Friday, September 11, 2015

kinerja GPAI



BAB I
PENDAHULUAN
1.1  Latar Belakang
Guru dalam pengembangannya menjadi titik sentral pengembangan proses pembelajaran selain pengembangan media pembantu. Eksistensi guru dianggap penting didukung dengan berbagai macam kompetensi dan tingkat profesionalisme. Guru adalah salah satu di antara faktor pendidikan yang memiliki peranan yang paling strategis, sebab gurulah sebetulnya yang paling menentukan di dalam terjadinya proses belajar mengajar. Di tangan guru yang cekatan fasilitas dan sarana yang kurang memadaidapat diatasi, tetapi sebaliknya ditangan guru yang kurang cakap, sarana, dan fasilitasyang canggih tidak banyak memberi manfaat. Berangkat dari masalah di atas, maka langkah pertama yang dilakukan untukmemperbaiki kualitas pendidikan adalah dengan memperbaiki kualitas tenaga pendidiknya terlebih dahulu.
1.2  Rumusan Masalah
1.      Bagaimana signifikasi profesionalisme kinerja GPAI ?
2.      Apakah  pengertian GPAI ?
3.      Apakah  pengertian  profesionalisme guru ?
4.      Bagaimana wilayah kinerja guru GPAI ?
5.      Bagaimana pengembangan organisasi GPAI ?
6.      Bagaimana langkah-langkah kinerja GPAI di madrasah dan sekolah ?
1.3  Tujuan Penulisan
1.    Untuk mengetahui signifikasi profesionalisme kinerja PAI
2.    Untuk mengetahui pengertian GPAI
3.    Untuk mengetahui pengertian profesionalisme guru
4.    Untuk mengetahui wilayah kinerja guru PAI
5.    Untuk mengetahui pengembangan organisasi GPAI
6.    Untuk mengetahui langkah-langkah kinerja GPAI di madrasah dan sekolah
1.4  Metode Penulisan
Dalam penulisan makalah ini penulis menggunakan metode studi pustaka, yaitu mengumpulkan segala bentuk sumber dan literature yang berhubungan dengan materi kemudian menyusunnya menjadi sebuah susunan secara sistematis tanpa mengurangi redaksi sedikitpun.






























BAB II
PEMBAHASAN
2.1 Signifikasi Profesionalisme Kinerja Guru PAI
Ahmad Tafsir mengatakan profesionalisme ialah faham yang mengajarkan bahwa setiap pekerjaan harus dilakukan oleh orang yang profesional.Orang yang profesional adalah orang yang memiliki profesi, sedangkan profesi itu harus mengandung keahlian artinya suatu program itu mesti dilandasi oleh suatu keahlian khusus untuk profesi.
Profesionalisme dalam pendidikan tidak lain ialah seperangkat fungsi dan tugas dalam lapangan pendidikan berdasarkan keahlian yang diperoleh melalui pendidikan dan latihan khusus di bidang pekerjaan yang mampu menekuni bidang profesinya selama hidupnya. Mereka itu adalah para guru yang profesional yang memiliki kompetensi keguruan berkat pendidikan atau latihan di lembaga pendidikan guru dalam jangka waktu tertentu.
Dari beberapa pendapat di atas dapat dikatakan bahwa profesionalisme merupakan suatu pekerjaan yang memerlukan pendidikan lanjut didalam pengetahuan dan teknologi dasar untuk diimplementasikan dalam berbagai kegiatan yang bermanfaat.
Mengingat pentingnya profesionalisme dalam Hadits shahih Al-jamius shahih Bukhari Muslim mengatakan bahwa:
Artinya “Sesungguhnya Allah tidaklah menahan ilmu dari manusia, tetapi dia akan menahan ilmu dengan di tahannya (diambilnya) para ulama, sehingga jika sudah tidak ada lagi seorang alim ahli maka manusia selalu mengangkat orang-orang yang bodoh sebagai pemimpin mereka. Maka bertanyalah orang-orang, lalu dijawablah dengan tanpa ilmu, maka sesatlah mereka dan menyesatkan”. (HR. Bukhari, Muslim).
Dari Hadits di atas dapat disimpulkan bahwasanya seorang pemimpin haruslah orang yang mempunyai keahlian oleh karena itu dianjurkan untuk menguasai ilmu pengetahuan agar rakyatnya atau umatnya tidak tertindas dan mampu membawa mereka ke jalan yang lebih baik demikan juga dengan umatnya untuk menuntut ilmu sebagai bekal ilmu pengetahuan dan penerus sebagai pemimpin yang profesional.
Istilah kinerja guru berasal dari kata job performance/actual permance (prestasi kerja). Jadi menurut bahasa kinerja diartikan sebagai prestasi yang nampak sebagai bentuk keberhasilan kerja pada diri seseorang. Keberhasilan kinerja juga ditentukan dengan pekerjaan serta kemampuan seseorang pada bidang tersebut. Keberhasilan kerja juga berkaitan dengan kepuasan kerja seseorang.[1] Dalam kamus bahasa Indonesia, kinerja berarti sesuatu yang dicapai, prestasi diperlihatkan, kemampuan kerja.[2] Kinerja adalah kemampuan seseorang untuk melaksanakan tugasnya yang baik untuk menghasilkan hasil yang memuaskan, guna tercapainya tujuan sebuah organisasi atau kelompok dalam suatu unit kerja. Jadi, kinerja merupakan hasil kerja di mana para guru mencapai persyaratan-persyaratan pekerjaan.[3]
Sedangkan Fatah menyatakanan bahwa kinerja diartikan sebagai ungkapan kemajuan yang didasari oleh pengetahuan, sikap dan motivasi dalam menghasilkan sesuatu pekerjaan. Dari beberapa penjelasan tentang pengertian kinerja di atas dapat penulis simpulkan bahwa kinerja guru adalah kemampuan yang ditunjukkan oleh guru dalam melaksanakan tugas atau pekerjaannya. Kinerja dikatakan baik dan memuaskan apabila tujuan yang dicapai sesuai dengan standar yang telah ditetapkan.[4] Kinerja guru  pada dasarnya merupakan unjuk kerja yang dilakukan oleh guru dalam melaksanakan tugasnya sebagai pendidik. Kualitas kinerja guru akan sangat menentukan pada kualitas hasil pendidikan, karena guru merupakan pihak yang paling banyak bersentuhan langsung dengan siswa dalam proses pendidikan/pembelajaran di lembaga pendidikan sekolah. Jadi, kinerja guru dalam proses belajar mengajar adalah kemampuan guru dalam melaksanakan tugasnya sebagai pengajar yang memiliki keahlian mendidik anak didik dalam rangka pembinaan peserta didik untuk tercapainya institusi pendidikan.
