mengetahui tujuan bimbingan dan konseling.
3.
Untuk
mengetahui penanganan siswa bermasalah di sekolah.
4.
Untuk
mengetahui langkah-langkah pelaksanaan
bk di sekolah.
BAB II
PEMBAHASAN
2.1
Pengertian Bimbingan dan Konseling
a.
Pengertian Bimbingan
Bimbingan dapat diartikan sebagai
suatu proses pemberian bantuan kepada individu yang dilakukan secara
berkesinambungan, agar individu tersebut dapat memahami dirinya sendiri.
Sehingga dia sanggup mengarahkan dirinya dan dapat bertindak secara wajar. Sesuai
dengan tuntutan dan keadaan lingkungan sekolah, keluarga, masyarakat, dan
kehidupan pada umumnya. Dengan demikian dia akam dapat menikmati kebahagiaan
hidupnya dan memberikan sumbangan yang berarti kepada kehidupan masyarakat pada
umumnya. Bimbingan membantu individu mencapai perkembangan diri secara optimal
sebagai makhluk sosial (Rochman Natawidjaja, 1987:31).
Pakar bimbingan yang lain
mengungkapkan bahwa: bimbingan ialah suatu proses pemberian bantuan yang terus
menerus dan sistematis dari pemahaman diri, penerimaan diri, pengarahan diri,
dan perwujudan diri dalam mencapai tingkat perkembangan yang optimal dan
penyesuaian diri dengan lingkungan (Moh. Surya, 1988:12).
Bimbingan merupakan bantuan yang
diberikan kepada seseorang (individu) atau sekelompok orang agar mereka itu
dapat berkembang menjadi pribadi-pribadi yang mandiri. Kemandirian ini mencakup
lima fungsi pokok yang hendaknya dijalankan oleh pribadi mandiri, yaitu:
a. Mengenal diri sendiri dan
lingkungannya
b. Menerima diri sendiri dan
lingkungannya secara posotif dan dinamis
c. Mengambil keputusan
d. Mengarahkan diri dan
e. Mewujudkan diri. [1]
Dari
beberapa pengertian bimbingan yang dikemukakan oleh para ahli maka dapat
diambil kesimpulan tentang pengertian bimbingan yang lebih luas, bahwa
bimbingan adalah: “Suatu proses pemberian bantuan kepada individu secara
berkelanjutan dan sistematis, yang dilakukan oleh seorang ahli yang telah
mendapat latihan khusus untuk itu, dimaksudkan agar individu dapat memahami
dirinya, lingkunganya serta dapat mengarahkan diri dan menyesuaikan diri dengan
lingkungan untuk dapat mengembangkan potensi dirinya secara optimal untuk
kesejahteraan dirinya dan kesejahteraan masyarakat”.
Satu hal
yang perlu di ingat dalam usaha bimbingan yaitu bahwa usaha itu harus di
dasarkan pada norma-norma yang berlaku, baik norma agama, norma adat, maupun
norma negara (hukum). Tujuan dan pelaksanaan pelayanan bimbingan tidak boleh
menyimpang dari norma-norma yang berlaku di masyarakat.
b.
Pengertian konseling.
Konseling merupakan terjemahan dari conseling,
yaitu bagian dari bimbingan, baik sebagai pelayanan maupun sebagai teknik. Pelayanan
konseling merupakan jantung hati dari usaha layanan bimbingan secara konseling
merupakan jantung hati dari usaha layanan bimbingan secara keseluruhan. Jadi konseling
merupakan inti dan alat yang paling penting dalam bimbingan.
Selanjutnya, Rochman Natawidjaja
(1987:32) mendifinasikannya bahwa konseling adalah satu jenis pelayanan yang
merupakan bagian terpadu dari bimbingan. Konseling dapat diartikan sebagai
hubungan timbal balik antara dua orang individu, di mana yang seorang (yaitu konselor) berusaha membantu yang lain
(yaitu konseli) untuk mencapai pengertian tentang dirinya sendiri dalam
hubungan dengan masalah-masalah yang di hadapinya pada waktu yang akan datang. [2]
Jones 1951 mengartikan konseling adalah kegiatan dimana
semua fakta dikumpulkan dan semua pengalaman siswa difokuskan pada masalah
tertentu untuk diatasi sendiri oleh yang bersangkutan, dimana ia dapat bantuan
pribadi da langsung dalam pemecahan masalah itu.
