BAB
II
TINJAUAN PUSTAKA
A.
Landasan Teori
1. Kepemimpinan
a. Pengertian kepemimpinan
Kepemimpinan merupakan masalah yang sangat
penting dalam manajemen dan organisasi. Bahkan ada yang mengatakan bahwa
kepemimpinan merupakan jantung atau intinya manajemen dan organisasi. Menurut Sofyan Syafri Harahap (1996:233),
Kepemimpinan (Leadership) adalah proses mempengaruhi orang lain yang dimaksud
untuk membentuk perilaku yang sesuai dengan kehendak kita. Sementara itu Kartini Kartono (1998:135) mengemukakan
bahwa kepemimpinan adalah kemampuan untuk memberikan pengaruh yang konstruktif
kepada orang lain untuk melakukan usaha yang kooperatif dalam mencapai tujuan
yang sudah direncanakan.
Jadi dari pengertian tersebut di atas jelas
sekali terlihat bahwa seseorang pemimpin dengan kepemimpinannya haruslah mampu
mempengaruhi, mengubah dan menggerakan tingkah laku bawahan atau orang lain
untuk mencapai tujuan.
Ada 4 faktor yang dipengaruhi oleh pimpinan
terhadap bawahannya, antara lain sikap (attitudes), perilaku/tindakan (behavior),
pikiran (ideas) dan perasaan (feelings). Menurut Djoko Wionarso (1993:4) di
antara keempat faktor tersebut perasaan (feeling) merupakan faktor yang sangat
penting untuk dipengaruhi karena teletak di dasar lubuk hati yang terdalam,
agar timbul:
a)
Sense of
belonging (merasa ikut memiliki);
b)
Sense of
participation (merasa ikut serta);
c)
Sense of
responsibility (merasa ikut bertanggung jawab).
b. Teori kepemimpinan
Teori kepemimpinan
adalah penggeneralisasian suatu seri perilaku pemimpin dan konsep-konsep kepemimpinannya
dengan menonjolkan latar belakang historis, sebab-musabab timbulnya
kepemimpinan. Pada umumnya teori kepemimpinan berusaha untuk menjelaskan dan
menginterprestasikan tentang pemimpin dan kepemimpinan dengan mengemukakan
beberapa segi antara lain:
1) Latar
belakang sejarah pemimpin dan kepemimpinan
Kepemimpinan muncul bersama-sama dengan
adanya peradaban manusia, sejak jaman nabi-nabi dan nenek moyang manusia yang
secara bersama-sama berkumpul untuk mempertahankan keberadaan hidupnya, melawan
kebuasan binatang dan alam sekitarnya. Sejak saat itulah terjadinya kerja sama
antara manusia dalam menaklukan alam sekitarnya dan terdapat unsur
kepemimpinannya. Pada saat itu yang ditunjuk atau dijadikan sebagai pemimpin
adalah pribadi atau sosok orang-orang yang paling kuat, cerdas dan berani di
antara mereka. Secara ringkas dapatlah dikatakan bahwa kapan dan di manapun
pemimpin dan kepemimpinan itu selalu diperlukan, terutama pada jaman modern
seperti sekarang ini dan dimasa-masa yang akan datang.
2) Sebab-sebab
munculnya pemimpin
Ada tiga teori yang menonjol dalam
menjelaskan tentang munculnya pemimpin, yaitu:
a) Teori
genetis
Teori ini menyatakan bahwa pemimpin itu
tidak dibuat, melainkan dilahirkan sebagai pemimpin dengan bakat-bakat
kepemimpinan yang alami yang dibawa sejak lahir, dan dia tidak ditakdirkan
lahir menjadi pemimpin dalam situasi dan kondisi yang bagaimanapun juga. Jadi
teori ini menekankan bahwa seseorang bisa menjadi pemimpin karena faktor
keturunan.
