Friday, September 11, 2015

etika profesi



BAB I
PENDAHULUAN

1.1  Latar Belakang
Profesional adalah orang yang menyandang suatu profesi dalam pekerjaan. Sementara Profesi adalah suatu keahlian (skill) dan kewenangan dalam suatu jabatan tertentu yang mensyaratkan kompetensi (pengetahuan, sikap dan ketrampilan) tertentu seecara khusus yang diperoleh dari pendidikan akademis yang intensif.
Guru adalah salah satu pekerjaan yang termasuk dalam golongan profesi, yang mana untuk menjadi guru memerlukan keahlian dan proses pendidikan yang sesuai dengan bidang keahlian.
Di masyarakat banyak kita temui guru-guru yang mengajar di sekolah-sekolah atau madrasah-madrasah, tetapi tidak semua guru yang ada itu dapat dikatakan professional meskipun professional adalah orang yang menyandang suatu profesi dalam pekerjaannya dan guru sendiri adalah termasuk dalam profesi.
Hal ini disebabkan karena berbagai faktor, mulai dari kurang paham akan tugas dari guru yang sebenarnya, belum mengertinya strategi dalam pembelajaran dan lain-lain.
PAI sendiri merupakan cabang dari pendidikan yang lebih tertuju pada pendidikan agama khususnya agama Islam. Maka dari itu PAI sendiri memerlukan Guru yang Profesional yang mampu menjalankan tugas sesuai dengan tujuan pendidikan yang ingin di capai.
Maka dari Guru PAI yang dapat dikatan profesional harus memahami tentang pentingnya etika profesi, kode etik profesi guru, pengertian dari guru PAI itu sendiri, kompetensi-kompetensi guru yang harus dimiliki dan lain-lain yang  berhubungan dengan proses pembelajaran.
1.2  Rumusan Masalah
1.      Apa Arti penting etika profesi?
2.      Apa pengertian dari etika?
3.      Apa pengertian dari profesi guru PAI?
4.      Apa kode etik guru PAI?
5.      Bagaimana perkembangan lima kompetensi guru secara teori maupun realita?
6.      Apa kelebihan dan kekurangan dari guru PAI
1.3  Tujuan
1.      Memahami arti penting etika profesi.
2.      Memahami pengertian dari etika.
3.      Memahami pengertian dari profesi guru PAI.
4.      Memahami kode etik guru PAI.
5.      Memahami perkembangan lima kompetensi guru secara teori maupun realita.
6.      Memahami kelebihan dan kekurangan guru PAI.













BAB II
PEMBAHASAN
2.1    Urgensi Etika Profesi
Kelompok profesional merupakan kelompok yang berkeahlian dan berkemahiran yang diperoleh melalui proses pendidikan dan pelatihan yang berkualitas dan berstandar tinggi yang dalam menerapkan semua keahlian dan kemahirannya yang tinggi itu hanya dapat dikontrol dan dinilai dari dalam oleh rekan sejawat, sesama profesi sendiri. Kehadiran organisasi profesi dengan perangkat “built-in mechanism” berupa kode etik profesi dalam hal ini jelas akan diperlukan untuk menjaga martabat serta kehormatan profesi, dan di sisi lain melindungi masyarakat dari segala bentuk penyimpangan maupun penyalahgunaan keahlian.
Oleh karena itu dapatlah disimpulkan bahwa sebuah profesi hanya dapat memperoleh kepercayaan dari masyarakat, bilamana dalam diri para elit profesional tersebut ada kesadaran kuat untuk mengindahkan etika profesi pada saat mereka ingin memberikan jasa keahlian profesi kepada masyarakat yang memerlukannya. Tanpa etika profesi, apa yang semua dikenal sebagai sebuah profesi yang terhormat akan segera jatuh terdegradasi menjadi sebuah pekerjaan pencarian nafkah biasa yang sedikitpun tidak diwarnai dengan nilai-nilai idealisme dan hanya akan berakhir dengan tidak adanya lagi kepedulian maupun kepercayaan yang pantas diberikan kepada para elite profesional ini.

2.2    Pengertian Etika
Kata etik ( etika ) berasal dari kata “ethos” ( bahasa Yunani ) yang berarti karakter, watak kesusilaan atau adat. Sebagai suatu subyek, etika akan berkaitan dengan konsep yang dimiliki oleh individu ataupun kelompok untuk menilai apakah tindakan-tindakan yang telah dikerjakannya itu salah atau benar, buruk atau baik. Hal ini berarti sebuah tatanan perilaku berdasarkan suatu sistem nilai dalam masyarakat tertentu. Etika lebih banyak berkaitan dengan ilmu atau filsafat. Oleh karena itu, standar baik dan buruk adalah akal manusia. Dapat pula etika itu menunjukkan cara berbuat yang menjadi adat, karena diikuti oleh anggota komunitasnya.
Menurut Martin ( 1993 ), etika didefinisikan sebagai “the discpline which can act as the performance index or reference for our control system”. Dengan demikian, etika akan memberikan semacam batasan maupun standar yang akan mengatur pergaulan manusia di dalam kelompok sosialnya. Dalam pengertiannya yang secara khusus dikaitkan dengan seni pergaulan manusia, etika ini kemudian dirupakan dalam bentuk aturan ( code ) tertulis yang secara sistematik sengaja dibuat berdasarkan prinsip-prinsip moral yang ada dan pada saat yang dibutuhkan akan bisa difungsikan sebagai alat untuk menghakimi segala macam tindakan yang secara logika-rasional umum ( common sense ) dinilai menyimpang dari kode etik. Dengan demikian etika adalah refleksi dari apa yang disebut dengan “self control”, karena segala sesuatunya dibuat dan diterapkan dari dan untuk kepentingan kelompok sosial ( profesi ) itu sendiri.