Konseling merupakan bentuk khusus dari
usaha bimbingan, yaitu suatu pelayanan yang diberikan oleh konselor kepada
seseorang secara perseorangan atau kelompok. Dalam proses konseling ini, orang
yang diberi konseling itu biasanya disebut klien atau konseli. Dengan demikian, konseling berlangsung dalam
suasana pertemuan antara konselor dan klien atau konseli. Konselor dan klien
atau konseli (timbal balik atau kontak antara konselor dengan konseli) untuk
mengusahakan pemecahan masalah yang di alami oleh konseli, dengan kemampuan di
masyarakat, dan dengan kemampuan konselor sendiri.
Ditinjau dari segi yang lain, konseling
dapat dianggap sebagai usaha yang unik. Keunikan ini terutama sekali mengandung
makna bahwa konselor tidak boleh menyamaratakan konseli yang satu dengan yang
lain, masalah yang satu dengan masalah yang lain. Perlu diperhatikan bahwa
setiap individu adalah unik. Lebih jauh dari itu, masalah yang sama yang
dihadapi oleh konseli yang sama pun sebenarnya sama. Setiap masalah unik
meskipun dikatakan sama oleh klien yang sama.
Bila ditinjau lebih mendalam, hubungan
konseling merupakan pertemuan yang paling akrab antara dua orang manusia, yaitu
konseli dan konselor. Jika keakraban ini memang terbina, kedua orang itu akan
membuka diri masing-masing, saling membuka topeng sehingga akan terbukalah
kemanusiaan masing-masing. Suasana pertemuan seperti ini merupakan hubungan
antara dua orang manusia dengan kemungkinannya yang baik serta berbagai keadaan
dan kemungkinan akan kekurangannya.
Arti dari konseling bisa juga diartikan
dari akronim kata sebagai berikut:
K
(Kontak)
O
(Orang)
N
(Menangani)
S
(Masalah)
E
(Expert atau ahli)
L
(Laras)
I
(Integrasi)
N
(Norma)
G (Guna)
Jadi, bimbingan dan konseling merupakan
proses bantuan atau pertolongan yang diberikan oleh pembimbing (konselor)
kepada individu (konseli) melalui pertemuan tatap muka atau hubungan timbal
balik antara keduanya, agar konseli memiliki kemampuan atau kecakapan melihat
dan menemukan masalahnya serta mampu memecahkan masalahnya sendiri. Atau proses
pemberian bantuan atau pertolongan yang sistematis dari pembimbing (konselor)
kepada konseli (siswa) melalui pertemuan tatap muka atau hubungan timbal balik
antara keduanya untuk mengungkap masalah konseli sehingga konseli mampu melihat
masalah sendiri, mampu menerima dirinya sendiri sesuai dengan potensinya, dan
mampu memecahkan sendiri masalah yang di hadapinya. [3]
Jadi, pengertian bimbingan dan konseling dalam
pendidikan Islam
Bimbingan berasal
dari kata “guidance” yang berarti pimpinan, arahan, pedoman, dan petunjuk. Kata
“guidance” berasal dari kata “to guide” yang berarti menuntun, mempedomani,
menjadi petunjuk jalan, mengemudikan.
Pengertian bimbingan secara luas ialah
suatu proses pemberian bantuan secara terus menerus dan sistematis kepada
individu dalam memecahkan masalah yang dihadapinya, agar tercapai kemampuan
untuk memahami dirinya, menerima dirinya, merealisasikan dirinya sesuai dengan
potensi dan kemampuannya dalam mencapai penyesuaian diri dengan lingkungan, baik
keluarga, sekolah, maupun masyarakat.
2.2. Tujuan dari Bimbingan Dan Konseling
Individu atau siswa yang dibimbing, merupakan
individu atau proses perkembangan. Oleh sebab itu, merujuk kepada perkembangan
individu yang dibimbing, maka tujuan bimbingan dan konseling adalah agar
tercapai perkembangan perkataan lain agar tercapai perkembangan yang optimal
sesuai dengan potensi atau kapasitasnya dan agar individu dapat berkembang
sesuai dengan lingkungannya.