b) Teori
sosial
Teori ini berlawan dengan teori genetis
karena teori ini menyatakan bahwa pemimpin itu bukan dilahirkan begitu saja,
melainkan harus disiapkan, dididik, dan
dibentuk. Setiap orang yang menjadi
pemimpin adalah terbentuk dari usaha penyiapan dan pendidikan yang didorong
oleh kemauan pribadi. Jadi teori ini lebih menekankan bahwa yang bisa jadi
pemimpin ditentukan oleh kondisi faktor sosial.
c) Teori
ekologis atau sintetis
Teori ini muncul sebagai reaksi dari kedua
teori sebelumnya. Teori ini menyatakan bahwa seseorang akan sukses menjadi
pemimpin jika dia memiliki bakat-bakat kepemimpinan sejak lahir dan bakat-bakat
itu dikembangkan melalui pengalaman dan jalur pendidikan serta sesuai dengan
tuntutan lingkungan atau ekologisnya.
3) Tipe dan
gaya kepemimpinan
Pemimpin itu mempunyai sifat, kebiasaan, tempramen, watak dan
kepribadian tersendiri yang unik dan khas, sehingga tingkah laku dan gayanyalah
yang membedakan dirinya dengan orang lain. Gaya kepemimpinan adalah suatu pola
perilaku seseorang untuk memotivasi orang lain agar mereka mau bekerja sama
untuk mencapai tujuan. Menurut Sondang P. Siagian tipe atau gaya kepemimpinan
itu antara lain:
a) Gaya
kepemimpinan otokratik
Otokrat berasal dari kata autos
yang berarti sendiri dan kratos yang
berarti kekuasaan, kekuatan. Jadi
otokrat berarti penguasa absolut.
Kepemimpinan otokratik biasanya mendasarkan diri pada kekuasaan dan
paksaan yang mutlak harus dipatuhi. Pemimpin seperti ini selalu ingin berperan
sebagai seorang pemain tunggal, egoismenya sangat besar dan cenderung menganut
nilai-nilai organisasional yang berkisar pada pembenaran segala cara yang
ditempuh untuk mencapai tujuannya.
Karena sifat egoismenya yang sangat besar, pemimpin seperti ini
cenderung memperlakukan karyawan/bawahan sama dengan alat-alat lainnya dalam
organisasi dan kurang menghargai harkat dan martabat manusia, lebih
berorientasi pada pelaksanaan dan penyelesaian tugas tanpa memperhatikan
kepentingan dan kebutuhan para bawahannya.
Dalam pengambilan keputusan dia tidak mengikut sertakan partisipasi
dari para bawahan, melainkan keputusan diambil dan ditentukan sendiri. Pemimpin yang memiliki gaya kepemimpinan
seperti ini akan selalu menuntut ketaatan penuh dari para bawahannya,
menegakkan disiplin yang kaku dan
bernada keras dalam memberikan perintah dan instruksi, serta selalu berada jauh
dari kelompoknya sehingga tidak ada komunikasi yang baik dengan bawahannya.
b) Gaya
kepemimpinan demokratik
Gaya kepemimpinan demokratik ini lebih menekankan pada partisipasi
anggotanya daripada bertindak dan menentukannya sendiri. Peranannya selaku pimpinan dalam
organisasional adalah sebagai koordinator dan integrator dari berbagai unsur
dan komponen organisasi sehingga bergerak sebagai suatu totalitas, dan terdapat
koordinasi pekerjaan pada semua bawahan dengan penekanan pada rasa tanggung jawab
pada diri sendiri dan pekerjaan yang tinggi serta kerja sama yang baik.
Kekuatan kepemimpinan
demokratis ini bukan terletak pada individu pemimpin, melainkan pada
partisipasi aktif dari setiap anggota organisasi. Kepemimpinan demokratis sangat menghargai
potensi setiap individu dan mau mendengarkan setiap keluhan, saran dan nasehat
dari bawahan serta mampu memanfaatkan kapasitas setiap anggota seefektif
mungkin pada saat-saat dan kondisi yang tepat.