2.3    Pengertian Profesi Guru PAI
Secara leksikal, perkataan profesi itu ternyata mengandung berbagai makna dan pengertian. Pertama, profesi itu menunjukkan dan mengungkapkan suatu kepercayaan ( to profess means to truth ), bahkan suatu keyakinan ( to belief in ) atas sesuatu kebenaran ( ajaran agama ) atau kredibilitas seseorang. Kedua, profesi itu dapat pula menunjukkan dan mengungkapkan suatu pekerja atau urusan tertentu. Webster’s New World Dictionary menunjukkan lebih lanjut bahwa profesi merupakan suatu pekerjaan yang menuntut pendidikan tinggi ( kepada pengembannya ) dalam liberal arts atau science, dan biasanya meliputi pekerjaan mental dan bukan pekerjaan manual, seperti mengajar, keinsinyuran, mengarang, dan sebagainya; terutama kedokteran, hukum dan teknologi. Good’s Dictionary of Education lebih menegaskan lagi bahwa profesi itu merupakan suatu pekerjaan yang meminta persiapan spesialisasi yang relatif lama di perguruan tinggi ( kepada pengembannya ) dan diatur oleh suatu kode etik khusus. Dari berbagai penjelasan itu dapat disimpulkan bahwa profesi itu pada hakikatnya merupakan suatu pekerjaan tertentu yang menuntut persyaratan khusus dan istimewa sehingga meyakinkan dan memperoleh kepercayaan pihak yang memerlukannya.
Sedangkan Sanusi menjelaskan juga tentang profesi adalah suatu jabatan atau pekerjaan yang menuntut keahlian ( experties ) dari para anggotanya. Artinya, ia tidak bisa dilakukan oleh sembarang orang yang tidak dilatih dan tidak disiapkan secara khusus untuk melakukan pekerjaan itu. Keahlian diperoleh melalui apa yang disebut profesionalisasi, yang dilakukan baik sebelum seseorang menjalani profesi itu ( pendidikan / latihan pra-jabatan ) maupun setelah menjalani suatu profesi ( in-service training ). [1] Adapun profesi tersebut juga menuntut adanya suatu tanggung jawab dan kesetiaan terhadap profesi itu.[2]  Suatu profesi secara teori tidak bisa dilalukan oleh sembarang orang yang tidak dilatih atau disiapkan untuk itu.
Berikut adalah beberapa pengertian profesi menurut para ahli:
1.         Profesi dapat diartikan sebagai suatu jabatan atau pekerjaan tertentu yang mensyaratkan pengetahuan dan keterampilan khusus yang diperoleh dari pendidikan akademis yang intensif ( Webstar, 1989 ).
2.         Menurut Djama’an Satori, dkk, profesi ialah suatu jabatan atau pekerjaan yang menuntut keahlian  ( expertise ) dari pada anggotanya.
3.         Pekerjaan atau jabatan yang disebut profesi tidak dapat di pegang oleh sembarang orang, tetapi memerlukan persiapan melalui pendidikan dan pelatihan secara khusus. ( Kunandar, 2007 )
4.         Di dalam Undang-undang Nomor 14 Tahun 2005 tentang Guru dan Dosen tercantum pengertian professional yaitu pekerjaan atau kegiatan yang dilakukan oleh seseorang dan menjadi sumber penghasilan kehidupan yang memerlukan keahlian , kamahiran atau kecakapan yang memenuhi standar mutu status norma tertentu serta memerlukan pendidikan profesi.
5.         Pekerjaan yang bersifat professional adalah pekerjaan yang hanya dilakukan oleh mereka yang khusus dipersiapkan untuk itu dan bukan pekerjaan yang dilakukan oleh mereka oleh  karena tidak dapat memperoleh pekerjaan lain . ( Nana Sudjana, 1988 )
6.         Menurut Yamin, M. profesi ialah istilah yang merupakan model bagi konsepsi pekerjaan yang diinginkan, dicita-citakan.
7.         Good’s Dictionary of Education mendefinisikan profesi sebagai “suatu pekerjaan yang meminta persiapan spesialisasi yang relative lama di perguruan tinggi dan dikuasai oleh suatu kode etik yang khusus”.
8.         Jarvis ( 1983 ) mengartikan bahwa profesi adalah seseorang melakukan tugas profesi juga sebagai seorang yang ahli ( expert ).
9.         Vollmer melihat dari sudut pandang sosiologi, bahwa profesi menunjukkan kepada kelompok pekerjaan dari jenis yang ideal, yang sebenarnya tidak ada dalam kanyataan tapi menyediakan suatu model status pekerjaan yang bisa diperoleh bila pekerjaan itu telah mencapai profesionalisasi dengan penuh. Seseorang yang menekuni satu pekerjaan berdasarkan keahliannya, kemampuannya teknik / prosedur kerja tertentu disebut pula profesi.
10.     Dalam Undang-undang Nomor 14 tahun 2005, disebutkan bahwa profesionalis itu adalah pekerjaan atau kegiatan yang dilakukan oleh seseorang dan menjadi sumber pengahasilan kehidupan yang memerlukan keahlian, kemahiran atau kecakapan yang memenuhi standar mutu norma tertentu serta memerlukan pendidikan profesi.
11.     Prof. Dr. Sikun Pribadi ( 1976 ) menjelaskan bahwa profesi itu pada hakikatnya adalah suatu pernyataan atau janji terbuka, bahwa seseorang akan mengabdikan dirinya kepada suatu jabatan atau pekerjaan.
12.     Di dalam  undang-undang nomor 14 tahun 2005, tentang Guru dan Dosen, pasal 7, menyebabkan bahwa profesi guru dan profesi dosen merupakan bidang pekerjaan khusus yang dilaksanakan berdasarkan prinsip sebagai berikut : a) memiliki bakat, minat, panggilan jiwa dan idiealisme. b). mutu pendidikan, keimanan dan akhlak mulia. c) memiliki kualifikasi akademik dan latar belakang pendidikan  sesuai dengan bidang tugas. d) memiliki kompetensi yang diperlukan sesuai dengan bidang tugas. e) memiliki atas pelaksanaan tugas keprofesionalan. f). memperoleh penghasilan yang sesuai dengan prestasi kerja. g). memiliki kesempatan untuk mengembangkan keprofesionalan secara berkelanjutan dengan belajar sepanjang hayat. h). memiliki jaminan perlindungan hukum dalam melaksanakan tugas keprofesionalan. i). memiliki organisasi profesi yang mempunyai kewenangan mengatur hal-hal yang terkait dengan tugas keprofesionalan guru.
Dari beberapa pengertian di atas, maka profesi dapat di pahami antara lain sebagai berikut:
1.         Istilah profesi adalah suatu jenis pekerjaan yang berkaitan dengan bidang ( keahlian, keterampilan, teknik ) tertentu, semakin ahli maka semakin professional pekerjaannya.
2.         Profesi adalah suatu keahlian ( skill ) dan kewenangan dalam suatu jabatan tertentu yang mensyaratkan kompetensi ( pengetahuan, sikap dan ketrampilan ) tertentu secara khusus yang diperoleh dari pendidikan akademis yang intensif.
3.         Profesi adalah suatu pekerjaan yang didasarkan bidang keahlian ( spesialisasi ) dan latihan, yang bertujuan melayani orang lain yang membutuhkan.
4.         Profesi pada hakikatnya adalah satu pekerjaan yang memerlukan pengetahuan dan keterampilan yang berkualitas tinggi dalam melayani atau mengabdi kepentingan umum untuk mencapai kesejahteraan manusia.
5.         Profesional adalah orang yang menyandang suatu profesi dalam pekerjaan.
6.         Profesionalisme adalah kondisi, arah, nilai, tujuan, dan kualitas suatu keahlian dan kewenangan yang berkaitan dengan mata pencaharian seseorang. Maka pengertian profesionalisme merujuk kepada komitmen sebagai anggota suatu profesi untuk meningkatkan kemampuan profesionalnya terus menerus.
7.         Profesionalitas adalah sikap seorang professional yang menjunjung tinggi kemampuan profesinya, ia akan bekerja dan mengerjakan sesuatu sesuai bidangnya.
8.         Profesionalisasi dapat dilihat dalam pengertian ; 1) sebagai suatu proses belajar sepanjang hayat dan 2) sebagai faktor yang mempengaruhi pengakuan jabatan profesi.
9.         Keahlian diperoleh melalui apa yang disebut profesionalisasi, yang dilakukan baik sebelum seorang menjalani profesi itu ( pendidikan/latihan jabatan ) maupun setelah menjalani suatu profesi ( inservice training ).[3]
Arti guru secara etimologi, menurut seorang ahli bahasa dari Belanda J.E.C Gericke dan T Roorda seperti yang dikutip oleh Hadi Supeno, kata guru berasal dari bahasa sansekerta, yang artinya berat, besar, penting, baik sekali, terhormat dan juga berarti pengajar. Pengembangan Profesionalitas Guru [4]
Sedang secara terminologis, dapat dikemukakan beberapa pengertian guru sebagaimana berikut:
1.         Syaiful Bahri Djamarah, dalam bukunya Guru dan Anak Didik dalam interaksi interaktif memberikan makna sederhana guru sebagai orang yang memberikan ilmu pengetahuan kepada anak didik.[5]
2.         Anetembun mengatakan bahwa guru adalah orang yang berwenang dan bertanggung jawab terhadap pendidikan murid-murid baik secara individual maupun klasikal, baik di sekolah maupun di luar sekolah.
3.         Ahmadi, dalam bukunya Ilmu Pendidikan memberi makna pendidik ( guru ) sebagai orang yang memberi atau melaksanakan tugas mendidik, yaitu secara sadar bertanggung jawab dalam membimbing anak untuk mencapai kedewasaannya.[6]
Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa guru adalah orang yang memberi ilmu pengetahuan yang berwenang dan bertanggung jawab untuk membimbing dan membina anak didik baik secara individual maupun klasikal, baik di sekolah maupun di luar sekolah. Mendidik dan membimbing anak didik tersebut merupakan amanat besar dari orang tua dan bangsa untuk para guru. Sebagai pemegang amanat, guru harus bertanggung jawab terhadap amanat yang diberikan kepadanya. Allah SWT berfirman:
* ¨bÎ) ©!$# öNä.ããBù'tƒ br& (#rŠxsè? ÏM»uZ»tBF{$# #n<Î) $ygÎ=÷dr& #sŒÎ)ur OçFôJs3ym tû÷üt/ Ĩ$¨Z9$# br& (#qßJä3øtrB ÉAôyèø9$$Î/ 4 ¨bÎ) ©!$# $­KÏèÏR /ä3ÝàÏètƒ ÿ¾ÏmÎ/ 3 ¨bÎ) ©!$# tb%x. $JèÏÿxœ #ZŽÅÁt/ ÇÎÑÈ  
Artinya: “Sesungguhnya Allah menyuruh kamu menyampaikan amanat kepada yang berhak menerimanya, dan (menyuruh kamu) apabila menetapkan hukum di antara manusia supaya kamu menetapkan dengan adil. Sesungguhnya Allah memberi pengajaran yang sebaik-baiknya kepadamu. Sesungguhnya Allah adalah Maha mendengar lagi Maha melihat.” ( QS. An-Nisa’: 58 )
Secara terminologis, dapat dikemukakan beberapa pengertian pendidikan agama Islam sebagaimana berikut:
1.         Achmadi, dalam bukunya Ideologi Pendidikan Agama Islam mengartikan bahwa Pendidikan Agama Islam ialah usaha yang lebih khusus ditekankan untuk mengembangkan fitrah keberagamaan subjek didik agar lebih mampu memahami, menghayati dan mengamalkan ajaran-ajaran Islam.
2.         Dalam bukunya Abdul Mujib, Ilmu Pendidikan Islam, Muhammad SA. Ibrahimi menyatakan bahwa pendidikan Islam adalah pandangan yang sebenarnya tentang suatu sistem pendidikan yang memungkinkaan seseorang dapat mengarahkan pendidikannya sesuai dengan pendidikan ideologi Islam, sehingga dengan mudah ia dapat membentuk hidupnya sesuai dengan ajaran Islam.[7]
3.         Muhammad Fadhil al-Jamali memberikan pengertian pendidikan Islam dengan upaya mengembangkan, mendorong, serta mengajak manusia untuk lebih maju dengan berlandaskan nilai-nilai yang tinggi dan kehidupan yang mulia, sehingga terbentuk pribadi yang lebih sempurna, baik yang berkaitan dengan akal, perasaan, maupun perbuatan.
Dari beberapa pengertian di atas dapat dirumuskan pendidikan agama Islam adalah proses transinternalisasi pengetahuan dan nilai Islam kepada peserta didik melalui upaya pengajaran, pembiasaan, bimbingan, pengasuhan, pengawasan, dan pengembangan potensinya, guna mencapai keselarasan dan kesempurnaan hidup di dunia dan di akhirat.
Dengan demikian dapat diambil kesimpulan bahwa guru pendidikan agama Islam adalah orang-orang yang berwenang dan bertanggung jawab terhadap perkembangan peserta didiknya dalam proses transinternalisasi pengetahuan dan nilai Islam dengan upaya mengembangkan seluruh potensi peserta didik baik potensi afektif ( rasa ), kognitif ( cipta ), maupun psikomotorik ( karsa ) melalui upaya pengajaran, pembiasaan, dan bimbingan yang semuanya itu tidak lain untuk tercapainya keselamatan dunia dan akhirat serta menjadikannya sebagai pandangan hidup sehari-hari.