Illyas berpendapat bahwa tenaga profesional adalah sumber daya terbaik suatu organisasi sehingga evaluasi kinerja mereka menjadi salah satu variabel yang penting bagi efektifitas organisasi. Dalam pendidikan, sangatlah penting untuk memiliki instrumen penilaian kinerja yang efektif bagi tenaga kerja profesional yang menjadi bagian terpenting dalam upaya manajemen untuk meningkatkan kinerja organisasi yang efektif.[5]
2.2 Pengertian Guru PAI
Pendidikan di sekolah bukan hanya ditentukan oleh usaha murid secara individual atau karena interaksi antara guru dan murid dalam proses dan kegiatan belajar mengajar saja, tetapi faktor guru beserta segala aspek kepribadiannya juga banyak mempengaruhi tingkat kemajuan dan keberhasilan murid dalam belajar. “Guru adalah salah satu faktor pendidikan yang memiliki peran yang paling strategis, sebab dialah penentu terjadinya proses belajar mengajar”[6].Dalam proses belajar mengajar ini guru memiliki tugas dan tanggung jawab yang sangat besar.
Oleh karena itu untuk mengetahui dan memahami tugas dan tanggung jawab guru, maka perlu diuraikan terlebih dahulu tentang definisi guru. Dalam paradigma Jawa, pendidik diidentikkan dengan guru (gu dan ru) yang berarti “digugu” dan “ditiru”. Dikatakan digugu (dipercaya) karena guru memiliki seperangkat ilmu yang memadai, yang karenanya ia memiliki wawasan dan pandangan yang luas dalam melihat kehidupan ini. Dikatakan ditiru (diikuti) karena guru memiliki kepribadian yang utuh, yang karenanya segala tindak tanduknya patut dijadikan panutan dan suri teladan oleh peserta didiknya[7].
M. Ali Hasan dan Mukti Ali mengatakan bahwa Pengertian guru secara terbatas adalah sebagai satu sosok individu yang berada di depan kelas, dan dalam arti luas adalah seseorang yang mempunyai tugas dan tanggung jawab untuk mendidik peserta didik dalam mengembangkan kepribadiannya, baik yang berlangsung di sekolah maupun di luar sekolah[8].
Dari definisi di atas dapat disimpulkan bahwa guru selain menyampaikan materi pelajaran di depan kelas, guru juga bertanggung jawab untuk mengembangkan kepribadian peserta didiknya.
Istilah lain yang identik dengan guru adalah pendidik dan pengajar. Namun, kedua istilah tersebut memiliki makna dan pengertian yang berbeda. Meski demikian, keduanya tetap tidak dapat dipisahkan, karena “seorang guru haruslah bukan hanya sekedar tenaga pengajar, tetapi sekaligus sebagai pendidik”[9]. Dalam UU RI No. 20 tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional, disebutkan bahwa:Pendidik merupakan tenaga profesional yang bertugas merencanakan dan melaksanakan proses pembelajaran, menilai hasil pembelajaran, melakukan bimbingan, pelatihan, serta melakukan penelitian dan pengabdian kepada masyarakat, terutama bagi pendidik pada perguruan tinggi[10].
Bila dikaitkan dengan agama Islam, maka pendidik adalah sebagaimana dikemukakan oleh Samsul Nizar:Pendidik dalam perspektif pendidikan Islam ialah orang yang bertanggung jawab terhadap upaya jasmani maupun rohani peserta didik agar mencapai tingkat kedewasaan sehingga ia mampu menunaikan tugas-tugas kemanusiaannya sesuai dengan nilai-nilai ajaran Islam[11]. Sedangkan menurut Ahmad Tafsir adalah sebagai berikut:Pendidik dalam Islam ialah siapa saja yang bertanggung jawab terhadap perkembangan anak didik dengan mengupayakan perkembangan seluruh potensi anak didik, baik potensi psikomotorik, kognitif, maupun potensi afektif, yang dikembangkan secara seimbang sampai ke tingkat yang setinggi mungkin, menurut ajaran Islam[12].
Dari uraian di atas dapat diambil kesimpulan bahwa, pendidik memiliki pengertian yang lebih luas daripada pengajar. “Pendidik tidak sama dengan pengajar, sebab pengajar itu hanya sekedar menyampaikan materi pelajaran kepada murid”[13].Sedangkan menurut pengertian para tokoh di atas, pendidik tidak hanya sekedar menyampaikan materi pelajaran saja. Tetapi pendidik memiliki tanggung jawab untuk mengembangkan seluruh potensi anak didik agar mencapai tingkat kedewasaan.
Menurut Oemar Hamalik, sebagaimana dikutip oleh Akhyak, syarat-syarat guru adalah sebagai berikut:
a. Harus memiliki bakat sebagai guru.
b. Harus memiliki keahlian sebagai guru.
c. Memiliki kepribadian yang baik dan terintegrasi.
d. Memiliki mental yang sehat.
e. Berbadan sehat.
f. Memiliki pengalaman dan pengetahuan yang luas.
g. Guru adalah manusia berjiwa Pancasila.
h. Guru adalah seorang warga negara yang baik[14].
“Syarat-syarat itu adalah syarat-syarat guru pada umumnya. Syarat-syarat itu dapat diterima dalam Islam”[15]. Sedangkan dalam Islam sendiri syarat-syarat guru adalah seperti pendapat Munir Mursi sebagaimana dikutip oleh Ahmad Tafsir, yaitu sebagai berikut:
a. Umur, harus sudah dewasa.
b. Kesehatan, harus sehat jasmani dan rohani.
c. Keahlian, harus menguasai bidang yang diajarkannya dan menguasai
ilmu mendidik (termasuk ilmu mengajar).
d. Harus berkepribadian muslim[16].
Sebagai seorang guru agama, harus memiliki syarat-syarat lain yang tidak dimiliki oleh guru pada umumnya. Syarat yang membedakan guru agama dengan guru lainnya adalah memiliki kepribadian muslim. Karena selain harus mampu mentransfer ilmu-ilmu agama kepada para peserta didik, guru agama juga harus mampu mengaplikasikannya dalam kehidupan sehari-hari, terutama saat berada di lingkungan pendidikan.