Kepemimpinan ini sering juga disebut sebagai kepemimpinan group developer karena memiliki sifat
kreatif, dinamis, inovatif, mampu memberikan/melimpahkan wewenang dengan baik
serta menaruh kepercayaan kepada bawahan dan lebih mengutamakan kesejahteraan,
harkat dan martabat manusia.
c) Gaya
kepemimpinan bebas/laizzes faire
Pada tipe dan gaya kepemimpinan seperti ini seorang pemimpin praktis
tidak memimpin, karena dia membiarkan setiap orang dalam kelompoknya berbuat
sekehendak mereka, pemimpin tidak berpartisipasi sedikitpun dalam kegiatan
kelompoknya, semua pekerjaan dan tanggung jawab harus dilakukan sendiri
oleh bawahannya. Keberadaan pemimpin ini
hanya sebagai simbol dan biasanya tidak memiliki keterampilan teknis serta
kewibawaan, sehingga tidak bisa mengontrol anak buahnya dan tidak mampu
melaksanakan koordinasi kerja serta tidak mampu menciptakan suasana atau iklim
kerja yang kooperatif.
d) Gaya
kepemimpinan paternalistik
Tipe atau gaya kepemimpinan ini banyak terdapat di lingkungan
masyarakat yang masih bersifat tradisional, dan umumnya di masyarakat agraris.
Popularitas pemimpin paternalistik di lingkungan masyarakat bisa saja
disebabkan oleh beberapa faktor, seperti kuatnya ikatan primodial, extended
family system, kehidupan masyarakat yang komunalistik, peranan adat istiadat
yang sangat kuat dalam kehidupan bermasyarakat, serta masih dimungkinkannya
hubungan pribadi yang intim antara seorang anggota masyarakat dengan anggota
masyarakat lainnya.
Salah satu ciri utama dari masyarakat tradisional ini adalah rasa hormat yang
tinggi yang ditujukan oleh para anggota masyarakat kepada orang tua atau orang
yang dituakan. Dalam kehidupan organisasional persepsi seorang pemimpin yang
paternalistik tentang peranannya diwarnai oleh harapan para pengikutnya
kepadanya. Harapan itu pada umumnya berwujud keinginan agar pemimpin mereka
mampu berperan sebagai bapak yang besifat melindungi dan yang layak dijadikan
sebagai tempat bertanya untuk mendapatkan petunjuk.
Kepemimpinan paternalistik memandang bahwa kepemimpinannya sebagai
suatu hal yang normal dan wajar, dengan implikasi organisasionalnya seperti
kewenangan memerintah dan mengambil keputusan tidak harus berkonsultasi dengan
para bawahannya. Singkatnya, legitimasi kepemimpinannya berarti penerimaan atas
peranannya yang dominan dalam kehidupan organisasional. Sementara itu dari segi
nilai-nilai organisasional yang dianut, biasanya seorang pemimpin yang
paternalistik mengutamakan kebersamaan. Berdasarkan nilai-nilai tersebut,
pemimpin yang bersangkutan berusaha untuk memperlakukan semua orang dan semua
satuan kerja dalam organisasi secara adil dan merata. Sikap kebapakan
menyebabkan hubungan atasan dengan bawahan lebih bersifat informal dari pada
hubungan formal. Hanya saja hubungan yang lebih bersifat informal ini dilandasi
oleh pandangan bahwa para bawahan itu belum mencapai tingkat kedewasaan yang
sedemikian rupa sehingga mereka tidak bisa dibiarkan bertindak sendiri.
e) Gaya
kepemimpinan kharismatik
Kepemimpinan kharismatik ini memiliki karakteristik yang khas yaitu
daya tariknya yang sangat memikat sehingga mampu mendapatkan pengikut yang
sangat besar. Tegasnya pemimpin yang kharismatik adalah pemimpin yang sangat
dikagumi oleh para pengikutnya, meskipun para pengikutnya tidak bisa
menjelaskan secara jelas mengapa orang tersebut mereka kagumi.