Optimalisasi pencapaian tujuan bimbingan dan konseling pada setiap individu tentu
berbeda sesuai tingkatan perkembangannya. Apabila yang dibimbing adalah murid
Sekolah Dasar (SD/MI), di mana mereka sedang dalam proses perkembangan dari
usia remaja, tentu optimalisasi pencapaian tingkat perkembangannya sesuai
dengan usia Sekolah Dasar, demikian juga apabila yang dibimbing adalah Madrasah
Tsanawiyah dan Sekolah Menengah Pertama (SMP) atau Siswa Madrasah Tsanawiyah
dan Sekolah Menengah Atas atau Sekolah Menengah Kejuruan (SMA/SMK) atau
Madrasah Aliyah (MA) dan Perguruan Tinggi (PT).
Individu yang sedang dalam proses perkembangan
apabila ia adalah seorang siswa, tentu banyak masalah yang dihadapinya baik
masalah pribadi, sosial, maupun akademik dan masalah-masalah lainnya. Kenyataan
bahwa tidak semua individu (siswa) mampu melihat dan mampu menyelesaikan
sendiri masalah yang dihadapinya serta tidak mampu menyesuaikan diri secara
efektif terhadap lingkungannya. Bahkan ada kalanya individu tidak mampu
menerima dirinya sendiri. Merujuk kepada masalah yang di hadapi individu
(siswa), maka tujuan bimbingan dan konseling adalah agar individu yang di
bombing memiliki kemampuan atau kecakapan melihat dan menemukan masalahnya dan
mampu atau cakap memecahkan sendiri masalah yang dihadapinya serta mampu
menyesuaikan diri secara efektif dengan lingkungannya.
Bimbingan dan konseling berkenaan
dengan perilaku, oleh sebab itu tujuan bimbingan dan konseling adalah dalam
rangka:
1.
Membantu mengembangkan kualitas
kepribadian individu yang dibimbing atau dikonseling.
2.
Membantu mengembangkan kualitas
kesehatan mental klien.
3.
Membantu mengembangkan
perilaku-perilaku yang lebih efektif pada diri individu dan lingkungannya.
4.
Membantu klien menanggulangi
problema hidup dan kehidupannya secara mandiri.[4]
Secara lebih rinci,
tujuan bimbingan dan konseling atau tujuan konseling seperti telah di sebutkan
di atas adalah agar klien:
1.
Memperoleh pemahaman yang lebih
baik terhadap dirinya.
2.
Mengarahkan dirinya sesuai dengan
potensi yang dimilikinya kearah tingkat perkembangan yang optimal.
3.
Mampu memecahkan sendiri masalah
yang di hadapinya.
4.
Mempunyai wawasan yang lebih
realistis serta penerimaan yang objektif tentang dirinya.
5.
Dapat menyesuaikan diri secara
lebih efektif baik terhadap dirinya sendiri maupun lingungannya sehingga
memperoleh kebahagiaan dalam hidupnya.
6.
Mencapai taraf aktualisasi diri
sesuai dengan potensi yang di milikinya.
7.
Terhindar dari gejala-gejala
kecemasan dan perilaku salah.
Dalam islam, sosok
individu yang ingin dicapai seperti disebutkan dalam tujuan bimbingan dan
konseling di atas identik dengan individu yang “kaffah” atau “insan kamil”
individu yang kaffah atau insane kamil merupakan sosok individu atau pribadi
yang sehat baik rohani (mental atau psikis) dan jasmaninya (fisiknya). Dengan
perkataan lain, sehat fisik dan psikisnya individu atau pribadi yang kaffah
atau insan kamil juga merupakan sosok individu yang mampu mewujudkan potensi
iman, ilmu dan amal serta dzikir sesuai kemampuannya dalam kehidupan
sehari-hari. Secara operasional individu atau
pribadi yang kaffah atau insan kamil adalah insan yang mampu:
1.
Berpikir
secara posirif sebagai hamba Allah SWT yang tugas utamanya adalah mengabdi
kepada-Nya.
2.
Berpikir
positif tentang diri dan orang lain dan lingkungannya.
3.
Mewujudkan
potensi pikir dan jikir dalam kehidupan sehari-hari
4.
Mewujudkan
akhalak al-karimah dan senantiasa berbuat ikhsan(baik) dalam kehidupan
sehari-hari baik terhadap diri dan lingkungannya.
M.