Mengenai syarat-syarat guru agama ini, Muhaimin lebih tegas lagi dalam mengemukakan syarat-syarat tersebut. Sebagaimana tertulis di bawah ini:
a. Memiliki semangat jihad dalam menjalankan profesinya sebagai guru agama, dan/atau memiliki kepribadian yang matang dan berkembang karena bagaimanapun professionalism is predominantly an attitude, not a self of competencies, yakni seperangkat kompetensi profesional yang dimiliki oleh guru agama adalah penting, tetapi yang lebih penting lagi adalah sikap atau etos profesionalisme dari guru agama itu sendiri.
b. Menguasai ilmu-ilmu agama dan wawasan pengembangannya sejalan dengan perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi serta perubahan sosio-kultural yang mengitarinya.
c. Menguasai ketrampilan untuk membangkitkan minat siswa kepada pemahaman ajaran agama dan pengembangan wawasannya, serta internalisasi terhadap ajaran agama dan nilai-nilainya yang
pada gilirannya tergerak dan tumbuh motivasinya untuk 
mengaktualisasikan dan merealisasikannya dalam kehidupan sehari-hari, dalam berhubungan dengan Allah, bermasyarakat, berbangsa dan bernegara.
d. Sikap mengembangkan profesinya yang berkesinambungan, agar ilmunya/keahliannya tidak cepat out of side[17].
Dengan demikian, guru yang memiliki syarat-syarat sebagaimana diuraikan di atas, diharapkan mampu mengaplikasikan semua kompetensi yang dimilikinya untuk mencapai keberhasilan proses belajar mengajar.
Selain syarat-syarat di atas, guru juga harus memiliki sifat-sifat yang mencerminkan profesi keguruannya. Karena selama ini guru dipandang sebagai satu sosok yang memiliki kepribadian luhur. Oleh karena itu, “semua nilai baik yang ada di dalam masyarakat, dituntut untuk dimiliki oleh seorang guru”[18]. Terlebih lagi sebagai guru agama Islam, yang setiap tindak tanduknya harus dijiwai dengan nilai-nilai Islami.
Menurut Abdurrahman al-Nahlawy sebagaimana dikutip oleh Muhaimin,
sifat-sifat guru muslim adalah sebagai berikut:
a. Hendaknya tujuan, tingkah laku dan pola pikir guru bersifat rabbani.
b. Ikhlas, yakni bermaksud mendapatkan keridhaan Allah, mencapai dan menegakkan kebenaran.
c. Sabar dalam mengajarkan berbagai ilmu kepada peserta didik.
d. Jujur dalam menyampaikan apa yang diserukannya, dalam arti menerapkan anjurannya pertama-tama pada dirinya sendiri karena kalau ilmu dan amal sejalan maka peserta didik akan mudah meneladaninya dalam setiap perkataan dan perbuatannya.
e. Senantiasa membekali diri dengan ilmu dan bersedia mengkaji dan mengembangkannya.
f. Mampu menggunakan berbagai metode mengajar secara bervariasi, menguasainya dengan baik, mampu menentukan dan memilih metode mengajar yang sesuai dengan materi pelajaran dan situasi belajar mengajar.
g. Mampu mengelola peserta didik, tegas dalam bertindak, dan meletakkan segala masalah secara proporsional.
h. Mempelajari kehidupan psikis peserta didik selaras dengan masa perkembangannya.
i. Tanggap terhadap berbagai kondisi dan perkembangan dunia yang mempengaruhi jiwa, keyakinan dan pola pikir peserta didik, memahami problem kehidupan modern dan bagaimana cara Islam mengatasi dan menghadapinya.
j. Bersikap adil di antara peserta didik[19].
Sifat-sifat yang dimiliki oleh seorang guru, tentunya akan memberikan pengaruh yang besar dalam proses pendidikan. Misalnya, jika seorang guru memiliki sifat penyabar dan ikhlas, maka ia akan senantiasa menuntun muridnya dalam kegiatan belajar mengajar dengan penuh kesabaran dan keikhlasan pula.
Sebaliknya, jika seorang guru memiliki sifat pemarah, maka ia akan lebih mengutamakan emosinya ketika sedang mengajar, daripada memberikan rasa nyaman kepada murid-muridnya. Sehingga situasi seperti ini akan menimbulkan rasa takut pada diri peserta didik terhadap gurunya. Pendapat lain tentang sifat-sifat guru adalah sebagai berikut:
a. Ikhlas dalam menyampaikan risalah pendidikan.
b. Bersifat amanah dalam menyampaikan ilmu pengetahuan.
c. Menguasai ilmu yang diajarkannya.
d. Menjadi panutan yang baik.
e. Mempunyai pribadi yang kuat.
f. Beramal dengan ilmunya.
g. Modern.
h. Terus melakukan penelitian[20].
Dari berbagai pendapat yang dikemukakan para tokoh di atas mengenai sifat-sifat guru, tentunya sifat-sifat tersebut haruslah dimiliki oleh setiap guru. Karena selain memberikan contoh yang baik, juga akan memberikan rasa aman dan nyaman pada diri peserta didiknya. “Dalam situasi pendidikan atau pengajaran terjalin interaksi antara siswa dengan guru atau antara peserta didik dengan pendidik”[21], di mana dengan interaksi tersebut diharapkan dapat tercipta hubungan yang erat antara siswa dengan gurunya. Sehingga dari sini proses pendidikan dapat terselenggara dengan sebaik-baiknya.
“Tugas utama pendidik adalah mendidik dan mengajar”[22]. Tetapi bukan berarti guru tidak memiliki tugas lainnya selain mendidik dan mengajar. Tugas-tugas guru yang lain di antaranya tercantum dalam UU RI No. 20 tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional pasal 39, sebagaimana di bawah ini:
a. Tenaga kependidikan bertugas melaksanakan administrasi, pengelolaan, pengembangan, pengawasan, dan pelayanan teknis untuk menunjang proses pendidikan pada satuan pendidikan.
b. Pendidik merupakan tenaga profesional yang bertugas merencanakan dan melaksanakan proses pembelajaran, menilai hasil pembelajaran, melakukan bimbingan, pelatihan, serta melakukan penelitian dan pengabdian kepada masyarakat, terutama bagi pendidik pada perguruan tinggi[23].
Dari uraian di atas, dapat kita pahami bahwa “guru tidak hanya berperan sebagai guru di dalam kelas”[24] saja. Tetapi guru masih memiliki banyak tugas lainnya, di mana tugas-tugas tersebut juga harus dilaksanakan untuk membantu peserta didik dalam proses pendidikan.