Penampilan pisik, umur dan harta bukanlah ukuran yang umum bagi
karakteristik seorang pemimpin yang kharismatik. Mungkin karena kekurangan
pengetahuan untuk menjelaskan keriteria ilmiah mengenai kepemimpinan
kharismatik, orang-orang cenderung mengatakan bahwa ada orang-orang tertentu
yang memiliki ”kekuatan ajaib” yang tidak bisa dijelaskan secara ilmiah yang
menjadikan orang-orang tertentu bisa dipandang sebagai pemimpin yang
kharismatik. Tetapi sesuatu hal yang sangat menarik untuk diperhatikan bahwa
para pengikut pemimpin kharismatik tidak mempersoalkan nilai-nilai yang dianut,
sikap dan perilaku serta gaya yang digunakan oleh pemimpin mereka. Bisa saja
seorang pemimpin yang kharismatik mengunakan pendekatan yang otokratik atau
diktatorial, tetapi para pengikutnya tetap setia kepadanya.
Sedangkan
gaya kepemimpinan menurut teori Path Goal (jalan tujuan) adalah:
a)
Kepemimpinan direktif,
yaitu gaya kepemimpinan yang mempunyai hubungan yang positif dengan kepuasan
dan harapan bawahan. Atasan sering memberikan perintah atau tugas khusus (otokrasi).
b)
Kepemimpinan suportif,
yaitu kepemimpinan yang selalu bersedia menjelaskan segala permasalahan pada
bawahan, mudah didekati dan memuaskan hati para karyawan.
c)
Kepemimpinan partisipatif,
yaitu gaya kepemimpinan yang meminta dan menggunakan saran-saran bawahan dalam
rangka mengambil keputusan.
d)
Kepemimpinan orientasi prestasi, yaitu gaya kepemimpinan yang mengajukan tantangan yang menarik
bagi bawahan dan merangsang untuk mencapai tujuan, serta melaksanakannya dengan
baik. Makin tinggi orientasi pemimpin akan
prestasi, maka makin banyak bawahan yang peracaya akan menghasilkan
pelaksanaan kerja yang efektif.
4) Syarat-syarat
kepemimpinan
Kartini Kartono (1998:31) mengemukakan ada tiga syarat utama yang harus dimiliki
seorang pemimpin, yaiu:
a) Kekuasaan/kewenangan
Kekuasaan atau kewenangan adalah kekuatan, otoritas dan legalitas
yang memberikan wewenang kepada seseorang/pemimpin untuk mempengaruhi dan
mengerakkan bawahan untuk berbuat sesuatu.
b) Kewibawaan
Kewibawaan adalah kelebihan, keunggulan, keutamaan yang dimiliki
oleh seseorang sehingga ia mampu mbawani
atau mengatur orang lain, membuat orang patuh kepadanya, serta membuat orang
mau melakukan perbuatan-perbuatan tertentu.
c) Kemampuan
Kemampuan adalah segala daya, kesanggupan, kekuatan dan kecakapan/keterampilan baik teknis maupun sosial, yang dianggap melebihi dari kemampuan orang lainnya.
c.
Fungsi kepemimpinan
Menurut Kartini
Kartono (1998:81) fungsi kepemimpinan adalah:
“Memandu, memberi atau membangun motivasi-motivasi
kerja, mengemudikan organisasi, menjalin jaringan-jaringan komunikasi yang
baik, memberikan supervisi/pengawasan yang efisien, dan membawa para
pengikutnya kepada sasaran yang ingin di capai sesuai dengan ketentuan waktu
dan perencanaan”.
d.
Tanggung jawab dan wewenang kepemimpinan
Keberhasilan suatu organisasi sebagian
besar ditentukan oleh pemimpin dan kepemimpinannya, sehingga ia memiliki
kewajiban untuk mencapai tujuan organisasi dan memberikan perhatian terhadap
kebutuhan karyawannya.
