Friday, September 11, 2015

kepemimpinan



BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

A.      Landasan Teori
1.    Kepemimpinan
a. Pengertian kepemimpinan
Kepemimpinan merupakan masalah yang sangat penting dalam manajemen dan organisasi. Bahkan ada yang mengatakan bahwa kepemimpinan merupakan jantung atau intinya manajemen dan organisasi. Menurut Sofyan Syafri Harahap (1996:233), Kepemimpinan (Leadership) adalah proses mempengaruhi orang lain yang dimaksud untuk membentuk perilaku yang sesuai dengan kehendak kita. Sementara itu Kartini Kartono (1998:135) mengemukakan bahwa kepemimpinan adalah kemampuan untuk memberikan pengaruh yang konstruktif kepada orang lain untuk melakukan usaha yang kooperatif dalam mencapai tujuan yang sudah direncanakan.
Jadi dari pengertian tersebut di atas jelas sekali terlihat bahwa seseorang pemimpin dengan kepemimpinannya haruslah mampu mempengaruhi, mengubah dan menggerakan tingkah laku bawahan atau orang lain untuk mencapai tujuan.
Ada 4 faktor yang dipengaruhi oleh pimpinan terhadap bawahannya, antara lain sikap (attitudes), perilaku/tindakan (behavior), pikiran (ideas) dan perasaan (feelings). Menurut Djoko Wionarso (1993:4) di antara keempat faktor tersebut perasaan (feeling) merupakan faktor yang sangat penting untuk dipengaruhi karena teletak di dasar lubuk hati yang terdalam, agar  timbul:
a)    Sense of belonging (merasa ikut memiliki);
b)   Sense of participation (merasa ikut serta);
c)    Sense of responsibility (merasa ikut bertanggung jawab).
b. Teori kepemimpinan
Teori kepemimpinan adalah penggeneralisasian suatu seri perilaku pemimpin dan konsep-konsep kepemimpinannya dengan menonjolkan latar belakang historis, sebab-musabab timbulnya kepemimpinan. Pada umumnya teori kepemimpinan berusaha untuk menjelaskan dan menginterprestasikan tentang pemimpin dan kepemimpinan dengan mengemukakan beberapa segi antara lain:
1)   Latar belakang sejarah pemimpin dan kepemimpinan
Kepemimpinan muncul bersama-sama dengan adanya peradaban manusia, sejak jaman nabi-nabi dan nenek moyang manusia yang secara bersama-sama berkumpul untuk mempertahankan keberadaan hidupnya, melawan kebuasan binatang dan alam sekitarnya. Sejak saat itulah terjadinya kerja sama antara manusia dalam menaklukan alam sekitarnya dan terdapat unsur kepemimpinannya. Pada saat itu yang ditunjuk atau dijadikan sebagai pemimpin adalah pribadi atau sosok orang-orang yang paling kuat, cerdas dan berani di antara mereka. Secara ringkas dapatlah dikatakan bahwa kapan dan di manapun pemimpin dan kepemimpinan itu selalu diperlukan, terutama pada jaman modern seperti sekarang ini dan dimasa-masa yang akan datang.
2)   Sebab-sebab munculnya pemimpin
Ada tiga teori yang menonjol dalam menjelaskan tentang munculnya pemimpin, yaitu:
a)   Teori genetis
Teori ini menyatakan bahwa pemimpin itu tidak dibuat, melainkan dilahirkan sebagai pemimpin dengan bakat-bakat kepemimpinan yang alami yang dibawa sejak lahir, dan dia tidak ditakdirkan lahir menjadi pemimpin dalam situasi dan kondisi yang bagaimanapun juga. Jadi teori ini menekankan bahwa seseorang bisa menjadi pemimpin karena faktor keturunan.
b)   Teori sosial
Teori ini berlawan dengan teori genetis karena teori ini menyatakan bahwa pemimpin itu bukan dilahirkan begitu saja, melainkan  harus disiapkan, dididik, dan dibentuk. Setiap  orang yang menjadi pemimpin adalah terbentuk dari usaha penyiapan dan pendidikan yang didorong oleh kemauan pribadi. Jadi teori ini lebih menekankan bahwa yang bisa jadi pemimpin ditentukan oleh kondisi faktor sosial.