Menurut E. Mulyasa, “guru sebagai agen pembelajaran”[25] memiliki tugas-tugas antara lain:
a. Guru Sebagai Fasilitator
Guru sebagai fasilitator bertugas memberikan kemudahan belajar (facilitate of learning) kepada seluruh peserta didik, agar mereka dapat belajar dalam suasana yang menyenangkan, gembira, penuh semangat, tidak cemas, dan berani mengemukakan pendapat secara terbuka.
b. Guru Sebagai Motivator
Pembangkitan nafsu atau selera belajar sering juga disebut motivasi belajar. Untuk meningkatkan kualitas pembelajaran, guru harus mampu membangkitkan motivasi belajar peserta didik sehingga dapat mencapai tujuan pembelajaran.
c. Guru Sebagai Pemacu
Sebagai pemacu belajar, guru harus mampu melipatgandakan potensi peserta didik, dan mengembangkannya sesuai dengan aspirasi dan cita-cita mereka di masa yang akan datang.
d. Guru Sebagai Pemberi Inspirasi
Sebagai pemberi inspirasi belajar guru harus mampu memerankan diri dan memberikan inspirasi bagi peserta didik, sehingga kegiatan belajar dan pembelajaran dapat membangkitkan berbagai pemikiran, gagasan, dan ide-ide baru[26].
Dalam setiap kegiatan belajar mengajar, adakalanya peserta didik mengalami kesulitan karena kemampuan masing-masing peserta didik berbeda-beda. Artinya, ada yang cepat menerima materi pelajaran, dan ada pula yang lambat dalam menerima materi pelajaran. Untuk itu, di sini guru akan bertugas sebagai pembimbing.
Sebagai pembimbing, guru perlu memiliki pemahaman yang seksama tentang para siswanya, memahami segala potensi dan kelemahannya, masalah dan kesulitan-kesulitannya, dengan segala latar belakangnya. Agar tercapai kondisi seperti itu, guru perlu banyak mendekati para siswa, membina hubungan yang lebih dekat dan akrab, melakukan pengamatan dari dekat serta mengadakan dialog-dialog langsung[27].
Jadi guru PAI adalah sebuah usaha berupa bimbingan dan asuhan terhadap anak didik agar kelak setelah selesai pendidikan dapat memahami apa yang terkandung dalam islam secara keseluruhan, menghayati makna dan maksud apa tujuannya dan pada akhirnya dapat mengamalkan serta menjadikan ajaran agama islam yang telah dianutnya sebagai pandangan hidupnya sehingga dapat mendatangkan kebahagiaan, keselamatan dunia dan akhirat.
2.3 Pengertian Profesionalisme Guru
Istilah profesionalisme guru terdiri dari dua suku kata yang masing-masing mempunyai pengertian tersendiri, yaitu kata Profesionalisme dan Guru. Ditinjau dari segi bahasa (etimologi), istilah profesionalisme berasal dari Bahasa Inggris profession yang berarti jabatan, pekerjaan, pencaharian, yang mempunyai keahlian[28].sebagai mana disebutkan oleh S. Wojowasito. Selain itu, Drs. Petersalim dalam kamus bahasa kontemporer mengartikan kata profesi sebagai bidang pekerjaan yang dilandasi pendidikan keahlian tertentu[29]
Dengan demikian kata profesi secara harfiah dapat diartikan dengan suatu pekerjaan yang memerlukan keahlian dan ketrampilan tertentu, dimana keahlian dan ketrampilan tersebut didapat dari suatu pendidikan atau pelatihan khusus. Adapun pengertian profesi secara therminologi atau istilah, sesuai apa yang diungkapkan oleh para ahli adalah sebagai berikut: 
Roestiyah yang mengutip pendapat Blackington mengartikan bahwa pofesi adalah suatu jabatan atau pekerjaan yang terorganisir yang tidak mengandung keraguaan tetapi murni diterapkan untuk jabatan atau pekerjaan fungsional[30]. Dr. Ahmad Tafsir yang mengutip pendapat Muchtar Lutfi mengatakan profesi harus mengandung keahlian. Artinya suatu program harus ditandai dengan suatu keahlian yang khusus untuk profesi itu[31]
.
Dari semua pendapat para ahli diatas, menunjukkan bahwa professional secara istilah dapat diartikan sebagai pekerjaan yang dilakukan oleh mereka yang khusus dipersiapkan atau dididik untuk melaksanakan pekerjaan tersebut dan mereka mendapat imbalan atau hasil berupa upah atau uang karena melaksanakan pekerjaan tersebut. Kemudian kata profesi tersebut mendapat akhiran isme, yang dalam bahasa Indonesia menjadi berarti sifat. Sehingga istilah Profesionalisme berarti sifat yang harus dimiliki oleh setiap profesional dalam menjalankan pekerjannya sehingga pekerjaan tersebut dapat terlaksana atau dijalankan dengan sebaik-baiknya, penuh tanggung jawab terhadap apa yang telah dikerjakannya dengan dilandasi pendidikan dan ketrampilan yang dimilikinya. Sedangkan pengertian profesional itu sendiri berarti orang yang melakukan pekerjaan yang sudah dikuasai atau yang telah dibandingkan baik secara konsepsional, secara teknik atau latihan[32].
Dari rumusan pengertian diatas ini mengambarkan bahwa tidak semua profesi atau pekerjaan bisa dikatakan profesional karena dalam tugas profesional itu sendiri terdapat beberapa ciri-ciri dan syarat-syarat sebagaimana yang dikemukakan oleh Robert W. Riche, yaitu: 
Lebih mementingkan pelayanan kemanusiaan yang ideal dibandingkan dengan kepentingan pribadi. Seorang pekerja profesional, secara relatif memerlukan waktu yang panjang untuk mempelajari konsep- konsep serta prinsip- prinsip pengetahuan khusus yang mendukung keahliannya. 
Memiliki kualifikasi tertentu untuk memasuki profesi tersebut serta mampu mengikuti perkembangan dalam pertumbuhan jabatan. Memiliki kode etik yang mengatur keanggotaan, tingkah laku, sikap dan cara kerja. Membutuhkan suatu kegiatan intelektual yang tinggi. Adanya organisasi yang dapat meningkatkan standar pelayanan, disiplin diri dalam profesi , serta kesejahteraan anggotanya. Memberikan kesempatan untuk kemajuan, spesialisasi dan kemandirian. Memandang profesi seb
agai suatu karier hidup (a live career) dan menjadi seorang anggota permanen[33].