Hamdan Bakran Adz Dzaky (2004) merinci tujuan bimbingan dan konseling dalam
islam sebagai berikut:
1.
untuk menghasilkan suatu perubahan, perbaikan, kesehatan, dan kebersihan jiwa dan
mental. Jiwa menjadi tenang, jinak, dan damai (muthmainnah), bersikap lapang dada
(radhiya) dan mendapatkan pencerahan taufik dan hidayah-Nya (mardhiyah).
2.
Untuk menghasilkan suatu perubahan, perbaikan, dan kesopanan tingkah laku yang
dapat memberikan manfaat baik pada diri sendiri, lingkungan keluarga,
lingkungan sekolah atau mandrasah, lingkungan kerja, maupun lingkungan sosial,
dan alam sekitarnya.
3.
Untuk menghasilkan kecerdasan rasa (emosi) pada individu sehingga muncul dan berkembang
rasa toleransi (tasammukh), kesetiakawanan, tolong menolong dan rasa kasih
sayang.
4.
Untuk menghasilkan kecerdasan spiritual pada diri individu sehingga muncul dan
berkembang keinginan untuk berbuat taat kepada-Nya, ketulusan mematuhi segala perintah-Nya,
serta ketabahan menerima ujian-Nya.
5.
Untuk menghasilkan potensi Ilahiyah , sehingga dengan potensi itu individu
dapat melakukan tugas-tugasnya sebagai khalifah dengan baik dan benar, dapat
dengan baik menanggulangi berbagai persoalan hidup, dan dapat memberikan
kemanfaatan dan keselamatan bagi lingkungannya pada berbagai aspek kehidupan.
Dengan
demikian tujuan bimbingan dan konseling dalam islam merupakan tujuan yang ideal
dalam rangka mengembangkan kepribadian Muslim yang sempurna atau optimal
(kaffah dan insan kamil).
Pencapaian
tujuan bimbingan dan konseling dalam pelayan bimbingan dan konseling di sekolah
dan madrasah berbeda untuk setiap tingkatannya. Artinya melihat perkembangan
yang optimal pada anak SD/MI tentu tidak sama dengan melihat siswa SMP/MTs
begitu seterusnya. Begitu juga melihat kemandirian siswa SMP/MTs dan
seterusnya. Dengan perkataan lain, penjabaran tujuan bimbingan dan konseling di
atas di sekolah-sekolah dan madrasah, di sesuaikan dengan tingkat sekolah dan
madrasah yang bersangkutan. Lebih khusus lagi, pencapaian tujuan dan bimbingan
konseling di atas baik di sekolah-sekolah dan madrasah, harus di dasarkan atas
pencapain visi, misi, dan tujuan sekolah dan madrasah yang bersangkutan.
Jadi
Tujuan Bimbingan
dan Konseling Pendidikan Islam adalah bimbingan dan
konseling prinsipnya ialah merupakan
bantuan kepada individu artinya pelaksanaan
kegiatan mencegah atau memecahkan masalah-masalah pendidikan yang sedang
dihadapi, secara rinci tujuan bimbingan dan konseling pendidikan Islami sebagai
berikut:
1. Membantu
individu mencegah timbulnya problem-problem yang berkaitan dengan kegiatan
belajar / pendidikan antara lain:
a.
Membantu individu memahami hakikat pendidikan Islam.
b.
Membantu individu memahami tujuan dan
kedudukan pendidikan menurut Islam
c.
Membantu individu memahami faktor-faktor
yang mempengaruhi
keberhasilan belajar
d.
Membantu individu menyiasati kegiatan belajar agar berhasil
e.
Membantu individu melakukan kegiatan
belajar sesuai dengan
ketentuan syariat Islam.
2. Membantu individu
memecahkan masalah-masalah yang berkaitan dengan belajar /pendidikan antara
lain:
a.
Membantu individu agar mampu memahami problem yang dihadapinya.
b.
Membantu individu memahami kondisi dirinya
dan lingkungannya.
c.
Membantu individu memahami dan menghayati
cara-cara mengatasi masalah belajar yang sesuai dengan ajaran Islam.
d.
Membantu individu menetapkan pilihan dalam
usaha memecahkan masalah yang dihadapi sesuai dengan ajaran Islam.