Untuk mecapai tujuan tersebut seorang pemimpin harus melaksanakan
serta memenuhi tugas-tugas dan tanggung jawabnya sebagai pemimpin. Menurut Robert C. Miljus, seperti yang dikutif
oleh Heidjrachman dan Suad Husnan (1990:218) bahwa tanggung
jawab seorang pemimpin adalah sebagai berikut:
1)
Menentukan
pelaksanaan kerja yang realistis (dalam artian kuantitas, kualitas, keamanan,
dan lain sebagainya);
2)
Melengkapai
para karyawan dan suberdaya-sumberdayanya yang diperlukan untuk menjalankan
tugas.
3)
Mengkomunikasikan
kepada para karyawan tentang apa yang diharapakan dari mereka.
4)
Memberikan
susunan hadiah yang sepadan dengan jasa mereka guna mendorong motivasi.
5)
Mendelegasikan
wewenang apabila diperlukan dan mengundang partisipasi apabila memungkinkan.
6)
Menghilangkan
hambatan untuk melaksanakan pekerjaan
yang efektif.
7)
Menilai
pelaksanaan pekerjaan dan mengkomunikasikan hasilnya.
8)
Menunjukkan
perhatian kepada para karyawan.
Agar seorang pemimpin dapat mencapai tujuannya secara efektif, maka
ia harus memiliki wewenang untuk mempengaruhi dan mengerahkan orang lain untuk
mencapai tujuannya. Ada beberapa macam wewenang diantaranya adalah:
1)
Top down
authority
Yaitu wewenang yang dimiliki oleh seseorang karena adanya pelimpahan
wewenang dari pimpinan atau atasannya.
2)
Bottom up
authority
Yaitu wewenang yang dimiliki oleh
seseorang karena ditunjuk sebagai pemimpin oleh para pengikutnya.
e.
Menentukan gaya kepemimpinan yang tepat
Dari gaya kepemimpinan yang ada, dapat dikemukakan bahwa tidak ada
gaya kepemimpinan yang jelek atau lebih baik dan selalu tepat dalam semua
situasi. Efektifitas kepemimpinan sangat
dipengaruhi oleh faktor-faktor situasional yaitu:
1)
Faktor
situasional yang berkaitan dengan diri pemimpin yang meliputi nilai-nilai
keperibadian, kebiasaan, rasa aman terhadap suatu gaya yang diterapkan, dan
beberapa karakteristik seorang pemimpin itu sendiri.
2)
Faktor
situasional yang ada pada bawahan juga
perlu dipertimbangkan yang meliputi hubungan antara kebutuhan dengan tugas yang
dihadapi, pendidikan dan kematangan psikologisnya yang berkaitan dengan
tuntutan keterampilan untuk melaksanakan tugas.
3)
Faktor
situasional lainnya yang perlu dipertimbangkan
yang dapat mempengaruhi gaya kepemimpinan sesorang meliputi nilai-nilai
yang dianut suatu organisasi, misi atau tujuan yang ingin dicapai, besar
kecilnya anggota dalam organisasi, kemampuan suatu kelompok untuk bekerja
secara bersama-sama, suasana kerja yang mendukung dan tingkat kerumitan tugas
serta legitimasi kuasa.
Dari uraian tersebut diatas maka dapat disimpulkan bahwa efektifitas
gaya kepemimpinan seseorang sangat ditentukan oleh kemampuan pemimpin menguasai
faktor-faktor situasional tersebut, dan kempuan pemimpin dalam beradaptasi
dengan situasi yang dihadapi, baik itu situasi organisasi, bawahan, maupun
kemampuan melakukan penilaian diri untuk mampu memerankan dirinya sebagai pemimpin
dengan memandang kepemimpinannya sebagai
suatu seni memipin secara kreatif dan dinamis, Abi Sujak (1990:28).
2. Motivasi
a.
Pengetian motivasi.
Motivasi berasal dari bahasa Latin “Movere” yang berarti “Dorongan atau
Daya penggerak”. Motivasi ini hanya diberikan kepada manusia, khususnya kepada
para bawahan atau pengikut.
Menurut Malayu
S.P Hasibuan (1999:95) Motivasi adalah pemberian daya penggerak yang
menciptakan kegairahan kerja seseorang, agar mereka mau bekerja sama, bekerja
efektif dan terintegrasi dengan segala daya upaya untuk mencapai kepuasan.
