BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Guru dalam pengembangannya menjadi titik sentral pengembangan proses
pembelajaran selain pengembangan media pembantu. Eksistensi guru dianggap
penting didukung dengan berbagai macam kompetensi dan tingkat profesionalisme. Guru adalah
salah satu di antara faktor pendidikan yang memiliki peranan yang paling strategis,
sebab gurulah sebetulnya yang paling menentukan di dalam terjadinya proses belajar
mengajar. Di tangan guru yang cekatan fasilitas dan sarana yang kurang memadaidapat
diatasi, tetapi sebaliknya ditangan guru yang kurang cakap, sarana, dan
fasilitasyang canggih tidak banyak memberi manfaat. Berangkat dari masalah di
atas, maka langkah pertama yang dilakukan untukmemperbaiki kualitas pendidikan
adalah dengan memperbaiki kualitas tenaga pendidiknya
terlebih dahulu.
1.2 Rumusan Masalah
1.
Bagaimana signifikasi profesionalisme kinerja GPAI ?
2.
Apakah pengertian GPAI ?
3. Apakah pengertian profesionalisme
guru ?
4. Bagaimana wilayah kinerja guru GPAI ?
5.
Bagaimana pengembangan organisasi GPAI ?
6. Bagaimana langkah-langkah kinerja GPAI
di madrasah dan sekolah ?
1.3 Tujuan Penulisan
1. Untuk mengetahui signifikasi
profesionalisme kinerja PAI
2. Untuk mengetahui pengertian GPAI
3.
Untuk mengetahui pengertian profesionalisme guru
4.
Untuk mengetahui wilayah kinerja guru PAI
5. Untuk mengetahui pengembangan
organisasi GPAI
6.
Untuk mengetahui langkah-langkah kinerja GPAI
di madrasah dan sekolah
1.4 Metode Penulisan
Dalam penulisan makalah ini penulis
menggunakan metode studi pustaka, yaitu mengumpulkan segala bentuk sumber dan
literature yang berhubungan dengan materi kemudian menyusunnya menjadi sebuah
susunan secara sistematis tanpa mengurangi redaksi sedikitpun.
BAB II
PEMBAHASAN
2.1 Signifikasi Profesionalisme Kinerja Guru PAI
Ahmad Tafsir mengatakan profesionalisme ialah faham yang
mengajarkan bahwa setiap pekerjaan harus dilakukan oleh orang yang
profesional.Orang yang profesional adalah orang yang memiliki profesi,
sedangkan profesi itu harus mengandung keahlian artinya suatu program itu mesti
dilandasi oleh suatu keahlian khusus untuk profesi.
Profesionalisme dalam pendidikan tidak lain ialah seperangkat
fungsi dan tugas dalam lapangan pendidikan berdasarkan keahlian yang diperoleh
melalui pendidikan dan latihan khusus di bidang pekerjaan yang mampu menekuni
bidang profesinya selama hidupnya. Mereka itu adalah para guru yang profesional
yang memiliki kompetensi keguruan berkat pendidikan atau latihan di lembaga
pendidikan guru dalam jangka waktu tertentu.
Dari beberapa pendapat di atas dapat dikatakan bahwa
profesionalisme merupakan suatu pekerjaan yang memerlukan pendidikan lanjut
didalam pengetahuan dan teknologi dasar untuk diimplementasikan dalam berbagai
kegiatan yang bermanfaat.
Mengingat pentingnya profesionalisme dalam Hadits shahih Al-jamius
shahih Bukhari Muslim mengatakan bahwa:
Artinya “Sesungguhnya Allah tidaklah menahan ilmu dari manusia,
tetapi dia akan menahan ilmu dengan di tahannya (diambilnya) para ulama,
sehingga jika sudah tidak ada lagi seorang alim ahli maka manusia selalu
mengangkat orang-orang yang bodoh sebagai pemimpin mereka. Maka bertanyalah
orang-orang, lalu dijawablah dengan tanpa ilmu, maka sesatlah mereka dan
menyesatkan”. (HR. Bukhari, Muslim).
Dari Hadits di atas dapat disimpulkan bahwasanya seorang pemimpin
haruslah orang yang mempunyai keahlian oleh karena itu dianjurkan untuk
menguasai ilmu pengetahuan agar rakyatnya atau umatnya tidak tertindas dan
mampu membawa mereka ke jalan yang lebih baik demikan juga dengan umatnya untuk
menuntut ilmu sebagai bekal ilmu pengetahuan dan penerus sebagai pemimpin yang
profesional.
Istilah
kinerja guru berasal dari kata job performance/actual permance (prestasi
kerja). Jadi menurut bahasa kinerja diartikan sebagai prestasi yang nampak
sebagai bentuk keberhasilan kerja pada diri seseorang. Keberhasilan kinerja
juga ditentukan dengan pekerjaan serta kemampuan seseorang pada bidang
tersebut. Keberhasilan kerja juga berkaitan dengan kepuasan kerja seseorang.[1]
Dalam kamus bahasa Indonesia, kinerja berarti sesuatu yang dicapai, prestasi
diperlihatkan, kemampuan kerja.[2]
Kinerja adalah kemampuan seseorang
untuk melaksanakan tugasnya yang baik untuk menghasilkan hasil yang memuaskan,
guna tercapainya tujuan sebuah organisasi atau kelompok dalam suatu unit kerja.
Jadi, kinerja merupakan hasil kerja di mana para guru mencapai
persyaratan-persyaratan pekerjaan.[3]
Sedangkan Fatah
menyatakanan bahwa kinerja diartikan sebagai ungkapan kemajuan yang didasari
oleh pengetahuan, sikap dan motivasi dalam menghasilkan sesuatu pekerjaan. Dari
beberapa penjelasan tentang pengertian kinerja di atas dapat penulis simpulkan
bahwa kinerja guru
adalah kemampuan yang ditunjukkan oleh guru dalam melaksanakan tugas atau
pekerjaannya. Kinerja dikatakan baik dan memuaskan apabila tujuan yang dicapai
sesuai dengan standar yang telah ditetapkan.[4]
Kinerja guru
pada dasarnya merupakan unjuk kerja yang dilakukan oleh guru dalam melaksanakan
tugasnya sebagai pendidik. Kualitas kinerja guru akan sangat menentukan pada
kualitas hasil pendidikan, karena guru merupakan pihak yang paling banyak bersentuhan langsung dengan
siswa dalam proses pendidikan/pembelajaran di lembaga pendidikan sekolah. Jadi, kinerja
guru dalam proses belajar mengajar adalah kemampuan guru dalam melaksanakan
tugasnya sebagai pengajar yang memiliki keahlian mendidik anak didik dalam
rangka pembinaan peserta didik untuk tercapainya institusi pendidikan.