3. Membantu individu
memelihara situasi dan kondisi kegiatan belajar agar tetap baik dan mengembangkannya menjadi lebih
baik antara lain:
a.
Memelihara individu yang situasi dan
kondisi belajarnya yang bermasalah telah teratasi, tidak kembali bermasalah.
C.
Penanganan Siswa bermasalah di Sekolah
Di sekolah sangat
mungkin ditemukan siswa yang bermasalah, dengan menunjukkan berbagai gejala
penyimpangan perilaku yang merentang dari kategori ringan sampai dengan berat.
Upaya untuk menangani siswa yang bermasalah khususnya yang terkait dengan
pelanggaran disiplin sekolah dapat dilakukan melalui dua pendekatan yakni pendektan
disiplin dan pendekatan bimbingan dan konseling.
Penanganan siswa bermasalah melalui pendekatan disiplin merujuk
pada aturan dan ketentuan (tata tertib) yang berlaku di sekolah beserta
sangsinya. Sebagai salah satu komponen organisasi sekolah, aturan (tata tertib)
siswa beserta sangsinya memang perlu ditegakkan untuk mencegah sekaligus
mengatasi terjadinya berbagai penyimpangan perilaku siswa. Kendati demikian,
sekolah bukan “lembaga hukum” yang harus mengobral sanksi yang mengalami
gangguan penyimpangan perilaku. Sebagai lembaga pendidikan, justru kepentingan
utamanya adalah bagaimana berusaha menyembuhkan segala penyimpangan perilaku
yang terjadi pada para siswa.
Oleh karena itu,
disinilah pendekatan yang kedua perlu digunakan yaitu pendekatan melalui
bimbingan dan konseling. Berbeda dengan
pendekatan disiplin yang memungkinkan pemberian sanksi untuk menghasilkan efek
jera, penanganan siswa bermasalah melalui bimbingan dan konseling justru lebih mengutamakan pada upaya
penyembuhan dengan menggunakan berbagai layanan dan teknik yang ada. Penanganan
siswa bermasalah melalui bimbingan dan konseling sama sekali tidak mengguanakan
sanksi apapun, tetapi lebih mengandalkan pada terjadinya kualitas hubungan
interpersonal yang saling percaya diantara konselor dan siswa yang bermasalah,
sehigga menerima diri dan lingkungannya, serta dapat mengarahkan diri guna
tercapainya penyesuaian diri yang lebih baik.
Secara visual,
kedua pendekatan dalam menangani siswa bermasalah dapat dilihat dalam bagan 1
berikut:
Pendekatan
Disiplin
|
Pendekatan
BK
|
Penyesuaian
diri/ perkembangan siswa yang optimal
|
Siswa
Bermasalah
|
Bagan 1: Pendekatan dalam Mengenai Siswa Bermasalah
Dari bagan 1 setidaknya dapat dipahami, bahwa diantara kedua
pendekatan penanganan siswa bermasalah, meski memiliki cara yang berbeda,
tetapi jika dilihat dari segi tujuannya pada dasarnya sama, yaitu tercapai
penyesuaian diri atau perkembangan yang optimal pada siswa, sehingga tidak
menjadi siswa yang bermasalah lagi. Oleh karena itu, pendekatan tersebut
seyogianya dapat berjalan sinergis dan saling melengkapi.
Sebagai ilustrasi,
disuatu sekolah ditemukan kasus seorang siswa yang hamil akibat pergaulan
bebas, sementara tata tertib sekolah secara tegas menyatakan untuk kasus demikian,
siswa yang bersangkutan harus dikeluarkan. Jika hanya mengandalkan pendekatan
disiplin, mungkin taindakan yang akan diambil sekolah berusaha memanggil orang
tua/wali siswa yang bersangkutan dan ujung-ujungnya siswa dinyatakan
dikembalikan kepada orang tua (istilah lain dikeluarkan). Jika tanpa intervensi
bimbingan dan konseling maka sangat mungkin siswa yang bersangkutan akan
meninggalkan sekolah dengan dihinggapi masalah-masalah baru yang justru dapat
semakin memperparah keadaan. Tetapi, dengan intervensi bimbingan dan konseling
didalamnya, diharapkan siswa yang bersangkutan bisa tumbuh perasaan dan
pemikiran positif atas masalah yang menimpa dirinya, misalnya secara sadar
menerima risiko yag terjadi, keinginan untuk tidak berusaha menggugurkan kendungan
yang dapat membahayakandirinya maupu janin yang dikandungnya, keinginan untuk
melanjutkan sekolah serta hal-hal positif lainnya, meski ujung-ujunganya siswa
yang bersangkutan tetap harus dikeluarkan.