Sedangkan pengertian guru seperi yang telah dikemukakan oleh beberapa ahli sebagai berikut; Drs. Petersalim dalam kamus bahasa Indonesia Kontemporer mengartikan guru adalah orang yang pekerjaanya mendidik, mengajar, dan mengasihi, sehingga seorang guru harus bersifat mendidik[34]. Ahmad D. Marimba, menyatakan bahwa guru adalah orang yang mempunyai tanggung jawab untuk mendidik[35]. Amien Daiem Indrakusuma menyatakan bahwa guru adalah pihak atau subyek yang melakukan pekerjaan mendidik[36]. M. Athiyah Al Abrasyi menyatakan bahwa guru adalah spiritual father atau bapak rohani bagi seorang murid, memberi santapan jiwa, pendidikan akhlak dan membenarkannya, meghormati guru itulah mereka hidup dan berkembang[37].
Dari beberapa pengertian guru sebagaimana yang dikemukakan, diatas maka secara umum dapat diartikan bahwa guru adalah orang yang bertanggung jawab terhadap perkembangan seluruh potensi anak didik, baik potensi afektif, potensi kognitif, maupun potensi psikomotor. Dari pengertian atau definisi “profesionalisme” dan “guru” diatas dapat ditarik suatu pengertian bahwa profesionalisme guru mempunyai pengertian suatu sifat yang harus ada pada seorang guru dalam menjalankan pekerjaanya sehingga guru tersebut dapat menjalankan pekerjannya   dengan penuh tanggung jawab serta mampu untuk mengembangkan keahliannya tanpa menggangu tugas pokok guru tersebut.
2.4 Wilayah Kinerja Guru PAI
Dalam konsep Islam guru adalah sumber ilmu dan moral. Ia merupakan tokoh identifikasi dalam hal keluasan ilmu dan keluhuran akhlaknya, sehingga anak didiknya selalu berupaya untuk mengikuti langkah-langkahnya. Kesatuan antara kepemimpinan moral dan keilmuan dalam diri seorang guru dapat menghindarkan anak didik dari bahaya keterpecahan pribadi[38].
Dengan demikian guru agama Islam tidak sama dengan guru pada umumnya. Karena guru agama Islam memiliki tanggung jawab yang lebih besar dalam mendidik para peserta didiknya. Sebagai seorang guru agama Islam, tidak hanya terbatas menyampaikan ilmu-ilmu agama saja, tetapi juga harus mampu membentuk peserta didik menjadi makhluk yang berakhlak mulia dan menghamba kepada Khaliqnya dengan dijiwai nilai-nilai ajaran Islam.
“Guru adalah prajurit terdepan di dalam membuka cakrawala peserta didik memasuki dunia ilmu pengetahuan dalam era global ini”[39]. Karena guru merupakan faktor terpenting dalam menentukan keberhasilan proses pendidikan. Maka, menjadi seorang guru bukanlah pekerjaan yang mudah. Selain dituntut untuk menguasai berbagai ilmu pengetahuan, guru juga memiliki “tanggung jawab yang besar dalam upaya menghantarkan peserta didik ke arah tujuan pendidikan yang dicita-citakan”[40].
Tentunya sebagai seorang guru agama, haruslah memiliki tugas-tugas lain selain tugas-tugas yang telah diuraikan di atas. Heri Jauhari Muchtar dalam bukunya yang berjudul Fikih Pendidikan, membagi tugas guru menjadi dua bagian, yaitu secara umum dan secara khusus. Secara umum tugas pendidik adalah:
a. Mujadid yaitu sebagai pembaharu ilmu, baik dalam teori maupun praktek, sesuai syari’at Islam.
b. Mujtahid yaitu sebagai pemikir yang ulung.
c. Mujahid yaitu sebagai pejuang kebenaran.
Sedangkan secara khusus tugas pendidik di lembaga pendidikan adalah:
a. Perencana: mempersiapkan bahan, metode dan fasilitas pengajaran serta mental untuk mengajar.
b. Pelaksana: pemimpin dalam proses pembelajaran.
c. Penilai: mengumpulkan data, mengklasifikasi, menganalisa dan menilai keberhasilan proses belajar mengajar.
d. Pembimbing: membimbing, menggali serta mengembangkan potensi murid/peserta didik ke arah yang lebih baik[41].
Pendapat lain mengenai tugas-tugas guru ini adalah pendapat Zakiah Darajat sebagaimana dikutip oleh Heri Jauhari Muchtar, yang menyatakan tugas pendidik dalam mengajar adalah:
a. Menjaga proses belajar dan mengajar dalam satu kesatuan.
b. Menjaga anak dalam berbagai aspek, yaitu pengetahuan, ketrampilan dan pengembangan seluruh kepribadian.
c. Mengajar sesuai dengan tingkat perkembangan dan kematangan anak.
d. Menjaga keperluan (kebutuhan) dan bakat anak didik.
e. Menentukan tujuan-tujuan pelajaran bersama-sama dengan anak/peserta didik supaya mereka juga mengetahui dan mendukung pencapaian tujuan tersebut.
f. Memberi dorongan, penghargaan dan imbalan kepada peserta didik.
g. Menjadikan materi dan metode pengajaran berhubungan dengan kehidupan nyata, sehingga mereka menyadari bahwa yang dipelajarinya itu baik dan berguna.
h. Membagi materi pelajaran kepada satuan-satuan dan memusatkannya pada permasalahan-permasalahan.
i. Menghindari perbuatan-perbuatan yang percuma dan memberi informasi-informasi yang tidak berarti, serta menjauhi hukuman dan pengulangan pekerjaan.
j. Mengikutsertakan anak/peserta didik dalam PBM secara aktif sesuai dengan kemampuan dan bakatnya.
k. Warnai situasi proses belajar mengajar dengan suasana toleran, kehangatan, persaudaraan dan tolong menolong. Suasana PBM tidak hanya berpengaruh terhadap keberhasilan pelajaran, tetapi juga mempunyai pengaruh dalam penyerapan anak/peserta didik terhadap sifat-sifat sosial yang baik atau tidak baik[42].
Demikianlah tugas-tugas yang harus dilaksanakan oleh guru. Dengan melaksanakan tugas-tugas tersebut, guru dapat membantu siswa dalam proses belajar mengajar, sehingga nantinya dapat mewujudkan tujuan-tujuan pendidikan yang dicita-citakan. Perlu ditegaskan lagi bahwa tugas guru bukan sekedar mengajar atau menyampaikan materi pelajaran di depan kelas saja, tetapi guru memiliki tugas sebagai fasilitator, motivator, inspirator, komunikator dan sebagainya. Di mana tugas-tugas tersebut tidak hanya menjadikan peserta didik sebagai manusia yang berilmu pengetahuan, tetapi juga menjadikan peserta didik yang berkepribadian mulia, sesuai dengan tujuan pendidikan Islam.