Illyas
berpendapat bahwa tenaga profesional adalah sumber daya terbaik suatu
organisasi sehingga evaluasi kinerja mereka menjadi salah satu variabel yang
penting bagi efektifitas organisasi. Dalam pendidikan, sangatlah penting untuk
memiliki instrumen penilaian kinerja yang efektif bagi tenaga kerja profesional
yang menjadi bagian terpenting dalam upaya manajemen untuk meningkatkan kinerja
organisasi yang efektif.[5]
2.2 Pengertian Guru PAI
Pendidikan di sekolah bukan hanya ditentukan oleh
usaha murid secara individual atau karena interaksi antara guru dan murid dalam
proses dan kegiatan belajar mengajar saja, tetapi faktor guru beserta segala
aspek kepribadiannya juga banyak mempengaruhi tingkat
kemajuan dan keberhasilan murid dalam belajar.
“Guru adalah salah satu faktor pendidikan yang memiliki peran yang paling strategis, sebab dialah penentu terjadinya
proses belajar mengajar”[6].Dalam
proses belajar mengajar ini guru memiliki tugas dan tanggung jawab yang sangat
besar.
Oleh karena itu untuk mengetahui dan memahami
tugas dan tanggung jawab guru, maka perlu
diuraikan terlebih dahulu tentang definisi guru. Dalam paradigma Jawa, pendidik
diidentikkan dengan guru (gu dan ru) yang berarti “digugu”
dan “ditiru”. Dikatakan digugu (dipercaya) karena guru memiliki seperangkat ilmu yang
memadai, yang karenanya ia memiliki wawasan dan pandangan yang luas
dalam melihat kehidupan ini. Dikatakan ditiru (diikuti) karena
guru memiliki kepribadian yang utuh, yang karenanya segala tindak tanduknya
patut dijadikan panutan dan suri teladan oleh peserta didiknya[7].
M. Ali Hasan dan Mukti Ali mengatakan bahwa Pengertian guru secara terbatas
adalah sebagai satu sosok individu yang berada di depan kelas, dan dalam arti
luas adalah seseorang yang mempunyai tugas dan tanggung jawab untuk mendidik
peserta didik dalam mengembangkan kepribadiannya, baik yang berlangsung di sekolah
maupun di luar sekolah[8].
Dari definisi di atas dapat disimpulkan bahwa guru selain menyampaikan
materi pelajaran di depan kelas, guru juga bertanggung jawab untuk
mengembangkan kepribadian peserta didiknya.
Istilah lain yang identik dengan guru adalah pendidik dan pengajar. Namun,
kedua istilah tersebut memiliki makna dan pengertian yang berbeda. Meski
demikian, keduanya tetap tidak dapat dipisahkan, karena “seorang guru haruslah
bukan hanya sekedar tenaga pengajar, tetapi sekaligus sebagai pendidik”[9]. Dalam
UU RI No. 20 tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional, disebutkan
bahwa:Pendidik merupakan tenaga profesional yang bertugas merencanakan dan
melaksanakan proses pembelajaran, menilai hasil pembelajaran, melakukan
bimbingan, pelatihan, serta melakukan penelitian dan pengabdian kepada masyarakat, terutama bagi
pendidik pada perguruan tinggi[10].
Bila dikaitkan dengan agama Islam, maka pendidik adalah sebagaimana
dikemukakan oleh Samsul Nizar:Pendidik dalam
perspektif pendidikan Islam ialah orang yang bertanggung jawab terhadap upaya jasmani
maupun rohani peserta didik agar
mencapai tingkat kedewasaan sehingga ia mampu menunaikan tugas-tugas
kemanusiaannya sesuai dengan nilai-nilai ajaran Islam[11].
Sedangkan menurut Ahmad Tafsir adalah sebagai berikut:Pendidik dalam Islam ialah siapa saja yang bertanggung jawab terhadap
perkembangan anak didik dengan mengupayakan perkembangan seluruh potensi anak didik, baik potensi psikomotorik, kognitif,
maupun potensi afektif, yang dikembangkan secara seimbang sampai ke tingkat yang setinggi mungkin, menurut
ajaran Islam[12].
Dari
uraian di atas dapat diambil kesimpulan bahwa, pendidik memiliki pengertian yang lebih luas daripada pengajar.
“Pendidik tidak sama dengan pengajar, sebab pengajar itu hanya sekedar
menyampaikan materi pelajaran kepada murid”[13].Sedangkan
menurut pengertian para tokoh di atas, pendidik tidak hanya sekedar
menyampaikan materi pelajaran saja. Tetapi pendidik memiliki tanggung jawab
untuk mengembangkan seluruh potensi anak didik agar mencapai tingkat
kedewasaan.
Menurut
Oemar Hamalik, sebagaimana dikutip oleh Akhyak, syarat-syarat guru adalah
sebagai berikut:
a. Harus memiliki bakat
sebagai guru.
b. Harus memiliki keahlian
sebagai guru.
c. Memiliki kepribadian yang
baik dan terintegrasi.
d. Memiliki mental yang
sehat.
e. Berbadan sehat.
f. Memiliki pengalaman dan
pengetahuan yang luas.
g. Guru adalah manusia
berjiwa Pancasila.
h. Guru adalah seorang warga
negara yang baik[14].
“Syarat-syarat itu adalah
syarat-syarat guru pada umumnya. Syarat-syarat itu dapat diterima dalam Islam”[15]. Sedangkan
dalam Islam sendiri syarat-syarat guru adalah seperti pendapat Munir Mursi
sebagaimana dikutip oleh Ahmad Tafsir, yaitu sebagai berikut:
a. Umur, harus sudah dewasa.
b. Kesehatan, harus sehat
jasmani dan rohani.
c. Keahlian, harus menguasai bidang yang
diajarkannya dan menguasai
ilmu mendidik (termasuk ilmu mengajar).
ilmu mendidik (termasuk ilmu mengajar).
d. Harus berkepribadian
muslim[16].
Sebagai seorang guru agama, harus memiliki syarat-syarat
lain yang tidak dimiliki oleh guru
pada umumnya. Syarat yang membedakan guru agama dengan guru lainnya
adalah memiliki kepribadian muslim. Karena selain harus mampu mentransfer
ilmu-ilmu agama kepada para peserta didik, guru agama juga harus mampu
mengaplikasikannya dalam kehidupan sehari-hari, terutama saat berada di
lingkungan pendidikan.