Motivasi mempersoalkan bagaimana cara mendorong gairah
atau semangat kerja bawahan, agar mereka mau bekerja keras dengan segala
kemampuan, kecakapan dan keterampilan yang dimiliki untuk mewujudkan tujuan perusahaan.
Motivasi ini sangat penting, karena dengan adanya motivasi diharapkan setiap
individu karyawan memiliki semangat untuk mencapai produktivitas kerja yang
tinggi.
Memotivasi bukanlah hal yang mudah, karena sulit untuk
mengetahui dan menentukan kebutuhan (needs) dan keinginan (wants) dari para
karyawan.
Pada dasarnya kebutuhan setiap orang adalah sama,
sedangkan keinginan dari setiap orang tidak sama antara yang satu dengan yang
lain, karena dipengaruhi oleh selera, kebiasaan, kemampuan, pendidikan dan
lingkungannya.
b.
Pola motivasi
Menurut David
Mc. Clelland ada 4 pola motivasi, seperti yang
dikemukakan oleh Malayu S.P Hasibuan
(1999: 95) antara lain:
a.
Achievement
motivation, yaitu suatu keinginan untuk
mengatasi atau mengalahkan suatu tantangan, untuk kemajuan dan pertumbuhan.
b.
Affiliation motivation,
yaitu dorongan untuk melakukan hubungan dengan orang lain.
c.
Competance motivation,
yaitu dorongan untuk berpartisipasi aktif dengan melakukan pekerjaan yang
bermutu tinggi.
d.
Power motivation, yaitu
dorongan untuk dapat mengendalikan suatu keadaan dan adanya kecenderungan
mengambil risiko dalam menghancurkan rintangan yang terjadi.
c.
Tujuan motivasi
Menurut Malayu
S.P. Hasibuan (1999:95) pemberian motivasi kepada para bawahan atau
karyawan oleh pimpinan atau manajer bertujuan untuk:
1)
Mendorong
gairah dan semangat kerja karyawan;
2)
Meningkatkan
moral dan kepuasan kerja karyawan;
3)
Mempertahankan
loyalitas dan kestabilan karyawan di perusahaan;
4)
Meningkatkan
kedisiplinan dan menurunkan absensi karyawan;
5)
Mengefektifkan
pengadaan karyawan;
6)
Menciptakan
suasan dan hubungan kerja yang baik;
7)
Meningkatkan
kreativitas dan prestasi keja karyawan;
8)
Meningkatkan
tingkat kesejahteraan karyawan;
9)
Mempertinggi
tanggungjawab karyawan terhadap tugasnya;
10)
Meningkatkan
efisiensi penggunaan alat-alat dan bahan baku.
d.
Jenis motivasi
Menurut
Heidjrahcman dan Suad Husnan (1997:204-205) ada 2
jenis motivasi, yaitu:
1)
Motivasi positif, yaitu
proses untuk mencoba mempengaruhi orang lain agar menjalankan sesuatu yang kita
inginkan dengan cara memberikan kemungkinan-kemungkinan untuk mendapatkan
hadiah.
2)
Motivasi negatif, yaitu
proses untuk mempengaruhi seseorang agar mau melakukan sesuatu yang kita
inginkan dengan kekuatan ketakutan.
Pada jenis motivasi negatif dalam jangka pendek dapat
meningkatkan kegairahan kerja, karena mereka takut terhadap sanksi atau hukuman
yang akan mereka terima, namun untuk jangka panjang hal ini dapat berakibat
kurang baik.
Dalam praktek kedua jenis motivasi tersebut di atas
sering digunakan oleh manajer suatu perusahaan untuk meningkatkan semangat
kerja karyawanya, namun penggunaan kedua jenis motivasi tersebut harus
seimbang, dan manajer harus memahami kapan di antara kedua jenis motivasi
tersebut dapat efektif untuk merangsang semangat atau gairah kerja karyawan
baik dalam jangka pendek maupun jangka panjang.
e.