2.5 Pengembangan Organisasi Guru PAI
Kelompok atau organisasi profesi merupakan masyarakat moral yang memiliki cita-cita dan nilai-nilai bersama dan memiliki acuan yang disebut kode etik profesi.misalnya : Ikatan Dokter indonasia (IDI), dan Persatuan Guru Republik Indonesia ( PGRI ).
Dalam bidang profesi guru, National Educatiaon Association (NEA) dalam Udin Syaefudin Sa’ud,(2009:16) menyarankan syarat-syarat profesi guru ada 8 syarat, yaitu :
1.   Jabatan yang melibatkan kegiatan intelektual
2.   Jabatan yang menggeluti suatu batang tubuh ilmu khusus
3.   Jabatan yang memerlukan persiapan profesional yang lama
4.   Jabatan yang memerlukan “latihan dan jabatan”yang berkesinambungan
5.   Jabatan yang menjajikan karir hidup dan keanggotaan yang permanen.
6.   Jabatan yang menentukan baku (standar) sendiri
7.   Jabatan yang lebih mementingkan layanan diatas keuntungan pribadi
8.   Jabatan yang memepunyai organisasi profesional yang kuat dan terjalin erat
2.6. Langkah Kinerja Guru PAI di Madrasah dan Sekolah
Upaya meningkatkan profesionalisme guru di antaranya melalui (1). Peningkatan kualifikasi dan persyaratan jenjang pendidikan yang lebih tinggi bagi tenaga pengajar. (2). Program sertifikasi.[43] Selain sertifikasi, mengoptimalkan fungsi dan peran kegiatan dalam bentuk PKG (Pusat Kegiatan Guru), KKG (Kelompok Kerja Guru), dan MGMP (musyawarah Guru Mata Pelajaran) yang memungkinkan para guru untuk berbagi pengalaman dalam memecahkan masalah-masalah yang mereka hadapi dalam kegiatan mengajarnya. Hal tersebut diperkuat pendapat dari Pidarta bahwa mengembangkan atau membina profesi para guru yang terdiri dari : (1). Belajar lebih lanjut. (2). Menghimbau dan ikut mengusahakan sarana dan fasilitas sanggar-sanggar seperti Sanggar Pemantapan Kerja Guru. (3). Ikut mencarikan jalan agar guru-guru mendapatkan kesempatan lebih besar mengikuti panataran-penataran pendidikan. (4). Ikut memperluas kesempatan agar guru-guru dapat mengikuti seminar-seminar pendidikan yang sesuai dengan minat dan bidang studi yang dipegang dalam usaha mengembangkan profesinya. (5). Mengadakan diskusi-diskusi ilmiah secara berkala disekolah. (6). Mengembangkan cara belajar berkelompok untuk guru-guru sebidang studi.
Dalam rangka peningkatan kinerja, paling tidak ada tujuh langkah yang dapat dilakukan sebagai berikut:
o   Mengetahui Adanya kekurangan dalam kinerja
o   Mengenai kekurangan dan tingkat keseriusan
o   Mengidentifikasikan hal-hal yang mungkin menjadi penyebab kekurangan baik yang behubungan dengan dengan pegawai itu sendiri
o   Mengembamgkan rencana tindakan tersebut
o   Melakukan evaluasi apakah masalah tersebut sudah teratasi atau belum
o   Mulai dari awal, apabila perlu.[44]
Kinerja seseorang dapat ditingkatkan bila ada kesesuaian antara pekerjaan dengan keahliannya, begitu pula halnya dengan penempatan guru pada bidang tugasnya. Menempatkan guru sesuai dengan keahliannya secara mutlak harus dilakukan. Bila guru diberikan tugas tidak sesuai dengan keahliannya akan berakibat menurunnya cara kerja dan hasil pekerjaan mereka, juga akan menimbulkan rasa tidak puas pada diri mereka. Rasa kecewa akan menghambat perkembangan moral kerja guru. 
Tanggung jawab guru adalah untuk membentuk anak didik agar menjadi manusia yang bersusila cakap, berguna bagi agama, nusa dan bangsa di masa yang akan datang.
Maka, diantara tugas dan fungsi guru PAI, adalah sebagai berikut:[45]
1.    Menyerahkan kebudayaan kepada anak didik berupa kepandaian, kecakapan dan pengalaman-pengalaman.
2.    Membentuk kepribadian anak yang harmonis, sesuai cita-cita dan dasar negara kita Pancasila.
3.    Menyiapkan anak menjadi warga negara yang baik sesuai Undang-Undang Pendidikan yang merupakan Keputusan MPR No. II Tahun 1983.
4.    Sebagai perantara dalam belajar. Di dalam proses belajar, guru hanya sebagai perantara atau medium, anak harus berusaha sendiri mendapatkan suatu pengertian (insight), sehingga timbul perubahan dalam pengetahuan, tingkah laku dan sikap.
5.    Guru adalah sebagai pembimbing, untuk membawa anak didik ke arah kedewasaan, pendidik tidak maha kuasa, tidak dapat membentuk anak menurut sekehendaknya.
6.    Guru sebagai penghubung antara sekolah dan masyarakat. Anak nantinya akan hidup dan bekerja, serta mengabdikan diri dalam masyarakat, dengan demikian anak harus dilatih dan dibiasakan sekolah di bawah pengawasan guru.
7.    Sebagai penegak disiplin. Guru menjadi contoh dalam segala hal, tata tertib dapat berjalan bila guru dapat menjalani lebih dahulu.
8.    Guru sebagai administrator dan manajer. Di samping mendidik, seorang guru harus dapat mengerjakan urusan tata usaha seperti membuat buku kas, daftar induk, rapor, daftar gaji dan sebagainya, serta dapat mengkoordinasikan segala pekerjaan di sekolah-sekolah secara demokratis, sehingga suasana pekerjaan penuh dengan rasa kekeluargaan.
9.    Pekerjaan guru sebagai suatu profesi. Orang yang menjadi guru karena terpaksa tidak dapat bekerja dengan baik, maka harus menyadari benarbenar pekerjaannya sebagai suatu profesi.
10.     Guru sebagai perencana kurikulum. Guru menghadapi anak-anak setiap hari, gurulah yang paling tahu kebutuhan anak-anak dan masyarakat sekitar, maka dalam penyusunan kurikulum, kebutuhan ini tidak boleh ditinggalkan.