Mengenai syarat-syarat guru agama ini, Muhaimin lebih
tegas lagi dalam mengemukakan syarat-syarat tersebut. Sebagaimana tertulis di
bawah ini:
a. Memiliki semangat jihad
dalam menjalankan profesinya sebagai guru agama, dan/atau memiliki kepribadian
yang matang dan berkembang
karena bagaimanapun professionalism is predominantly an attitude, not a self of competencies, yakni seperangkat kompetensi profesional yang
dimiliki oleh guru agama adalah penting, tetapi yang lebih penting lagi adalah
sikap atau etos profesionalisme dari guru agama itu sendiri.
b. Menguasai ilmu-ilmu agama
dan wawasan pengembangannya sejalan dengan perkembangan ilmu pengetahuan dan
teknologi serta perubahan sosio-kultural yang mengitarinya.
c. Menguasai ketrampilan untuk membangkitkan minat siswa kepada pemahaman ajaran agama dan pengembangan wawasannya,
serta internalisasi terhadap
ajaran agama dan nilai-nilainya yang
pada gilirannya tergerak dan tumbuh motivasinya untuk mengaktualisasikan dan merealisasikannya dalam kehidupan sehari-hari, dalam berhubungan dengan Allah, bermasyarakat, berbangsa dan bernegara.
pada gilirannya tergerak dan tumbuh motivasinya untuk mengaktualisasikan dan merealisasikannya dalam kehidupan sehari-hari, dalam berhubungan dengan Allah, bermasyarakat, berbangsa dan bernegara.
d. Sikap mengembangkan
profesinya yang berkesinambungan, agar ilmunya/keahliannya tidak cepat out
of side[17].
Dengan demikian, guru yang memiliki syarat-syarat
sebagaimana diuraikan di atas, diharapkan mampu mengaplikasikan semua
kompetensi yang dimilikinya untuk mencapai keberhasilan proses belajar
mengajar.
Selain syarat-syarat di atas, guru juga harus memiliki
sifat-sifat yang mencerminkan profesi keguruannya. Karena selama ini guru
dipandang sebagai satu sosok yang
memiliki kepribadian luhur. Oleh karena itu, “semua nilai baik yang ada di
dalam masyarakat, dituntut untuk dimiliki oleh seorang guru”[18].
Terlebih lagi sebagai guru agama Islam, yang setiap tindak tanduknya harus
dijiwai dengan nilai-nilai Islami.
Menurut Abdurrahman al-Nahlawy
sebagaimana dikutip oleh Muhaimin,
sifat-sifat guru muslim adalah sebagai berikut:
sifat-sifat guru muslim adalah sebagai berikut:
a. Hendaknya tujuan, tingkah
laku dan pola pikir guru bersifat rabbani.
b. Ikhlas, yakni bermaksud
mendapatkan keridhaan Allah, mencapai dan menegakkan kebenaran.
c. Sabar dalam mengajarkan
berbagai ilmu kepada peserta didik.
d. Jujur dalam menyampaikan
apa yang diserukannya, dalam arti menerapkan anjurannya pertama-tama pada
dirinya sendiri karena kalau ilmu dan amal sejalan maka peserta didik akan
mudah meneladaninya dalam setiap perkataan dan perbuatannya.
e. Senantiasa membekali diri
dengan ilmu dan bersedia mengkaji dan mengembangkannya.
f. Mampu menggunakan berbagai metode mengajar
secara bervariasi, menguasainya
dengan baik, mampu menentukan dan memilih metode mengajar yang sesuai dengan
materi pelajaran dan situasi belajar mengajar.
g. Mampu mengelola peserta
didik, tegas dalam bertindak, dan meletakkan segala masalah secara
proporsional.
h. Mempelajari kehidupan
psikis peserta didik selaras dengan masa perkembangannya.
i. Tanggap terhadap berbagai
kondisi dan perkembangan dunia yang mempengaruhi jiwa, keyakinan dan pola pikir
peserta didik, memahami problem kehidupan modern dan bagaimana cara Islam
mengatasi dan menghadapinya.
j. Bersikap adil di antara
peserta didik[19].
Sifat-sifat yang dimiliki oleh seorang guru, tentunya
akan memberikan pengaruh yang besar dalam proses pendidikan. Misalnya, jika
seorang guru memiliki sifat penyabar dan ikhlas, maka ia akan senantiasa
menuntun muridnya dalam kegiatan belajar mengajar dengan penuh kesabaran dan
keikhlasan pula.
Sebaliknya, jika seorang guru memiliki sifat pemarah,
maka ia akan lebih mengutamakan emosinya ketika sedang mengajar, daripada
memberikan rasa nyaman kepada murid-muridnya. Sehingga situasi seperti ini akan
menimbulkan rasa takut pada diri peserta didik terhadap gurunya. Pendapat lain tentang
sifat-sifat guru adalah sebagai berikut:
a. Ikhlas dalam menyampaikan
risalah pendidikan.
b. Bersifat amanah dalam
menyampaikan ilmu pengetahuan.
c. Menguasai ilmu yang
diajarkannya.
d. Menjadi panutan yang baik.
e. Mempunyai pribadi yang
kuat.
f. Beramal dengan ilmunya.
g. Modern.
h. Terus melakukan penelitian[20].
Dari berbagai pendapat yang
dikemukakan para tokoh di atas mengenai sifat-sifat guru,
tentunya sifat-sifat tersebut haruslah dimiliki oleh setiap guru. Karena selain
memberikan contoh yang baik, juga akan memberikan rasa aman dan nyaman pada
diri peserta didiknya. “Dalam situasi pendidikan atau pengajaran terjalin
interaksi antara siswa dengan guru atau antara peserta didik dengan pendidik”[21], di
mana dengan interaksi tersebut diharapkan dapat tercipta hubungan yang erat
antara siswa dengan gurunya. Sehingga dari sini proses pendidikan dapat
terselenggara dengan sebaik-baiknya.
“Tugas utama pendidik adalah
mendidik dan mengajar”[22]. Tetapi
bukan berarti guru tidak memiliki tugas lainnya selain
mendidik dan mengajar. Tugas-tugas guru yang lain di antaranya tercantum dalam
UU RI No. 20 tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional pasal 39,
sebagaimana di bawah ini:
a. Tenaga kependidikan
bertugas melaksanakan administrasi, pengelolaan, pengembangan, pengawasan, dan
pelayanan teknis untuk menunjang proses pendidikan pada satuan pendidikan.
b. Pendidik merupakan tenaga profesional yang
bertugas merencanakan dan
melaksanakan proses pembelajaran, menilai hasil pembelajaran, melakukan bimbingan, pelatihan, serta melakukan
penelitian dan pengabdian kepada masyarakat, terutama bagi pendidik pada
perguruan tinggi[23].