2.4    Kode Etik Guru PAI
1.  Pengertian Kode Etik
a.  Menurut Undang-undang Nomor 8 Tahun 1974 tentang Pokok-pokok Kepegawaian. Pasal 28 Undang-undang ini dengan jelas menyatakan bahwa “Pegawai Negeri Sipil mempunyai Kode Etik sebagai pedoman sikap, tingkah laku dan perbuatan di dalam dan di luar kedinasan”. Dalam Undang-Undang tersebut dinyatakan bahwa dengan adanya kode etik ini, pegawai negeri sipil sebagai aparatur Negara, abdi Negara, dan abdi masyarakat mempunyai pedoman sikap, tingkah laku, dan perbuatan dalam melaksanakan tugasnya dan dalam pergaulan hidup sehari-hari. Selanjutnya, dalam Kode Etik Pegawai Negeri Sipil itu digariskan pula prinsip-prinsip pokok tentang pelaksaan tugas dan tanggung jawab pegawai negeri.
b.  Dalam pidato Kongres PGRI VIII Basuni sebagai Ketua Umum PGRI menyatakan bahwa Kode Etik Indonesia merupakan landasan moral dan pedoman tingkah laku guru warga PGRI dalam melaksanakan panggilan pengabdiannya bekerja sebagai guru ( PGRI, 1973 ). Dari pendapat Ketua Umum PGRI ini dapat ditarik kesimpulan bahwa dalam kode etik guru Indonesia terdapat dua unsur pokok yaitu: (1) sebagai landasan moral, (2) sebagai pedoman tingkah laku.
2.  Tujuan Kode Etik
a.  Untuk menjunjung tinggi profesi
b.  Untuk menjaga dan memelihara kesejahteraan anggotanya
c.  Untuk meningkatkan pengabdian para anggota profesi
d.  Untuk meningkatkan mutu profesi
e.  Untuk meningkatkan mutu organisasi profesi
3.  Penetapan Kode Etik
Kode etik hanya dapat diciptakan oleh suatu organisasi profesi yang berlaku dan mengikat para anggotanya. Penetapan kode etik lazim dilakukan pada suatu kongres organisasi profesi. Dengan demikian, penetapan kode etik tidak boleh dilakukan oleh orang secara perorangan, melainkan harus dilakukan oleh orang-orang yang diutus untuk dan atas nama anggota-anggota profesi dari organisasi tersebut. Kode etik suau profesi hanya akan mempunyai pengaruh yang kuat dalam menegakkan disiplin dikalangan profesi tersebut, jika semua orang yang menjalankan profesi tersebut tergabung ( menjadi anggota ) dalam organisasi profesi yang bersangkutan.
Apabila setiap orang yang menjalankan suatu profesi secara otomatis tergabung dalam suatu organisasi atau ikatan professional, maka barulah ada jaminan bahwa profesi tersebut dapat dijalankan secara murni dan baik, karena setiap anggota profesi yang melakukan pelanggaran yang serius terhadap kode etik dapat dikenakan sangsi.
4.  Sangsi Pelanggaran Kode Etik
Dalam hal ini jika seseorang anggota profesi bersaing secara tidak jujur atau curang dengan sesama anggota profesinya, dan jika dianggap kecurangan itu serius ia dapat dituntut di muka pengadilan. Pada umumnya, karena kode etik adalah landasan moral dan merupakan pedoman sikap, tingkah laku, dan perbuatan maka sanksi terhadap pelanggaran kode etik adalah sanksi moral. Barang siapa melanggar kode etik akan mendapat celaan dari rekan-rekannya, sedangkan sanksi yang dianggap terberat adalah si pelanggar dikeluarkan dari organisasi profesi. Adanya kode etik dalam suatu organisasi profesi tertentu, menandakan bahwa organisasi profesi itu telah mantap.
5.  Kode Etik Guru Indonesia
Kode Etik Guru Indonesia dapat dirumuskan sebagai himpunan nilai-nilai dan norma-norma profesi guru yang tersusun dengan baik dan sistematik dalam suatu sistem yang utuh dan bulat. Fungsi Kode Etik Guru Indonesia adalah sebagai landasan moral dan pedoman tingkah laku guru warga PGRI dalam menunaikan tugas pengabdiannya sebagai guru, baik di dalam maupun di luar sekolah serta dalam kehidupan sehari-hari di masyarakat. Dengan demikian, maka Kode Etik Guru Indonesia merupakan alat yang amat penting untuk pembentukan sikap professional para anggota profesi keguruan.