Perlu digaris bawahi,
dalam hal ini bukan berarti guru bimbingan dan konseling/konselor yang harus
mendorong atau bahkan memaksa siswa untuk keluar dari sekolah. Persoalan
mengeluarkan siswa merupakan wewenang kepala sekolah dan tugas guru bimbingan
dan konseling hanya membantu siswa agar dapat memperoleh kebahagiaan dalam
hidupnya.
Perlu diingat bahwa
tidak semua masalah siswa harus ditangani oleh guru bimbingan dan konseling.
Dalam hal ini, Sofyan S. Willis (2004) mengemukakan tentang tingkatan masalah
beserta mekanisme dan petugas yang menanganinya, sebagai berikut:
1.
Masalah
(kasus) ringan, seperti:
membolos, malas, kesulitan belajar pada pelajaran tertetu. Kasus ringan ini
dibimbing oleh wali kelas dan guru dengan berkonsultasi kepada kepala sekolah
(konselor/guru pembimbing) dan mengadakan kunjugan rumah.
2.
Masalah
(kasus) sedang, seperti:
gangguan emosional, berpacaran degan perbuatan menyimpang, berkelahi antar
sekolah, minum-0minuman keras ketahap pertengahan, melakukan gangguan sosial
dan asulia. Kasuus sedang dibimbing oleh guru bimbingan dan konseling, dengan
berkonsultasi dengan kepala sekolah, ahli/profesional, polisi, guru dan
sebagainya. Dapat pula mengadaka konferensi kasus.
3.
Masalah
(kasus) berat, seperti:
gangguan emosiona berat, kecanduan alkohol dan narkotika, pelaku kriminalitas,
siswa hamil, perkelahian dengan senjata tajam atau sejata api. Kasus berat
dilakukan referal (alih tangan kasus) kepala psikolog, psikiater,
dokter, polisi, alhi hukum yang sebelumnya terlebih dahulu dilakuka konfernsi
kasus.
Penanganan siswa bermasalah melalui
pendekatan bimbingan dan konseling tidak semata-mata menjadi tanggung jawab
guru bimbingan dan konseling disekolah, tetapi dapat melibatkan pula berbagai
pihak lain untuk bersama-sama membantu siswa agar memperoleh penyesuaian diri
dan perkembangan pribadi secara optimal.
D.
Langkah-Langkah Pelaksanaan BK di Sekolah
Melakukan layanan bimbingan dan
konseling di sekolah hendaknya perlu diketahui langkah-langkah dalam memberikan
layanan bimbingan konseling pada siswa, terutama mereka yang mempunyai masalah.
Adapun langkah-langkah tersebut meliputi:
1.
Identifikasi
Masalah
Langkah ini hendaknya diperhatikan guru yaitu mengenal
gejala-gejala awal dari suatu masalah yang dihadapi siswa. Maksud dari gejala
awal ini adalah apabila siswa menunjukkan tingkah laku berbeda atau menyimpang dari biasanya.[6]
2.
Pengumpulan
Data
Setelah ditetapkan masalah yang akan dibicarakan dalam konseling,
selanjutnya adalah mengumpulkan data siswa yang bersagkutan. Data siswa yang
dikumpulkan harus secara menyeluruh yang meliputi: data diri, data orang tua,
data pendidikan, data kesehatan, dan data lingkungan.
3.
Analisis
Data
Data-data siswa yang telah dikumpulkan selanjutya dianalisis. Data
hasil tes bisa dianalisis secara kuantitatif dan hasil nontes dapat dianalisis
secara kualitatif.[7]
4.
Diagnosis
Langkah diagnosis yang dilakukan adalah menetapkan “masalah”
berdasarkan analisis latar belakang yang menjadi penyebab timbulnya masalah.
Dalam langkah ini dilakukan kegiatan pengumpulan data mengenai berbagai hal
yang menjadi latar belakang atau yang melatarbelakangi gejala yang muncul.
5.