Dari uraian di atas, dapat kita pahami bahwa “guru
tidak hanya berperan sebagai guru di dalam kelas”[24] saja.
Tetapi guru masih memiliki banyak tugas lainnya, di mana tugas-tugas tersebut
juga harus dilaksanakan untuk membantu peserta didik dalam proses pendidikan.
Menurut E. Mulyasa, “guru sebagai agen pembelajaran”[25] memiliki
tugas-tugas antara lain:
a. Guru Sebagai Fasilitator
Guru sebagai fasilitator bertugas memberikan
kemudahan belajar (facilitate of learning) kepada seluruh peserta didik,
agar mereka dapat belajar dalam suasana yang menyenangkan, gembira, penuh semangat, tidak cemas, dan berani mengemukakan pendapat secara terbuka.
b. Guru Sebagai Motivator
Pembangkitan nafsu atau selera belajar sering
juga disebut motivasi belajar. Untuk
meningkatkan kualitas pembelajaran, guru harus mampu membangkitkan motivasi
belajar peserta didik sehingga dapat mencapai tujuan pembelajaran.
c. Guru Sebagai Pemacu
Sebagai pemacu belajar, guru harus mampu melipatgandakan potensi peserta
didik, dan mengembangkannya sesuai dengan aspirasi dan cita-cita mereka di masa
yang akan datang.
d. Guru Sebagai Pemberi
Inspirasi
Sebagai pemberi inspirasi belajar guru harus
mampu memerankan diri
dan memberikan inspirasi bagi peserta didik, sehingga kegiatan belajar dan
pembelajaran dapat membangkitkan berbagai pemikiran, gagasan, dan ide-ide baru[26].
Dalam setiap kegiatan belajar mengajar, adakalanya
peserta didik mengalami kesulitan karena kemampuan masing-masing peserta didik
berbeda-beda. Artinya, ada yang cepat menerima materi pelajaran, dan ada pula
yang lambat dalam menerima materi pelajaran. Untuk itu, di sini guru akan
bertugas sebagai pembimbing.
Sebagai pembimbing, guru perlu
memiliki pemahaman yang seksama tentang para siswanya, memahami segala potensi
dan kelemahannya, masalah
dan kesulitan-kesulitannya, dengan segala latar belakangnya. Agar tercapai kondisi seperti itu, guru perlu
banyak mendekati para siswa, membina hubungan yang lebih dekat dan akrab,
melakukan pengamatan dari dekat serta mengadakan dialog-dialog langsung[27].
Jadi guru PAI adalah sebuah usaha berupa bimbingan dan
asuhan terhadap anak didik agar kelak setelah selesai pendidikan dapat memahami
apa yang terkandung dalam islam secara keseluruhan, menghayati makna dan maksud
apa tujuannya dan pada akhirnya dapat mengamalkan serta menjadikan ajaran agama
islam yang telah dianutnya sebagai pandangan hidupnya sehingga dapat
mendatangkan kebahagiaan, keselamatan dunia dan akhirat.
2.3 Pengertian Profesionalisme Guru
Istilah profesionalisme
guru terdiri dari
dua suku kata yang masing-masing mempunyai pengertian tersendiri, yaitu kata
Profesionalisme dan Guru. Ditinjau dari segi bahasa (etimologi), istilah
profesionalisme berasal dari Bahasa Inggris profession yang berarti jabatan,
pekerjaan, pencaharian, yang mempunyai keahlian[28].sebagai
mana disebutkan oleh S. Wojowasito. Selain itu, Drs. Petersalim dalam kamus
bahasa kontemporer mengartikan kata profesi sebagai bidang pekerjaan yang
dilandasi pendidikan keahlian tertentu[29]
Dengan demikian
kata profesi secara harfiah dapat diartikan dengan suatu pekerjaan yang
memerlukan keahlian dan ketrampilan tertentu, dimana keahlian dan ketrampilan
tersebut didapat dari suatu pendidikan atau pelatihan khusus. Adapun
pengertian profesi secara therminologi atau istilah, sesuai apa yang
diungkapkan oleh para ahli adalah sebagai berikut:
Roestiyah yang mengutip pendapat Blackington mengartikan bahwa pofesi adalah suatu jabatan atau pekerjaan yang terorganisir yang tidak mengandung keraguaan tetapi murni diterapkan untuk jabatan atau pekerjaan fungsional[30]. Dr. Ahmad Tafsir yang mengutip pendapat Muchtar Lutfi mengatakan profesi harus mengandung keahlian. Artinya suatu program harus ditandai dengan suatu keahlian yang khusus untuk profesi itu[31].
Roestiyah yang mengutip pendapat Blackington mengartikan bahwa pofesi adalah suatu jabatan atau pekerjaan yang terorganisir yang tidak mengandung keraguaan tetapi murni diterapkan untuk jabatan atau pekerjaan fungsional[30]. Dr. Ahmad Tafsir yang mengutip pendapat Muchtar Lutfi mengatakan profesi harus mengandung keahlian. Artinya suatu program harus ditandai dengan suatu keahlian yang khusus untuk profesi itu[31].
Dari semua
pendapat para ahli diatas, menunjukkan bahwa professional secara istilah dapat
diartikan sebagai pekerjaan yang dilakukan oleh mereka yang khusus dipersiapkan
atau dididik untuk melaksanakan pekerjaan tersebut dan mereka mendapat imbalan
atau hasil berupa upah atau uang karena melaksanakan pekerjaan tersebut. Kemudian kata profesi tersebut mendapat akhiran isme, yang dalam
bahasa Indonesia menjadi berarti sifat. Sehingga istilah Profesionalisme
berarti sifat yang harus dimiliki oleh setiap profesional dalam menjalankan
pekerjannya sehingga pekerjaan tersebut dapat terlaksana atau dijalankan dengan
sebaik-baiknya, penuh tanggung jawab terhadap apa yang telah dikerjakannya
dengan dilandasi pendidikan dan ketrampilan yang dimilikinya. Sedangkan
pengertian profesional itu sendiri berarti orang yang melakukan pekerjaan yang
sudah dikuasai atau yang telah dibandingkan baik secara konsepsional, secara
teknik atau latihan[32].
Dari rumusan
pengertian diatas ini mengambarkan bahwa tidak semua profesi atau pekerjaan
bisa dikatakan profesional karena dalam tugas profesional itu sendiri terdapat
beberapa ciri-ciri dan syarat-syarat sebagaimana yang dikemukakan oleh Robert
W. Riche, yaitu:
Lebih mementingkan pelayanan kemanusiaan yang ideal dibandingkan dengan kepentingan pribadi. Seorang pekerja profesional, secara relatif memerlukan waktu yang panjang untuk mempelajari konsep- konsep serta prinsip- prinsip pengetahuan khusus yang mendukung keahliannya.