KODE ETIK GURU INDONESIA
Guru Indonesia menyadari, bahwa pendidikan adalah bidang pengabdian terhadap Tuhan Yang Maha Esa, bangsa dan Negara serta kemanusiaan pada umumnya. Guru Indonesia yang berjiwa Pancasila dan setia pada Undang-Undang Dasar 1945, turut bertanggung jawab atas terwujudnya cita-cita Proklamasi Kemerdekaan Republik Indonesia 17 Agustus 1945. Oleh sebab itu, guru Indonesia terpanggil untuk menunaikan karyanya dengan memedomani dasar-dasar sebagai berikut:
1.  Guru berbakti membimbing peserta didik untuk membentuk manusia Indonesia seutuhnya yang berjiwa Pancasila.
2.  Guru memiliki dan melaksanakan kejujuran professional.
3.  Guru berusaha memperoleh informasi tentang peserta didik sebagai bahan melakukan bimbingan dan pembinaan.
4.  Guru menciptakan suasana sekolah sebaik-baiknya yang menunjang berhasilnya proses belajar-mengajar.
5.  Guru memelihara hubungan baik dengan orang tua murid dan masyarakat sekitarnya untuk membina peran serta dan rasa tanggung jawab bersama terhadap pendidikan.
6.  Guru sebagai pribadi dan bersama-sama mengembangkan dan meningkatkan mutu dan martabat profesinya.
7.  Guru memelihara hubungan seprofesi, semangat kekeluargaan, dan kesetikawanan sosial.
8.  Guru secara bersama-sama memelihara dan meningkatkan mutu organisasi PGRI sebagai sarana perjuangan dan pengabdian.
9.  Guru melaksanakan segala kebijaksanaan pemerintah dalam bidang pendidikan.
6. Kode Etik Guru PAI
Secara harfiah kode etik berarti sumber etik. Etika artinya tata susila atau hal-hal yang berhubungan dengan kesusilaan dalam mengerjakan suatu pekerjaaan. Jadi “kode etik Guru” diartikan sebagai “aturan tata susila keguruan”.
Dalam penjelasan lain  kode etik pendidik adalah norma-norma yang mengatur hubungan kemanusiaan ( relationship ) antara pendidik dan peserta didik, orang tua peserta didik, koleganya, serta dengan atasannya. Adapun bentuk kode etik suatu lembaga pendidikan tidak harus sama, tetapi secara intrinsik mempunyai kesamaan konten yang berlaku umum. Pelanggaran terhadap kode etik akan mengurangi nilai dan kewibawaan identitas pendidik.
Menurut Ibnu Jama’ah, yang dikutip oleh Abd al Amir Syams al-Din, etika pendidik terbagi atas tiga macam, yaitu:
1.         Etika yang terkait dengan dirinya sendiri. Pendidik dalam bagian ini paling tidak memiliki dua etika, yaitu: (1) memiliki sifat-sifat keagamaan ( diniyyah ) yang baik, meliputi patut dan tunduk terhadap syariat Allah dalam bentuk ucapan dan tindakan, baik yang wajib maupun yang sunnah; senantiasa membaca Al-Qur’an, zikir kepada-Nya baik dengan hati maupun lisan; memelihara wibawa Nabi Muhammad; dan menjaga perilaku lahir dan batin; (2) memiliki sifat-sifat akhlak yang mulia, seperti menghiasi diri ( tahalli ) dengan memelihara diri, khusyu’, rendah hati, menerima apa adanya, zuhud, dan memiliki daya dan hasrat yang kuat.
2.         Etika terhadap peserta didiknya. Pendidik dalam bagian ini paling tidak memiliki dua etika, yaitu: (1) sifat-sifat sopan santun ( adabiyyah ); (2) sifat-sifat memudahkan, menyenangkan, dan menyelamatkan (muhniyyah).
3.         Etika dalam proses belajar mengajar. Pendidik dalam bagian ini paling tidak mempunyai dua etika, yaitu: (1) sifat-sifat memudahkan, menyenangkan, dan menyelamatkan; (2) sifat-sifat seni, yaitu seni mengajar yang menyenangkan sehingga peserta didik tidak merasa bosan.