11.     Guru sebagai pemimipin (guidance worker). Guru mempunyai kesempatan dan tanggung jawab dalam banyak situasi untuk membimbing anak ke arah pemecahan soal, membentuk keputusan dan mengahadapkan anak-anak pada problem.
12.     Guru sebagai sponsor dalam kegiatan anak-anak. Guru harus turut aktif dalam segala aktifitas anak, misalnya dalam ekstrakurikuler membentuk kelompok belajar dan sebagainya.



BAB III
KESIMPULAN
Ø  Profesionalisme dalam pendidikan tidak lain ialah seperangkat fungsi dan tugas dalam lapangan pendidikan berdasarkan keahlian yang diperoleh melalui pendidikan dan latihan khusus di bidang pekerjaan yang mampu menekuni bidang profesinya selama hidupnya. Mereka itu adalah para guru yang profesional yang memiliki kompetensi keguruan berkat pendidikan atau latihan di lembaga pendidikan guru dalam jangka waktu tertentu.Dari beberapa pendapat di atas dapat dikatakan bahwa profesionalisme merupakan suatu pekerjaan yang memerlukan pendidikan lanjut didalam pengetahuan dan teknologi dasar untuk diimplementasikan dalam berbagai kegiatan yang bermanfaat.
Ø  Dari definisi di atas dapat disimpulkan bahwa guru selain menyampaikan materi pelajaran di depan kelas, guru juga bertanggung jawab untuk mengembangkan kepribadian peserta didiknya. Istilah lain yang identik dengan guru adalah pendidik dan pengajar. Namun, kedua istilah tersebut memiliki makna dan pengertian yang berbeda. Meski demikian, keduanya tetap tidak dapat dipisahkan, karena “seorang guru haruslah bukan hanya sekedar tenaga pengajar, tetapi sekaligus sebagai pendidik
Ø  Dengan demikian kata profesi secara harfiah dapat diartikan dengan suatu pekerjaan yang memerlukan keahlian dan ketrampilan tertentu, dimana keahlian dan ketrampilan tersebut didapat dari suatu pendidikan atau pelatihan khusus. Adapun pengertian profesi secara therminologi atau istilah, sesuai apa yang diungkapkan oleh para ahli adalah sebagai berikut: 
Roestiyah yang mengutip pendapat Blackington mengartikan bahwa pofesi adalah suatu jabatan atau pekerjaan yang terorganisir yang tidak mengandung keraguaan tetapi murni diterapkan untuk jabatan atau pekerjaan fungsional
Ø  Kesimpulannya wilayah guru terbagi menjadi dua yaitu umum dan khusus diantara sebagai berikut, Secara umum tugas pendidik adalah:
a. Mujadid yaitu sebagai pembaharu ilmu, baik dalam teori maupun praktek, sesuai syari’at Islam.
b. Mujtahid yaitu sebagai pemikir yang ulung.
c. Mujahid yaitu sebagai pejuang kebenaran.
Sedangkan secara khusus tugas pendidik di lembaga pendidikan adalah:
a. Perencana: mempersiapkan bahan, metode dan fasilitas pengajaran serta mental untuk mengajar.
b. Pelaksana: pemimpin dalam proses pembelajaran.
c. Penilai: mengumpulkan data, mengklasifikasi, menganalisa dan menilai keberhasilan proses belajar mengajar.
d. Pembimbing: membimbing, menggali serta mengembangkan potensi murid/peserta didik ke arah yang lebih bai
Ø  Kelompok atau organisasi profesi merupakan masyarakat moral yang memiliki cita-cita dan nilai-nilai bersama dan memiliki acuan yang disebut kode etik profesi.misalnya : Ikatan Dokter indonasia (IDI), dan Persatuan Guru Republik Indonesia ( PGRI ).
Ø  Dalam rangka peningkatan kinerja, paling tidak ada tujuh langkah yang dapat dilakukan sebagai berikut:
o   Mengetahui Adanya kekurangan dalam kinerja
o   Mengenai kekurangan dan tingkat keseriusan
o   Mengidentifikasikan hal-hal yang mungkin menjadi penyebab kekurangan baik yang behubungan dengan dengan pegawai itu sendiri
o   Mengembamgkan rencana tindakan tersebut
o   Melakukan evaluasi apakah masalah tersebut sudah teratasi atau belum
Mulai dari awal, apabila perlu


DAFTAR RUJUKAN
A. A. Anwar Prabu Mangkunegara, 2000, Manajemen Sumber Daya Manusia, Bandung: Rosda Karya
Daryanto S.S, 1997, Kamus Bahasa Indonesia Lengkap, Surabaya: Apollo
Henry Simamora, 1995, Manajemen Sunber Daya Manusia, Jakarta: STIE YKPN,
Fatah N, 1996, Landasan Manajemen Pendidikan, Bandung: Remaja Rosdakarya
Ilyas Y, 1999, Kinerja Guru, Cet. I, Depok: FKM UI
Haidar Putra Daulay, 2004, Pendidikan Islam Dalam Sistem Pendidikan Nasional di Indonesia, Jakarta: Kencana
Abdul Mujib, et.al., 2006, Ilmu Pendidikan Islam, Jakarta: Kencana Prenada Media
M. Ali Hasan dan Mukti Ali, 2003, Kapita Selekta Pendidikan Agama Islam, Jakarta: Pedoman Ilmu Jaya
Azyumardi Azra, 1998,  Esei-esei Intelektual Muslim dan Pendidikan Islam, Jakarta: Logos Wacana Ilmu
UU RI Nomor 20 tahun 2003, tentang Sistem Pendidikan Nasional, Yogyakarta: Pustaka Widyatama
Samsul Nizar, 2002, Filsafat Pendidikan Islam, Pendekatan Historis, Teoritis, dan Praktis, Jakarta: Ciputat Pers
Ahmad Tafsir, 2004, Ilmu Pendidikan Dalam Perspektif Islam, Bandung: Remaja Rosdakarya
Ramayulis, 2001, Metodologi Pengajaran Agama Islam, Jakarta: Kalam Mulia
Muhaimin, 2004, Paradigma Pendidikan Islam, Bandung: Remaja Rosdakarya
Nana Syaodih Sukmadinata, 2005, Landasan Psikologi Proses Pendidikan, Bandung: Remaja Rosdakarya
Oemar Hamalik, 2007, Dasar-dasar Pengembangan Kurikulum, Bandung: Remaja Rosdakarya
E. Mulyasa, 2007, Standar Kompetensi dan Sertifikasi Guru, Bandung: Remaja Rosdakarya



MAKALAH ETIKA PROFESI GURU
PROFESIONALISME KINERJA GURU PAI
Dosen Pengampu : Hambali,M.Ag


Oleh
ROBITH FAHMI (10110020)
TANWIRUL BISRI ( 10110018)
YUNITA DWI ARDIANTI (10110028)
NINIS NURDIANA (10110026)
ERFAN MA’RIF (10110015)

JURUSAN PENDIDIKAN AGAMA ISLAM
FAKULTAS TARBIYAH
UNIVERSITAS ISLAM MAULANA MALIK IBRAHIM MALANG
TAHUN 2013



[1] A. A. Anwar Prabu Mangkunegara, Manajemen Sumber Daya Manusia, ( Bandung: Rosda Karya, 2000),  hal. 67.