Memiliki kualifikasi tertentu untuk memasuki profesi tersebut serta mampu mengikuti perkembangan dalam pertumbuhan jabatan. Memiliki kode etik yang mengatur keanggotaan, tingkah laku, sikap dan cara kerja. Membutuhkan suatu kegiatan intelektual yang tinggi. Adanya organisasi yang dapat meningkatkan standar pelayanan, disiplin diri dalam profesi , serta kesejahteraan anggotanya. Memberikan kesempatan untuk kemajuan, spesialisasi dan kemandirian. Memandang profesi sebagai suatu karier hidup (a live career) dan menjadi seorang anggota permanen[33].
Lebih mementingkan pelayanan kemanusiaan yang ideal dibandingkan dengan kepentingan pribadi. Seorang pekerja profesional, secara relatif memerlukan waktu yang panjang untuk mempelajari konsep- konsep serta prinsip- prinsip pengetahuan khusus yang mendukung keahliannya.
Memiliki kualifikasi tertentu untuk memasuki profesi tersebut serta mampu mengikuti perkembangan dalam pertumbuhan jabatan. Memiliki kode etik yang mengatur keanggotaan, tingkah laku, sikap dan cara kerja. Membutuhkan suatu kegiatan intelektual yang tinggi. Adanya organisasi yang dapat meningkatkan standar pelayanan, disiplin diri dalam profesi , serta kesejahteraan anggotanya. Memberikan kesempatan untuk kemajuan, spesialisasi dan kemandirian. Memandang profesi sebagai suatu karier hidup (a live career) dan menjadi seorang anggota permanen[33].
Sedangkan
pengertian guru seperi yang telah dikemukakan oleh beberapa ahli sebagai
berikut; Drs. Petersalim
dalam kamus bahasa Indonesia Kontemporer mengartikan guru adalah orang yang
pekerjaanya mendidik, mengajar, dan mengasihi, sehingga seorang guru harus
bersifat mendidik[34]. Ahmad
D. Marimba, menyatakan bahwa guru adalah orang yang mempunyai tanggung jawab
untuk mendidik[35]. Amien
Daiem Indrakusuma menyatakan bahwa guru adalah pihak atau subyek yang melakukan
pekerjaan mendidik[36]. M.
Athiyah Al Abrasyi menyatakan bahwa guru adalah spiritual father atau bapak
rohani bagi seorang murid, memberi santapan jiwa, pendidikan akhlak dan
membenarkannya, meghormati guru itulah mereka hidup dan berkembang[37].
Dari beberapa
pengertian guru sebagaimana yang dikemukakan, diatas maka secara umum dapat
diartikan bahwa guru adalah orang yang bertanggung jawab terhadap perkembangan
seluruh potensi anak didik, baik potensi afektif, potensi kognitif, maupun
potensi psikomotor. Dari pengertian atau definisi “profesionalisme” dan “guru”
diatas dapat ditarik suatu pengertian bahwa profesionalisme
guru mempunyai pengertian suatu sifat yang harus ada pada seorang guru dalam
menjalankan pekerjaanya sehingga guru tersebut dapat menjalankan
pekerjannya dengan penuh tanggung jawab
serta mampu untuk mengembangkan keahliannya tanpa menggangu tugas pokok guru
tersebut.
2.4 Wilayah Kinerja Guru PAI
Dalam konsep Islam guru adalah sumber ilmu dan
moral. Ia merupakan tokoh identifikasi dalam
hal keluasan ilmu dan keluhuran akhlaknya, sehingga anak didiknya selalu
berupaya untuk mengikuti langkah-langkahnya. Kesatuan antara kepemimpinan moral
dan keilmuan dalam diri seorang guru dapat menghindarkan anak didik dari bahaya
keterpecahan pribadi[38].
Dengan demikian guru agama Islam tidak sama dengan guru pada umumnya.
Karena guru agama Islam memiliki tanggung jawab yang lebih besar dalam mendidik
para peserta didiknya. Sebagai seorang guru agama Islam, tidak hanya terbatas
menyampaikan ilmu-ilmu agama saja, tetapi juga harus mampu membentuk peserta
didik menjadi makhluk yang berakhlak mulia dan menghamba kepada Khaliqnya
dengan dijiwai nilai-nilai ajaran Islam.
“Guru
adalah prajurit terdepan di dalam membuka cakrawala peserta didik memasuki dunia
ilmu pengetahuan dalam era global ini”[39]. Karena
guru merupakan faktor terpenting dalam menentukan keberhasilan proses
pendidikan. Maka, menjadi seorang guru bukanlah pekerjaan yang mudah. Selain
dituntut untuk menguasai berbagai ilmu pengetahuan, guru juga memiliki
“tanggung jawab yang besar dalam upaya menghantarkan peserta didik ke arah
tujuan pendidikan yang dicita-citakan”[40].
Tentunya sebagai seorang guru agama, haruslah memiliki
tugas-tugas lain selain tugas-tugas yang telah diuraikan di atas. Heri Jauhari
Muchtar dalam bukunya yang berjudul Fikih Pendidikan, membagi tugas
guru menjadi dua bagian, yaitu secara umum dan secara khusus. Secara umum tugas
pendidik adalah:
a. Mujadid yaitu sebagai pembaharu ilmu, baik dalam
teori maupun praktek, sesuai syari’at
Islam.
b. Mujtahid yaitu sebagai
pemikir yang ulung.
c. Mujahid yaitu sebagai
pejuang kebenaran.
Sedangkan
secara khusus tugas pendidik di lembaga pendidikan adalah:
a. Perencana: mempersiapkan bahan, metode dan fasilitas pengajaran serta mental untuk mengajar.
b. Pelaksana: pemimpin dalam
proses pembelajaran.
c. Penilai: mengumpulkan
data, mengklasifikasi, menganalisa dan menilai keberhasilan proses belajar
mengajar.
d. Pembimbing: membimbing, menggali serta
mengembangkan potensi murid/peserta
didik ke arah yang lebih baik[41].