Adapun menurut Al-Ghazali kode etik pendidik terumuskan sebanyak 17 bagian, yaitu:
1.         Menerima segala problem peserta didik dengan hati dan sikap yang terbuka dan tabah.
2.         Bersikap penyantun dan penyayang ( QS. Ali-Imran: 159 )
3.         Menjaga kewibawaan dan kehormatannya dalam bertindak.
4.         Menghindari dan menghilangkan sikap angkuh terhadap sesama ( QS. An-Najm: 32)
5.         Bersifat rendah hati ketika menyatu dengan sekelompok masyarakat ( QS. Al-Hijr: 88 )
6.         Menghilangkan aktivitas yang tidak berguna dan sia-sia.
7.         Bersifat lemah lembut dalam menghadapi peserta didik yang tingkat IQ-nya rendah, serta membinanya sampai pada taraf maksimal.
8.         Meninggalkan sifat marah dalam menghadapi problem peserta didiknya.
9.         Memperbaiki sikap peserta didiknya, dan bersikap lemah lembut terhadap peserta didik yang kurang lancar bicaranya.
10.     Meninggalkan sikap yang menakutkan pada peserta didik, terutama pada peserta didik  yang belum mengerti atau belum mengetahui.
11.     Berusaha memperhatikan perrtanyaan-pertanyaan peserta didik, walaupun pertanyaannya itu tidak bermutu dan tidak sesuai dengan masalah yang diajarkan.
12.     Menerima kebenaran yang diajukan oleh peserta didiknya.
13.     Menjadikan kebenaran sebagai acuan dalam proses pendidikan, walaupun kebenaran itu datangnya dari peserta didik.
14.     Mencegah dan mengontrol peserta didik mempelajari ilmu yang membahayakan ( QS. Al-Baqarah: 195 )
15.     Menanamkan sifat ikhlas pada peserta didik, serta terus-menerus meencari informasi guna disampaikan pada peserta didik yang akhirnya mencapai tingkat taqarrub  kepada Allah SWT. ( QS. Al-Bayyinah: 5)
16.     Mencegah peserta didik mempelajari ilmu fardhu kifayah ( kewajiban kolektif, seperti ilmu kedokteran, psikologi, ekonomi, dsb) sebelum mempelajari ilmu fardhu ‘ain ( kewajiban individual, seperti akidah, syariah, dan akhlak).
17.     Mengaktualisasikan informasi yang diajarkan pada peserta didik ( QS. Al-Baqarah: 44, As. Shaf: 2-3 )
Sedangkan menurut Muhammad Athiyah Al-Abrasyi kode etik pendidik dalam pendidikan Islam adalah:
1.         Mempunyai watak kebapakan sebelum menjadi seorang pendidik, sehingga ia menyayangi peserta didiknya seperti menyayangi anaknya sendiri.
2.         Adanya komunikasi yang aktif antara pendidik dan peserta didik.
3.         Memerhatikan kemampuan dan kondisi peserta didiknya. Pemberian materi pelajaran harus diukur dengan kadar kemampuannya.
4.         Mengetahui  kepentingan bersama, tidak terfokus pada sebagian peserta didik.
5.         Mempunyai sifat-sifat keadilan, kesucian, dan kesempurnaan.
6.         Ikhlas dalam menjalankan aktivitasnya, tidak banyak menuntut hal yang diluar kewajibannya.
7.         Dalam mengajar supaya mengaitkan materi satu dengan materi lainnya.
8.         Memberi bekal peserta didik dengan ilmu yang mengacu pada masa depan, karena ia tercipta berbeda dengan zaman yang dialami oleh pendidiknya.
9.         Sehat jasmani dan rohani serta mempunyai kepribadian yang kuat, tanggung jawab, dan mampu mengatasi problem peserta didik, serta mempunyai rencana yang matang untuk menatap masa depan yang dilakukan dengan sungguh-sungguh.[8]