Faktor-faktor motivasi
Menurut Chung
dan Megginson seperti yang dikutip oleh Faustino Cardoso Gomes (2000:180-181), bahwa motivasi seseorang
pekerja itu melibatkan 2 faktor, yaitu:
1)
Faktor individual, seperti
kebutuhan-kebutuhan (needs), tujuan-tujuan (goals), sikap (attitudes),
kemampuan (abilities).
2)
Faktor organisasional,
seperti pembayaran atau gaji (pay), keamanan pekerjaan (job security), sesama
pekerja (co-workers), pengawasan
(supervision), pujian (praise), dan pekerjaan itu sendiri (job itself).
f.
Alat-alat motivasi
Menurut Malayu
S.P. Hasibuan (1999:99) alat-alat motivasi itu terdiri dari:
1)
Materiil insentif, yaitu
alat motivasi yang diberikan berupa uang/barang yang mempunyai nilai pasar,
dengan kata lain memberikan kebutuhan ekonomis.
2)
Non-materiil insentif,
yaitu alat motivasi yang diberikan itu berupa barang atau benda yang tidak
ternilai, dengan kata lain hanya memberikan rasa kepuasan dan kebanggaan rohani
semata.
3)
Kombinasi
antara materiil dan non-materiil insentif, yaitu alat motivasi yang diberikan
itu berupa mateiil insentif dan non-materiil insentif sekaligus.
g.
Teori motivasi
1) Teori
kepuasan (Content theory)
Teori ini berasumsi bahwa faktor-faktor kebutuhan dan
kepuasan yang mendorong manusia untuk berperilaku atau melakukan aktivitas
tertentu. Jadi menurut teori ini semangat atau kegairahan kerja seseorang itu
didorong oleh keinginan untuk memenuhi kebutuhan dan kepuasannya, sehingga
semakin tinggi satandar kebutuhan dan
kepuasan seseorang, maka semakin giat juga ia bekerja untuk memenuhi kebutuhan
atau kepuasannya.
Adapun
teori-teori kebutuhan yang terkenal dalam teori kepuasan ini antara
lain:
a)
Teori
klasik atau teori kubutuhan tunggal
Teori ini dikemukakan oleh Fredderick Winslow Taylor yang menyatakan
bahwa motivasi para pekerja itu hanya untuk memenuhi kebutuhan biologis saja,
yaitu kebutuhan untuk mempertahankan kelangsungan hidup.
b)
Teori
hirarki kebutuhan Maslow ( Maslow’s Need Hierarchy)
Teori ini dikemukakan oleh A. H. Maslow yang menyatakan tiga asumsi
pokok, yaitu:
1.
Manusia
adalah makhluk yang selalu berkeinginan, dan keinginan mereka itu selalu tidak
terpenuhi seluruhnya.
2.
Setelah
satu keinginan terpenuhi langsung muncul keinginan yang lain. Proses ini tidak
pernah berakhir dan berlangsung dari lahir hingga akhir hayat.
3.
Kebutuhan
manusia itu tersusun menurut hirarki tingkat pentingnya kebutuhan, yang
meliputi:
a.
Physiological
needs (Kebutuhan fisik/biologis), yaitu kebutuhan yang diperlukan untuk
mempertahankan kelangsungan hidup, seperti air, udara, makan, minum, rumah, sex
dan lain sebagainya.
b.
Safety
needs (Kebutuhan keamanan), yaitu kebutuhan akan rasa aman dari ancaman,
kecelakaan dan keselamatan dalam bekerja.
c.
Social
needs (Kebutuhan sosial), yaitu kebutuhan untuk bersosialisasi, bergaul,
berteman, dicintai dan mencitai serta diterima dalam pergaulan masyarakat luas.
d.
Esteem
needs (Kebutuhan harga diri), yaitu kebutuhan akan pengakuan dan penghargaan
diri dalam lingkungan kerja dan masyarakat luas.
e.