Pendapat lain mengenai tugas-tugas guru ini adalah
pendapat Zakiah Darajat sebagaimana dikutip oleh Heri Jauhari Muchtar, yang
menyatakan tugas pendidik dalam mengajar adalah:
a. Menjaga proses belajar dan
mengajar dalam satu kesatuan.
b. Menjaga anak dalam
berbagai aspek, yaitu pengetahuan, ketrampilan dan pengembangan seluruh
kepribadian.
c. Mengajar sesuai dengan
tingkat perkembangan dan kematangan anak.
d. Menjaga keperluan
(kebutuhan) dan bakat anak didik.
e. Menentukan tujuan-tujuan
pelajaran bersama-sama dengan anak/peserta
didik supaya mereka juga mengetahui dan mendukung pencapaian tujuan tersebut.
f. Memberi dorongan,
penghargaan dan imbalan kepada peserta didik.
g. Menjadikan materi dan
metode pengajaran berhubungan dengan kehidupan nyata, sehingga mereka menyadari
bahwa yang dipelajarinya itu baik dan berguna.
h. Membagi materi pelajaran kepada satuan-satuan
dan memusatkannya pada
permasalahan-permasalahan.
i. Menghindari
perbuatan-perbuatan yang percuma dan memberi informasi-informasi yang tidak
berarti, serta menjauhi hukuman dan pengulangan pekerjaan.
j. Mengikutsertakan
anak/peserta didik dalam PBM secara aktif sesuai dengan kemampuan dan bakatnya.
k. Warnai
situasi proses belajar mengajar dengan suasana toleran, kehangatan,
persaudaraan dan tolong menolong. Suasana PBM tidak hanya berpengaruh terhadap
keberhasilan pelajaran, tetapi juga mempunyai pengaruh dalam penyerapan
anak/peserta didik terhadap sifat-sifat sosial yang baik atau tidak baik[42].
Demikianlah tugas-tugas yang harus dilaksanakan oleh guru. Dengan
melaksanakan tugas-tugas tersebut, guru dapat membantu siswa dalam proses
belajar mengajar, sehingga nantinya dapat mewujudkan tujuan-tujuan pendidikan
yang dicita-citakan. Perlu ditegaskan lagi bahwa tugas guru bukan sekedar mengajar atau
menyampaikan materi pelajaran di depan kelas saja, tetapi guru memiliki tugas
sebagai fasilitator, motivator, inspirator, komunikator dan sebagainya. Di mana
tugas-tugas tersebut tidak hanya menjadikan peserta didik sebagai manusia yang
berilmu pengetahuan, tetapi juga menjadikan peserta didik yang berkepribadian
mulia, sesuai dengan tujuan pendidikan Islam.
2.5 Pengembangan Organisasi Guru PAI
Kelompok atau
organisasi profesi merupakan masyarakat moral yang memiliki cita-cita dan
nilai-nilai bersama dan memiliki acuan yang disebut kode etik profesi.misalnya
: Ikatan Dokter indonasia (IDI), dan Persatuan Guru Republik Indonesia ( PGRI ).
Dalam bidang profesi
guru, National Educatiaon Association (NEA) dalam Udin Syaefudin
Sa’ud,(2009:16) menyarankan syarat-syarat profesi guru ada 8 syarat, yaitu :
1. Jabatan yang melibatkan kegiatan intelektual
2. Jabatan yang menggeluti suatu batang tubuh ilmu khusus
3. Jabatan yang memerlukan persiapan profesional yang lama
4. Jabatan yang memerlukan “latihan dan jabatan”yang berkesinambungan
5. Jabatan yang menjajikan karir hidup dan keanggotaan yang permanen.
6. Jabatan yang menentukan baku (standar) sendiri
7. Jabatan yang lebih mementingkan layanan diatas keuntungan pribadi
8. Jabatan yang memepunyai organisasi profesional yang kuat dan terjalin erat
2.6. Langkah Kinerja Guru PAI di Madrasah dan Sekolah
Upaya meningkatkan profesionalisme guru di antaranya
melalui (1). Peningkatan kualifikasi dan persyaratan jenjang pendidikan yang
lebih tinggi bagi tenaga pengajar. (2). Program sertifikasi.[43]
Selain sertifikasi, mengoptimalkan fungsi dan peran kegiatan dalam bentuk PKG
(Pusat Kegiatan Guru), KKG (Kelompok Kerja Guru), dan MGMP (musyawarah Guru
Mata Pelajaran) yang memungkinkan para guru untuk berbagi pengalaman dalam
memecahkan masalah-masalah yang mereka hadapi dalam kegiatan mengajarnya. Hal tersebut diperkuat pendapat
dari Pidarta bahwa mengembangkan atau membina profesi para guru yang
terdiri dari : (1). Belajar lebih lanjut. (2). Menghimbau dan ikut
mengusahakan sarana dan fasilitas sanggar-sanggar
seperti Sanggar Pemantapan Kerja Guru. (3). Ikut mencarikan
jalan agar guru-guru mendapatkan kesempatan lebih besar mengikuti
panataran-penataran pendidikan. (4). Ikut memperluas kesempatan agar guru-guru
dapat mengikuti seminar-seminar pendidikan yang sesuai dengan minat dan bidang
studi yang dipegang dalam usaha mengembangkan profesinya. (5). Mengadakan
diskusi-diskusi ilmiah secara berkala disekolah. (6). Mengembangkan cara
belajar berkelompok untuk guru-guru sebidang studi.
Dalam
rangka peningkatan kinerja, paling tidak ada tujuh langkah yang dapat dilakukan
sebagai berikut:
o
Mengetahui Adanya kekurangan dalam kinerja
o
Mengenai kekurangan dan tingkat keseriusan
o
Mengidentifikasikan hal-hal yang mungkin menjadi penyebab
kekurangan baik yang behubungan dengan dengan pegawai itu sendiri
o
Mengembamgkan rencana tindakan tersebut
o
Melakukan evaluasi apakah masalah tersebut sudah teratasi
atau belum
o
Mulai dari awal, apabila perlu.[44]
Kinerja
seseorang dapat ditingkatkan bila ada kesesuaian antara pekerjaan dengan
keahliannya, begitu pula halnya dengan penempatan guru pada bidang tugasnya.
Menempatkan guru sesuai dengan keahliannya secara mutlak harus dilakukan.
Bila guru diberikan tugas tidak sesuai dengan keahliannya akan berakibat
menurunnya cara kerja dan hasil pekerjaan mereka, juga akan menimbulkan rasa
tidak puas pada diri mereka. Rasa kecewa akan menghambat perkembangan moral
kerja guru.
Tanggung jawab guru adalah untuk membentuk anak didik agar menjadi manusia yang bersusila cakap,
berguna bagi agama, nusa dan bangsa di masa yang akan datang.
Maka, diantara tugas dan fungsi guru PAI, adalah sebagai berikut:[45]
1. Menyerahkan kebudayaan kepada anak didik berupa kepandaian, kecakapan
dan pengalaman-pengalaman.