[2] Daryanto S.S, Kamus Bahasa Indonesia Lengkap, (Surabaya: Apollo, 1997 ), hal. 368.
[3] Henry Simamora, Manajemen Sunber Daya Manusia, (Jakarta: STIE YKPN, 1995), hal. 433.
[4] Fatah N, Landasan Manajemen Pendidikan,  ( Bandung: Remaja Rosdakarya, 1996).
[5] Ilyas Y, Kinerja Guru, Cet. I, ( Depok: FKM UI, 1999), hal. 56.
[6] Haidar Putra Daulay, Pendidikan Islam Dalam Sistem Pendidikan Nasional di Indonesia, (Jakarta: Kencana, 2004) hal 75
[7]  Abdul Mujib, et.al., Ilmu Pendidikan Islam, (Jakarta: Kencana Prenada Media, 2006) hal 90
[8] M. Ali Hasan dan Mukti Ali, Kapita Selekta Pendidikan Agama Islam, (Jakarta: Pedoman Ilmu Jaya, 2003) hal 81
[9] Azyumardi Azra, Esei-esei Intelektual Muslim dan Pendidikan Islam, (Jakarta: Logos Wacana Ilmu, 1998) hal 167
[10] UU RI Nomor 20 tahun 2003, tentang Sistem Pendidikan Nasional, (Yogyakarta: Pustaka Widyatama, 2003) hal 27
[11] Samsul Nizar, Filsafat Pendidikan Islam, Pendekatan Historis, Teoritis, dan Praktis, (Jakarta: Ciputat Pers, 2002) hal 41
[12] Ahmad Tafsir, Ilmu Pendidikan Dalam Perspektif Islam, (Bandung: Remaja Rosdakarya, 2004) hal 74
[13] Ramayulis, Metodologi Pengajaran Agama Islam, (Jakarta: Kalam Mulia, 2001) hal 19
[14] Akhyak, Profil Pendidik Sukses, (Surabaya: Elkaf, 2005) hal 5
[15] Tafsir, Ilmu Pendidikan  hal 81
[16] Ibid hal 81
[17] Muhaimin, Paradigma Pendidikan Islam, (Bandung: Remaja Rosdakarya, 2004) hal 101-102
[18] Nana Syaodih Sukmadinata, Landasan Psikologi Proses Pendidikan, (Bandung: Remaja Rosdakarya, 2005) hal 253
[19] Muhaimin, Paradigma Pendidikan hal 96
[20] Husein Syahafah, Kiat Islami Meraih Prestasi, (Jakarta: Gema Insani, 2004) hal 31-35
[21] Sukmadinata, Landasan Psikologi  hal 251
[22] Heri Jauhari Muchtar, Fikih Pendidikan, (Bandung: Remaja Rosdakarya, 2005) hal 154
[23]  UU RI Nomor 20 tahun 2003 hal 27
[24] Oemar Hamalik, Dasar-dasar Pengembangan Kurikulum, (Bandung: Remaja Rosdakarya, 2007) hal 233
[25]  E. Mulyasa, Standar Kompetensi dan Sertifikasi Guru, (Bandung: Remaja Rosdakarya, 2007) hal 53
[26] Ibid hal 53-72
[27] Sukmadinata, Landasan Psikologi  hal 254
[28] S. Wojowasito, WJS. Poerwadarminto, Kamus Bahasa Inggris Indonesia-Indonesia Inggris (Bandung: Hasta, 1982), hal. 162
[29] Salim, Yeny salim, Kamus Indonesia Kontemporer, Moderninglish (Jakarta: Pres, 1991), hal. 92
[30] Roestiyah.N. K, Masalah- Masalah Ilmu Keguruan (Jakarta: Bina Aksara, 1986), hal. 176
[31] Ahmad Tafsir, Ilmu Pendidikan Islam dalam Perspektif Islam (Bandung: Rajawali Rusda Karya, 1991).hal. 10
[32] Sadirman A. M, Interaksi dan Motifasi Belajar ( Jakarta: Rajawali Pres,1991), hal. 131
[33]  M. Arifin, Kapita Selekta Pendidikan Islam dan Umum ( Jakarta: 1993), hal.105
[34] Salim, Yeny Salim, Kapita Selekta Pendidikan Islam dan Umum ( Jakarta: 1993), hal. 492
[35] Ahmad D. Marimba, Pengantar Filsafat Pendidikan Islam (Bandung: Al Maarif, 1980), hal. 37
[36] Amien Daiem Indrakusuma, Pengantar Ilmu Pendidikan (Surabaya:Usaha Nasional, 1993),hal. 179
[37] M. Athiyah Al Abrasy, Dasar- Dasar Pokok Pendidikan Islam (Jakarta: Bulan Bintang, 1979), hal. 136
[38] Azra, Esei-esei  hal 167
[39]  H.A.R. Tilaar, Standar Pendidikan Nasional Suatu Tinjauan Kritis, (Jakarta: Rineka Cipta, 2006) hal 167
[40] Nizar, Filsafat Pendidikan hal 41
[41] Muchtar, Fikih Pendidikan hal 155-156
[42] Ibid hal 156
[43] Pantiwati, Upaya Peningkatan Profesionalisme Guru Melalui Program Sertifikasi Guru Bidang Studi (untuk Guru MI dan MTs). Makalah Dipresentasikan, ( Malang: PSSJ PPS Universitas Malang, 2001), hal. 1-12
[44] A.A. Anwar Prabu Mangkunegara, Evaluasi kinerja SDM, (Bandung: PT Refika Aditama, 2006) Cet ke-II, hal. 11-12.
[45] Syaifil Bahri Djamarah, Op.cit, hlm. 38-39

No comments:

Post a Comment