Self-actualization
needs (kebutuhan aktualisasi diri), yaitu kebutuhan akan aktualisasi diri
dengan menggunakan kecakapan, kemampuan, keterampilan dan potensi diri lainnya
untuk mencapai prestasi kerja yang luar biasa dan sangat memuaskan yang sulit
dicapai oleh orang lain.
c)
Alderfer’s
Existence, Relatedness and Growth (ERG) Theory
Teori ini dikemukan oleh Clayton Alderfer seorang ahli dari Yale
University. Teori ini merupakan penyempurnaan dari teori hirarki kebutuhan
Maslow. Alderfer mengemukakan bahwa ada 3 kelompok kebutuhan utama, yaitu:
1.
Kebutuhan
akan keberadaan (Existence Needs);
2.
Kebutuhan
akan afiliasi (relatedness Needs);
3.
Kebutuhan
akan kemajuan (Growth Needs).
2) Teori
proses (Pocess theory)
Teori ini mengusahakan agar setiap pekerja mau bekerja giat sesuai
harapan. Daya penggerak yang memotivasi semangat kerja itu tergantung dari
harapan yang akan diperolehnya. Jika harapannya menjadi kenyataan, maka pekerja
cenderung meningkatkan kualitasnya. Dalam hal ini ada 2 macam teori motivasi
proses yang terkenal, yaitu:
a.
Teori
harapan (Expectancy Theory)
Teori ini dikemukakan oleh Victor H. Vroom yang menyatakan bahwa
seseorang bekerja untuk merealisasikan harapan-harapannya terhadap pekerjaan
itu. Jadi semangat atau kegairahan kerja seseorang itu tergantung pada seberapa
besar pekerjaan tersebut dapat memenuhi harapannya.
b.
Teori
keadilan (Equity Theory)
Teori ini menyatakan bahwa keadilan merupakan daya penggerak yang
memotivasi semangat kerja seseorang. Sehingga seorang atasan harus bertindak
adil terhadap semua bawahannya. Penilaian dan pengakuan mengenai perilaku
bawahan harus dinilai secara obyektif (baik/salah), bukan atas dasar suka atau
tidak suka (like or dislike). Jika hal ini diterapkan dengan baik, maka
semangat kerja para karyawan akan meningkat.
B. Model Analisis dan Hipotesis
a. Model analisis
Variabel bebas dalam penelitian ini adalah
Gaya kepemimpinan (X) yang tediri dari 3 variabel, yaitu X1=
Kepemimpinan direktif, X2= Kepemimpinan suportif, X3=
Kepemimpinan partisipatif sedangkan
variabel terikat adalah Motivasi Kerja (Y). Variabel bebas adalah variabel yang
mempengaruhi atau yang menjadi sebab perubahan atau timbulnya variabel terikat.
Sedangkan variabel terikat adalah variabel yang dipengaruhi atau yang menjadi
akibat, karena adanya variabel bebas. Karena dalam variabel X (Gaya
Kepemimpinan) terdapat 3 variabel bebas
yaitu X1= Kepemimpinan direktif, X2= Kepemimpinan
suportif, X3= Kepemimpinan partisipatif, maka model analasis dalam
penelitian ini adalah:
Y = a + b1X1+ b2X2+ b3X3
……………………………. (1)
Dimana:
Y = Variabel terikat (variabel yang dipengaruh)
a = Harga Y jika X= 0 (konstanta)
b1,b2,b3 = Koefisien regresi yang menunjukkan
perubahan pada variabel terikat yang
didasarkan pada variabel bebas.
X1,X2,X3 = Varibel bebas (varibel
yang mempengaruhi)
b.
Hipotesis
Hipotesis adalah jawaban sementara atas rumusan
masalah yang masih harus diteliti kebenarannya. Hipotesis dalam penelitian ini
yaitu ”Diduga Gaya Kepemimpinan berpengaruh secara signifikan terhadap Motivasi
Kerja Karyawan pada PT. Pos Indonesia (persero) Kantor Pos Malang”.
No comments:
Post a Comment