2. Membentuk kepribadian anak yang harmonis, sesuai cita-cita dan dasar negara
kita Pancasila.
3. Menyiapkan anak menjadi warga negara yang baik sesuai Undang-Undang
Pendidikan yang merupakan Keputusan MPR No. II Tahun 1983.
4. Sebagai perantara dalam belajar. Di dalam proses belajar, guru hanya sebagai
perantara atau medium, anak harus berusaha sendiri mendapatkan suatu pengertian
(insight), sehingga timbul perubahan dalam pengetahuan, tingkah laku dan sikap.
5. Guru adalah sebagai pembimbing, untuk membawa anak didik ke arah kedewasaan,
pendidik tidak maha kuasa, tidak dapat membentuk anak menurut sekehendaknya.
6. Guru sebagai penghubung antara sekolah dan masyarakat. Anak nantinya akan
hidup dan bekerja, serta mengabdikan diri dalam masyarakat, dengan demikian
anak harus dilatih dan dibiasakan sekolah di bawah pengawasan guru.
7. Sebagai penegak disiplin. Guru menjadi contoh dalam segala hal, tata tertib
dapat berjalan bila guru dapat menjalani lebih dahulu.
8. Guru sebagai administrator dan manajer. Di samping mendidik, seorang guru
harus dapat mengerjakan urusan tata usaha seperti membuat buku kas, daftar
induk, rapor, daftar gaji dan sebagainya, serta dapat mengkoordinasikan segala
pekerjaan di sekolah-sekolah secara demokratis, sehingga suasana pekerjaan
penuh dengan rasa kekeluargaan.
9. Pekerjaan guru sebagai suatu profesi. Orang yang menjadi guru karena terpaksa
tidak dapat bekerja dengan baik, maka harus menyadari benarbenar pekerjaannya
sebagai suatu profesi.
10. Guru sebagai perencana kurikulum. Guru menghadapi anak-anak setiap hari,
gurulah yang paling tahu kebutuhan anak-anak dan masyarakat sekitar, maka dalam
penyusunan kurikulum, kebutuhan ini tidak boleh ditinggalkan.
11. Guru sebagai pemimipin (guidance worker). Guru mempunyai kesempatan dan
tanggung jawab dalam banyak situasi untuk membimbing anak ke arah pemecahan
soal, membentuk keputusan dan mengahadapkan anak-anak pada problem.
12. Guru sebagai sponsor dalam kegiatan anak-anak. Guru harus turut aktif dalam
segala aktifitas anak, misalnya dalam ekstrakurikuler membentuk kelompok
belajar dan sebagainya.
BAB III
KESIMPULAN
Ø Profesionalisme dalam pendidikan tidak lain ialah seperangkat
fungsi dan tugas dalam lapangan pendidikan berdasarkan keahlian yang diperoleh
melalui pendidikan dan latihan khusus di bidang pekerjaan yang mampu menekuni
bidang profesinya selama hidupnya. Mereka itu adalah para guru yang profesional
yang memiliki kompetensi keguruan berkat pendidikan atau latihan di lembaga
pendidikan guru dalam jangka waktu tertentu.Dari beberapa pendapat di atas
dapat dikatakan bahwa profesionalisme merupakan suatu pekerjaan yang memerlukan
pendidikan lanjut didalam pengetahuan dan teknologi dasar untuk
diimplementasikan dalam berbagai kegiatan yang bermanfaat.
Ø Dari definisi di atas dapat disimpulkan bahwa guru selain menyampaikan
materi pelajaran di depan kelas, guru juga bertanggung jawab untuk
mengembangkan kepribadian peserta didiknya. Istilah lain yang identik dengan guru adalah pendidik dan pengajar. Namun,
kedua istilah tersebut memiliki makna dan pengertian yang berbeda. Meski
demikian, keduanya tetap tidak dapat dipisahkan, karena “seorang guru haruslah
bukan hanya sekedar tenaga pengajar, tetapi sekaligus sebagai pendidik
Ø Dengan
demikian kata profesi secara harfiah dapat diartikan dengan suatu pekerjaan
yang memerlukan keahlian dan ketrampilan tertentu, dimana keahlian dan
ketrampilan tersebut didapat dari suatu pendidikan atau pelatihan khusus. Adapun
pengertian profesi secara therminologi atau istilah, sesuai apa yang
diungkapkan oleh para ahli adalah sebagai berikut:
Roestiyah yang mengutip pendapat Blackington mengartikan bahwa pofesi adalah suatu jabatan atau pekerjaan yang terorganisir yang tidak mengandung keraguaan tetapi murni diterapkan untuk jabatan atau pekerjaan fungsional
Roestiyah yang mengutip pendapat Blackington mengartikan bahwa pofesi adalah suatu jabatan atau pekerjaan yang terorganisir yang tidak mengandung keraguaan tetapi murni diterapkan untuk jabatan atau pekerjaan fungsional
Ø Kesimpulannya
wilayah guru terbagi menjadi dua yaitu umum dan khusus diantara sebagai berikut, Secara umum tugas pendidik adalah:
a. Mujadid
yaitu sebagai pembaharu ilmu, baik dalam teori maupun praktek, sesuai syari’at Islam.
b. Mujtahid yaitu sebagai pemikir yang ulung.
c. Mujahid yaitu sebagai pejuang kebenaran.
Sedangkan
secara khusus tugas pendidik di lembaga pendidikan adalah:
a. Perencana:
mempersiapkan bahan, metode dan fasilitas pengajaran serta mental untuk mengajar.
b. Pelaksana: pemimpin dalam proses pembelajaran.
c. Penilai: mengumpulkan data,
mengklasifikasi, menganalisa dan menilai keberhasilan proses belajar mengajar.
d. Pembimbing:
membimbing, menggali serta mengembangkan potensi murid/peserta didik ke arah yang lebih bai
Ø
Kelompok atau
organisasi profesi merupakan masyarakat moral yang memiliki cita-cita dan
nilai-nilai bersama dan memiliki acuan yang disebut kode etik profesi.misalnya
: Ikatan Dokter indonasia (IDI), dan Persatuan Guru Republik Indonesia ( PGRI ).