Prognosis
Langkah prognosis ini pembimbig menetapkan alternatif tindakan
bantuan yang akan diberikan. Selanjtunya melakukan perencanaan mengenai jenis
dan bentuk masalah apa yang sedang dihadapi individu. Apabila dalam memberi
bimbingan guru mengalami kesulitan dalam menangani kasus yang dibimbingnya
tersebut, maka penenanganan kasus tersebutperlu dialihkan penyelesaiannya
kepada orang yang lebih berwenang, seperti dokter, psikiater, lembaga lainnya.
6.
Pemberian
Bantuan
Setelah guru merencanakan pemberian bantuan maka dilanjutkan dengan
merealisasikan langkah-langkah alternatif bentuk bantuan berdasarkan masalah
dan latar belakang yang menjadi penyebabnya. Langkah pemberian bantuan ini
dilaksanakan dengan berbagai pendekatan dan teknik pemberian bantuan. Selain
itu, pemberian bantuan ini dilakukan tidak hanya sekali atau dua kali pertemuan
saja, tetapi perlu waktu yang berulang-ulang dan dengan jadwal dan sifat
pertemuan yang terikat.
7.
Evaluasi
dan Tindak Lanjut
Evaluasi dapat dilakukan selama proses pemberian bantuan
berlangsung sampai pada akhir pemberian bantuan. Pengumpulan data dapat
dilakukan dengan mengguankan beberapa tekik seperti melalui wawancara, angket,
observasi, diskusi, dokumentasi dan sebagainya.[8]
BAB III
PENUTUP
Kesimpulan:
1.
Bimbingan
dan konseling merupakan proses bantuan atau pertolongan yang diberikan oleh
pembimbing (konselor) kepada individu (konseli) melalui pertemuan tatap muka
atau hubungan timbal balik antara keduanya, agar konseli memiliki kemampuan
atau kecakapan melihat dan menemukan masalahnya serta mampu memecahkan
masalahnya sendiri.
2.
Tujuan bimbingan dan konseling adalah agar
tercapai perkembangan perkataan lain agar tercapai perkembangan yang optimal
sesuai dengan potensi atau kapasitasnya dan agar individu dapat berkembang
sesuai dengan lingkungannya.
3.
Upaya
untuk menangani siswa yang bermasalah khususnya yang terkait dengan
pelanggaran disiplin sekolah dapat dilakukan melalui dua pendekatan yakni
pendektan disiplin dan pendekatan bimbingan dan konseling.
4.
Langkah-langkah
dalam memberikan layanan bimbingan konseling pada siswa antara lain: Identifikasi masalah, pengumpulan
data, analisis data, diagnosis, prognosis, pemberian bantuan, evaluasi dan
tindakan.
Daftar Pustakaiytsa
Tohirin. 2008. Bimbingan dan Konseling
di Sekolah dan Madrasah. Jakarta: Grafindo Persada.
Hikmawati, Fenti. 2011. Bimbingan
Konseling. Jakarta: Rajawali Pers.
Sofyan. 2007. Konseling Individual.
Jakarta: IKAPI.
Sukardi, Dewa Ketut. 2008. Proses
Bimbingan dan Konseling di Sekolah. Jakarta: Rineka Cdipta.
[1] Dewa Ketut
Sukardi dan Desak P.E. Nila Kusmawati, . Proses Bimbingan dan Konseling di
Sekolah, (Jakarta: Rineka Cipta,
2008), hal. 2
[2] Dewa Ketut
Sukardi dan Desak P.E. Nila Kusmawati, . Proses Bimbingan dan Konseling di
Sekolah, (Jakarta: Rineka Cipta,
2008), hal 6
[3] Tohirin. Bimbingan
dan Konseling di Sekolah dan Madrasah Berbasis Integrasi, (Jakarta: PT Rajagrafindo Persada. 2007)
hal 26
[5] Tohirin. Bimbingan
dan Konseling di Sekolah dan Madrasah Berbasis Integrasi, (Jakarta: PT Rajagrafindo Persada. 2007)
hal 39.
[6] Fenti
hikmawati. “Bimbingan Konseling”. Hal: 24.
[7]
Tohirin. “Bimbingn dan Konseling di
Sekolah dan Madrasah”. Hal: 319.
[8] Fenti
hikmawati. “Bimbingan Konseling”. Hal:30.
No comments:
Post a Comment