2.5    Pengembangan Kompetensi Guru PAI
Kompetensi merupakan gambaran hakikat kualitatif perilaku seseorang. Menurut Lefrancois, kompetensi merupakan kapasitas untuk melakukan sesuatu , yang dihasilkan dari proses belajar. Selama proses belajar stimulus akan bergabung dengan isi memori dan menyebabkan terjadinya perubahan kapasitas untuk melakukan sesuatu.
Kompetensi diartikan oleh Cowell, sebagai suatu ketrampilan / kemahiran yang bersifat aktif. Kompetensi dikategorikan mulai dari tingkat sederhana atau dasar hingga lebih sulit atau kompleks yang pada gilirannya akan berhubungan dengan proses penyusunan bahan atau pengalaman belajar, yang lazimnya terdiri dari:
1.         Penguasaan minimal kompetensi dasar
2.         Praktik kompetensi dasar
3.         Penambahan penyempurnaan atau pengembangan terhadap kompetensi atau ketrampilan.
Ketiga proses tersebut dapat terus berlanjut selama masih ada kesempatan untuk melakukan penyempurnaan atau pengembangan kompetensinya.
Berdasarkan uraian di atas, dapat disimpulkan bahwa kompetensi merupakan satu-kesatuan yang utuh yang menggambarkan potensi, pengetahuan, keterampilan, dan sikap yang dinilai, yang terkait dengan profesi tertentu berkenaan dengan bagian-bagian yang dapat diaktualisasikan dan diwujudkan dalam bentuk tindakan atau kinerja untuk menjalankan profesi tertentu.
Pengertian kompetensi ini, jika digabungkan dengan sebuah profesi yaitu guru atau tenaga pengajar, maka kompetensi guru mengandung arti kemampuan seseorang guru dalam melaksanakan kewajiban-kewajiban secara bertanggung jawab dan layak atau kemampuan dan kewenangan guru dalam melaksanakan profesi keguruannya. Jadi, pengertian kompetensi guru adalah seperangkat penguasaan kemampuan yang harus ada dalam diri guru agar dapat mewujudkan kinerjanya secara tepat dan efektif.
Tujuan adanya Standar Kompetensi Guru adalah sebagai jaminan dikuasainya tingkat kompetensi minimal oleh guru sehingga yang bersangkutan dapat melakukan tugasnya secara professional, dapat dibina secara efektif dan efisien serta dapat melayani pihak yang berkepentingan terhadap proses pembelajaran dengan sebaik-baiknya sesuai dengan bidang tugasnya.
Adapun manfaat disusunya Standar Kompetensi Guru ini adalah sebagai acuan pelaksanaan uji kompetensi, penyelenggaraan diklat, dan pembinaan, maupun acuan bagi pihak yang berkepentingan terhadap kompetensi guru untuk melakukan evaluasi, pengembangan bahan ajar dan sebagainya bagi tenaga kependidikan.
Pendeteksian sejauh mana seorang telah memiliki sesuatu kompetensi tersebut, maka diperlukan adanya indikator-indikator yang dapat teramati dan terukur. Dengan hasil pengamatan dan pengukuran itulah tingkatan penguasaan ( mastery and proficiencymastery and proficiency ) dalam jenis kompetensi tertentu akan dapat diketahui dengan mengacu kepada kriteria keberhasilan kinerja minimal yang dapat diterima ( the minimal acceptable performance ) yang telah ditetapkan ( disepakati ) terlebih dahulu.
Setiap jenis pekerjaan atau keprofesian sudah seyogianya memiliki ciri-ciri khasnya, baik mengenai perangkat dasar kompetensinya, maupun indikator dengan deskriptornya. Namun demikian, kiranya dapat dimaklumi bila diantara sejumlah bidang pekerjaan atau keprofesian tertentu selain memiliki ciri khasnya itu juga menunjukkan adanya kesamaan satu sama lain, terutama jenis-jenis bidang pekerjaan serumpun, misalnya profesi keguruan ( pengajaran ) dengan profesi bimbingan dan konseling ( BK ) dan bidang pekerjaan lainnya dalam gugus ( cluster ) profesi kependidikan.
Guru yang profesional adalah guru yang memiliki seperangkat kompetensi ( pengetahuan, keterampilan, dan perilaku ) yang harus dimiliki, dihayati, dan dikuasai oleh guru dalam melaksanakan tugas keprofesionalannya. Kompetensi yang harus dimiliki oleh guru berdasarkan Undang-undang Nomor 14 Tahun 2005 tentang Guru dan Dosen pada Bab IV Pasal 10 ayat 91, yang menyatakan bahwa “ Kompetensi guru meliputi kompetensi pedagogik, kompetensi kepribadian, kompetensi sosial, dan kompetensi profesional yang diperoleh melalui pendidikan profesi”. Dalam Peraturan Pemerintah Republik Indonesia No. 19 Tahun 2005 tentang Standar Nasional Pendidikan disebutkan standar kompetensi yang harus dimiliki seorang pengajar / guru, yakni kompetensi pedagogik, kepribadian, professional, dan sosial. Keempat bidang kompetensi diatas tidak berdiri sendiri, melainkan saling berhubungan dan saling mempengaruhi satu sama lain dan mempunyai hubungan hirarkis, artinya saling mendasari satu sama lainnya – kompetensi yang satu mendasari kompetensi yang lainnya.
Kompetensi guru di Indonesia telah pula dikembangkan oleh Proyek Pembinaan Pendidikan Guru (P3G) Departemen Pendidikan dan Kebudayaan. Pada dasarnya kompetensi guru menurut P3G bertolak dari analisis tugas-tugas seorang guru, baik sebagai pengajar, pembimbing, maupun sebagai administrator kelas. Ada sepuluh kompetensi guru menurut P3G, yakni:
Menguasai bahan
Mengelola program belajar mengajar
Mengelola kelas
Menggunakan media / sumber belajar
Menguasai landasan kependidikan
Mengelola interaksi belajar mengajar
Menilai prestasi belajar
Mengenal fungsi dan layanan bimbingan penyuluhan
Mengenal dan menyelenggarakan administrasi sekolah; dan
Memahami dan menafsirkan hasil penelitian guna kepeluan pengajaran.
Jika ditelaah, maka delapan dari sepuluh kompetensi yang disebutkan tersebut, lebih diarahkan kepada kompetensi guru sebagai pengajar. Dapat disimpulkan pula bahwa kesepuluh kompetensi tersebut hanya mencakup dua bidang kompetensi guru yakni kompetensi kognitif dan kompetensi perilaku. Kompetensi sikap, khususnya sikap profesional guru, tidak tampak. Untuk keperluan analisis tugas guru sebagai pengajar, maka kompetensi kinerja profesi keguruan ( generic teaching competencies ) dalam penampilan aktual dalam proses belajar mengajar, minimal memiliki empat kemampuan, yakni kemampuan:
1.  Merencanakan proses belajar mengajar;
2.  Melaksanakan dan memimpin/mengelola proses belajar mengajar;
3.  Menilai kemajuan proses belajar mengajar;
4.  Menguasai bahan pelajaran.
Kompetensi pedagogik merupakan kemampuan guru dalam pengelolaan pembelajaran peserta didik yang sekurang-kurangnya meliputi:
·           Pemahaman wawasan atau landasan kependidikan
·           Pemahaman terhadap peserta didik
·           Pengembangan kurikulum atau silabus
·           Perancangan pembelajaran
·           Pelaksanaan pembelajaran yang mendidik dan dialogtis
·           Pemanfaatan teknologi pembelajaran
·           Evaluasi hasil belajar
·           Pengembangan peserta didik untuk mengaktualisasikan berbagai kompetensi yang dimilkinya.
Sedangkan kompetensi kepribadian adalah sejumlah cakupan prasyarat yang harus dimiliki oleh guru dalam diri dan kepribadiannya. Kompetensi ini sekurang-kurangnya mencakup:
·           Beriman dan bertaqwa
·           Berakhlak mulia
·           Arif dan bijaksana
·           Demokratis
·           Mantap
·           Berwibawa
·           Stabil
·           Dewasa
·           Jujur
·           Sportif
·           Menjadi teladan bagi peserta didik dan masyarakat
·           Obyektif mengevaluasi kinerja sendiri
·           Mengembangkan diri secara mandiri dan berkelanjutan
Adapun kompetensi sosial merupakan kemampuan guru sebagai bagian dari masyarakat yang sekurang-kurangnya meliputi kompetensi untuk: a) berkomunikasi lisan, tulis, dan isyarat secara santun; b) menggunakan teknologi komunikasi dan informasi secara fungsional; c) bergaul secara efektif dengan peserta didik, sesama pendidik, tenaga kependidikan, pimpinan suatu pendidikan, orang tua atau wali peserta didik; d) bergaul secara santun dengan masyarakat sekitar dengan mengindahkan norma serta sistem nilai yang berlaku dan e) menerapkan prinsip persaudaraan sejati dan semangat kebersamaan.
Kompetensi profesional merupakan kemampuan guru dalam menguasai bidang ilmu pengetahuan, teknologi, dan budaya yang diampunya yang sekurang-kurangnya meliputi penguasaan dalam: a) materi pelajaran secara luas dan mendalam sesuai dengan standar isi program satuan pendidikan, mata pelajaran dan kelompok mata pelajaran yang akan diampu, b) konsep dan metode disiplin keilmuan, teknologi, atau seni yang relavan, yang secara konseptual menaungi atau koheren dengan program satuan pendidikan, mata pelajaran, dan kelompok mata pelajaran yang akan diampu.
Semua guru harus memiliki empat kompetensi tersebut, namun demikian ada sejumlah sifat tambahan yang juga harus dimiliki, lebih khusus bagi guru pendidikan agama Islam. Sifat tersebut antara lain:
1.         Zuhud dalam arti tidak mengutamakan keridlaan Allah semata.
2.         Kebersihan guru harus senantiasa dijaga.
3.         Ikhlas dalam pekerjaan.
4.         Pemaaf
5.         Seorang guru merupakan bapak / ibu, saudara, dan sahabat sebelum ia menjadi guru.
6.         Seorang guru harus mengetahui tabiat murid
7.         Menguasai materi pelajarannya
8.         Kreatif dalam memberikan pengajaran kepada siswanya, sehingga siswa mudah dalam menerima transfer pemikiran yang diberikan.
9.         Harus menaruh kasih sayang terhadap murid dan memperhatikan mereka seperti terhadap anak sendiri
10.     Memberikan nasihat kepada murid dalam setiap kesempatan
11.     Mencegah murid dari akhlak yang tidak baik dengan jalan sindiran, terus terang, halus dengan tidak mencela.
12.     Guru harus memperhatikan tingkat kecerdasan muridnya dan berbicara dengan mereka dengan kadar akalnya, termasuk di dalamnya berbicara dengan bahasa mereka.
13.     Tidak menimbulkan kebencian pada murid terhadap suatu cabang ilmu yang lain
14.     Guru harus mengamalkan ilmu serta menyelaraskan kata dengan perilaku.[9]
Selain beberapa hal di atas, guru pendidikan Islam yang kompeten dan profesional juga harus mampu menjadi Informal Leader. Hal ini dikarenakan zaman terus berubah, permasalahan bertambah, dan tantangan pun meruah, maka mau tidak mau metode untuk merespon persoalan tersebut harus terus dikembangkan hingga pada titik yang paling sempurna. Bila diterjemahkan lebih jauh, Informal Leader ( IL ) adalah orang dalam organisasi atau unit kerja yang tidak memiliki otoritas atau posisi penting, namun IL mampu menjadi pemimpin kelompoknya secara informal karena kebaikannya bisa diterima oleh kelompok tersebut ataupun orang lain.