Ø
Dalam rangka peningkatan kinerja, paling tidak ada tujuh
langkah yang dapat dilakukan sebagai berikut:
o
Mengetahui Adanya kekurangan dalam kinerja
o
Mengenai kekurangan dan tingkat keseriusan
o
Mengidentifikasikan hal-hal yang mungkin menjadi penyebab
kekurangan baik yang behubungan dengan dengan pegawai itu sendiri
o
Mengembamgkan rencana tindakan tersebut
o
Melakukan evaluasi apakah masalah tersebut sudah teratasi
atau belum
Mulai dari
awal, apabila perlu
DAFTAR RUJUKAN
A. A. Anwar Prabu Mangkunegara, 2000, Manajemen Sumber Daya Manusia, Bandung: Rosda
Karya
Daryanto S.S, 1997, Kamus Bahasa Indonesia Lengkap, Surabaya:
Apollo
Henry Simamora, 1995, Manajemen Sunber Daya Manusia, Jakarta:
STIE YKPN,
Fatah N,
1996, Landasan Manajemen Pendidikan, Bandung: Remaja Rosdakarya
Ilyas Y, 1999, Kinerja
Guru, Cet. I, Depok: FKM UI
Haidar Putra
Daulay, 2004, Pendidikan Islam Dalam Sistem Pendidikan
Nasional di Indonesia, Jakarta:
Kencana
Abdul Mujib,
et.al., 2006, Ilmu
Pendidikan Islam, Jakarta:
Kencana Prenada Media
M. Ali Hasan
dan Mukti Ali, 2003, Kapita
Selekta Pendidikan Agama Islam, Jakarta:
Pedoman Ilmu Jaya
Azyumardi Azra, 1998, Esei-esei Intelektual Muslim dan Pendidikan
Islam, Jakarta:
Logos Wacana Ilmu
UU RI Nomor 20
tahun 2003, tentang Sistem
Pendidikan Nasional, Yogyakarta:
Pustaka Widyatama
Samsul Nizar, 2002, Filsafat
Pendidikan Islam, Pendekatan Historis, Teoritis, dan Praktis, Jakarta: Ciputat Pers
Ahmad Tafsir, 2004, Ilmu Pendidikan Dalam Perspektif Islam, Bandung: Remaja Rosdakarya
Ramayulis, 2001, Metodologi
Pengajaran Agama Islam, Jakarta:
Kalam Mulia
Muhaimin, 2004, Paradigma
Pendidikan Islam, Bandung:
Remaja Rosdakarya
Nana Syaodih Sukmadinata, 2005, Landasan Psikologi Proses Pendidikan, Bandung: Remaja Rosdakarya
Oemar Hamalik, 2007, Dasar-dasar
Pengembangan Kurikulum, Bandung:
Remaja Rosdakarya
E. Mulyasa, 2007, Standar Kompetensi dan Sertifikasi Guru, Bandung: Remaja Rosdakarya
MAKALAH ETIKA PROFESI GURU
PROFESIONALISME KINERJA GURU PAI
Dosen Pengampu : Hambali,M.Ag
Oleh
ROBITH FAHMI (10110020)
TANWIRUL BISRI ( 10110018)
YUNITA DWI ARDIANTI (10110028)
NINIS NURDIANA (10110026)
ERFAN MA’RIF (10110015)
JURUSAN PENDIDIKAN AGAMA ISLAM
FAKULTAS TARBIYAH
UNIVERSITAS ISLAM MAULANA MALIK IBRAHIM MALANG
TAHUN 2013
[1] A. A. Anwar
Prabu Mangkunegara, Manajemen Sumber Daya Manusia, ( Bandung: Rosda
Karya, 2000), hal. 67.
[6] Haidar Putra Daulay, Pendidikan Islam Dalam Sistem Pendidikan
Nasional di Indonesia, (Jakarta:
Kencana, 2004) hal 75
[8] M. Ali Hasan dan Mukti Ali, Kapita Selekta Pendidikan Agama Islam, (Jakarta: Pedoman Ilmu Jaya, 2003) hal 81
[9] Azyumardi Azra, Esei-esei
Intelektual Muslim dan Pendidikan Islam, (Jakarta: Logos Wacana Ilmu, 1998) hal 167
[10] UU RI Nomor 20 tahun 2003, tentang Sistem Pendidikan Nasional, (Yogyakarta: Pustaka Widyatama, 2003) hal 27
[11] Samsul Nizar, Filsafat
Pendidikan Islam, Pendekatan Historis, Teoritis, dan Praktis, (Jakarta: Ciputat Pers, 2002) hal 41
[12] Ahmad Tafsir, Ilmu Pendidikan Dalam
Perspektif Islam, (Bandung: Remaja Rosdakarya, 2004) hal 74
[18] Nana Syaodih
Sukmadinata, Landasan Psikologi Proses
Pendidikan, (Bandung: Remaja Rosdakarya,
2005) hal 253
[28] S. Wojowasito, WJS. Poerwadarminto, Kamus
Bahasa Inggris Indonesia-Indonesia Inggris (Bandung:
Hasta, 1982), hal. 162
[29] Salim, Yeny salim, Kamus
Indonesia Kontemporer, Moderninglish (Jakarta:
Pres, 1991), hal. 92
[30] Roestiyah.N. K, Masalah- Masalah Ilmu Keguruan (Jakarta:
Bina Aksara, 1986), hal. 176
[31] Ahmad Tafsir, Ilmu Pendidikan Islam dalam Perspektif Islam (Bandung:
Rajawali Rusda Karya, 1991).hal. 10
[32] Sadirman A. M, Interaksi dan Motifasi Belajar (
Jakarta: Rajawali Pres,1991), hal. 131
[33] M.
Arifin, Kapita Selekta Pendidikan Islam dan Umum (
Jakarta: 1993), hal.105
[34] Salim, Yeny Salim, Kapita
Selekta Pendidikan Islam dan Umum ( Jakarta: 1993), hal. 492
[35] Ahmad D. Marimba, Pengantar
Filsafat Pendidikan Islam (Bandung: Al Maarif, 1980), hal. 37
[36] Amien Daiem Indrakusuma, Pengantar
Ilmu Pendidikan (Surabaya:Usaha Nasional, 1993),hal. 179
[37] M. Athiyah Al Abrasy, Dasar-
Dasar Pokok Pendidikan Islam (Jakarta: Bulan Bintang, 1979), hal. 136
[39] H.A.R. Tilaar, Standar Pendidikan Nasional Suatu Tinjauan Kritis, (Jakarta: Rineka
Cipta, 2006) hal 167
[43] Pantiwati, Upaya Peningkatan Profesionalisme Guru
Melalui Program Sertifikasi Guru Bidang Studi (untuk Guru MI dan MTs).
Makalah Dipresentasikan, ( Malang: PSSJ PPS Universitas
Malang, 2001), hal. 1-12
[44]
A.A. Anwar
Prabu Mangkunegara, Evaluasi kinerja SDM, (Bandung: PT Refika Aditama,
2006) Cet ke-II, hal. 11-12.
[45] Syaifil Bahri Djamarah, Op.cit, hlm. 38-39
No comments:
Post a Comment