2.6    Analisis
1.    Kelebihan
a.         Penguasaan yang lebih mendalam dalam hal pengetahuan keagamaan.
b.         Disegani oleh masyarakat.
c.         Pemegang kontrol dalam membentuk kematangan akhlak siswa.

2.    Kelemahan
a.         Kebanyakan dipandang dengan sebelah mata.
b.         Terkadang kaku dalam bergaul.
c.         Kudis ( kurang disiplin )
d.        Kusta ( kurang strategi )
e.         Asma ( asal masuk kelas )
f.          Kram ( kurang terampil )
g.         Kurap ( kurang  persiapan )
h.         Asam Urat ( asal sampaikan materi kurang akurat )
i.           Lesu ( lemah sumber )
j.           Diare ( diremehkan siswa )
k.         TBC ( tidak bisa computer )
l.           AID ( aras arasen ikut diklat ), dll.
BAB III
PENUTUP
3.1    Kesimpulan
Berdasarkan dari hasil pembahasan di atas maka dapat diambil kesimpulan sebagai berikut:
1.    Etika profesi diperlukan untuk menjaga martabat serta kehormatan profesi, dan di sisi lain melindungi masyarakat dari segala bentuk penyimpangan maupun penyalahgunaan keahlian.
2.    Etika berasal dari kata “ethos” ( bahasa Yunani ) yang berarti karakter, watak kesusilaan atau adat. Sebagai suatu subyek, etika akan berkaitan dengan konsep yang dimiliki oleh individu ataupun kelompok untuk menilai apakah tindakan-tindakan yang telah dikerjakannya itu salah atau benar, buruk atau baik.
3.    Profesi guru pendidikan agama Islam adalah suatu jabatan yang dipegang oleh  orang-orang yang berwenang dan bertanggung jawab terhadap perkembangan peserta didiknya dalam proses transinternalisasi pengetahuan dan nilai Islam dengan upaya mengembangkan seluruh potensi peserta didik baik potensi afektif ( rasa ), kognitif ( cipta ), maupun psikomotorik ( karsa ) melalui upaya pengajaran, pembiasaan, dan bimbingan yang semuanya itu tidak lain untuk tercapainya keselamatan dunia dan akhirat serta menjadikannya sebagai pandangan hidup sehari-hari.
4.    Kode etik guru PAI adalah himpunan nilai-nilai dan norma-norma profesi guru PAI yang tersusun dengan baik dan sistematik dalam suatu sistem yang utuh dan bulat.
5.    Kompetensi guru adalah seperangkat penguasaan kemampuan yang harus ada dalam diri guru agar dapat mewujudkan kinerjanya secara tepat dan efektif. Dalam rangka meningkatkan kemampuan profesional guru, maka pelayanan supervisi memegang peranan penting dalam hubungannya dengan usaha meningkatkan kualitas pendidikan, baik para pendidik maupun lulusan sistem pendidikan.





Daftar Pustaka

Ahmadi. 1984.  Ilmu Pendidikan : Suatu Pengantar. Salatiga: CV. Saudara.
Ali, M.A ,Prof. Dr. H. Zainuddin. 2007. Pendidikan Agama Islam. Jakarta: Bumi Aksara.
Djamarah,  Syaiful Bahri. 2000. Guru dan Anak Didik dalam Interaksi Edukatif.  Jakarta: Rineka Cipta.
Dr. H. Anshori LAL., MA. 2010. Transformasi Pendidikan Islam. Jakarta: Gaung Persada Press.
Kosasi, M. Sc, Drs. Raflis dan Prof. Soetjipto.  2009. Profesi Keguruan. Jakarta: PT. Rineka Cipta.
Mujib, M.Ag, Dr. Abdul dan Dr. Jusuf Mudzakkir, M. Si. 2006. Ilmu Pendidikan Islam. Jakarta: Kencana.
Saaudagar,  Fachruddin  dan Ali Idrus. 2009. Pengembangan Profesionalitas Guru.  Jakarta: Gaung Persada Press.
Sanusi, dkk. 1990. Studi Pengembangan Model Pendidikan Profesional Tenaga Kependidikan. Bandung : PPS IKIP Bandung.
Saud, Udin Syaefudin. 2009. Pengembangan Profesi Guru. Bandung : CV. Alfa Beta.
Supeno, Hadi. 1995. Potret Guru.  Jakarta: Pustaka Sinar Harapan.






[1] Sanusi, dkk, Studi Pengembangan Model Pendidikan Profesional Tenaga Kependidikan, (Bandung : PPS IKIP Bandung, 1990), hlm. 19
[2] Udin Syaefudin Saud, Pengembangan Profesi Guru (Bandung : CV. Alfa Beta, 2009), hlm. 7
[3] Fachruddin Saudagar dan Ali Idrus, Pengembangan Profesionalitas Guru, (Jakarta: Gaung Persada Press, 2009), hlm. 1-7
[4] Hadi Supeno, Potret Guru ( Jakarta: Pustaka Sinar Harapan, 1995 ), hlm. 26
[5] Syaiful Bahri Djamarah, Guru dan Anak Didik dalam Interaksi Edukatif ( Jakarta: Rineka Cipta, 2000), hlm. 31
[6] Ahmadi, Ilmu Pendidikan ( Suatu Pengantar ), ( Salatiga: CV. Saudara,  1984), hlm 68
[7] Abdul Mujib, Ilmu Pendidikan Islam, ( Jakarta: Kencana, 2008 ), hlm. 25
[8] Dr. Abdul Mujib, M.Ag  dan Dr. Jusuf Mudzakkir, M. Si. Ilmu Pendidikan Islam ( Jakarta: Kencana ,  2006), hlm. 100-101
[9] Anshori, Transformasi Pendidikan Islam, ( Jakarta: Gaung Persada Press,  2010 ), hlm. 63

No comments:

Post a Comment