c)    Teori ekologis atau sintetis
Teori ini muncul sebagai reaksi dari kedua teori sebelumnya. Teori ini menyatakan bahwa seseorang akan sukses menjadi pemimpin jika dia memiliki bakat-bakat kepemimpinan sejak lahir dan bakat-bakat itu dikembangkan melalui pengalaman dan jalur pendidikan serta sesuai dengan tuntutan lingkungan atau ekologisnya.
3)   Tipe dan gaya kepemimpinan
Pemimpin itu mempunyai sifat, kebiasaan, tempramen, watak dan kepribadian tersendiri yang unik dan khas, sehingga tingkah laku dan gayanyalah yang membedakan dirinya dengan orang lain. Gaya kepemimpinan adalah suatu pola perilaku seseorang untuk memotivasi orang lain agar mereka mau bekerja sama untuk mencapai tujuan. Menurut Sondang P. Siagian tipe atau gaya kepemimpinan itu antara lain:
a)   Gaya kepemimpinan otokratik
Otokrat berasal dari kata autos yang berarti sendiri dan kratos yang berarti kekuasaan, kekuatan.  Jadi otokrat berarti penguasa absolut.  Kepemimpinan otokratik biasanya mendasarkan diri pada kekuasaan dan paksaan yang mutlak harus dipatuhi. Pemimpin seperti ini selalu ingin berperan sebagai seorang pemain tunggal, egoismenya sangat besar dan cenderung menganut nilai-nilai organisasional yang berkisar pada pembenaran segala cara yang ditempuh untuk mencapai tujuannya.  Karena sifat egoismenya yang sangat besar, pemimpin seperti ini cenderung memperlakukan karyawan/bawahan sama dengan alat-alat lainnya dalam organisasi dan kurang menghargai harkat dan martabat manusia, lebih berorientasi pada pelaksanaan dan penyelesaian tugas tanpa memperhatikan kepentingan dan kebutuhan para bawahannya.
Dalam pengambilan keputusan dia tidak mengikut sertakan partisipasi dari para bawahan, melainkan keputusan diambil dan ditentukan sendiri.  Pemimpin yang memiliki gaya kepemimpinan seperti ini akan selalu menuntut ketaatan penuh dari para bawahannya, menegakkan disiplin yang kaku  dan bernada keras dalam memberikan perintah dan instruksi, serta selalu berada jauh dari kelompoknya sehingga tidak ada komunikasi yang baik dengan bawahannya.
b)   Gaya kepemimpinan demokratik
Gaya kepemimpinan demokratik ini lebih menekankan pada partisipasi anggotanya daripada bertindak dan menentukannya sendiri.  Peranannya selaku pimpinan dalam organisasional adalah sebagai koordinator dan integrator dari berbagai unsur dan komponen organisasi sehingga bergerak sebagai suatu totalitas, dan terdapat koordinasi pekerjaan pada semua bawahan dengan penekanan pada rasa tanggung jawab pada diri sendiri dan pekerjaan yang tinggi serta kerja sama yang baik.
  Kekuatan kepemimpinan demokratis ini bukan terletak pada individu pemimpin, melainkan pada partisipasi aktif dari setiap anggota organisasi.  Kepemimpinan demokratis sangat menghargai potensi setiap individu dan mau mendengarkan setiap keluhan, saran dan nasehat dari bawahan serta mampu memanfaatkan kapasitas setiap anggota seefektif mungkin pada saat-saat dan kondisi yang tepat.  Kepemimpinan ini sering juga disebut sebagai kepemimpinan group developer karena memiliki sifat kreatif, dinamis, inovatif, mampu memberikan/melimpahkan wewenang dengan baik serta menaruh kepercayaan kepada bawahan dan lebih mengutamakan kesejahteraan, harkat dan martabat manusia.
c)    Gaya kepemimpinan bebas/laizzes faire
Pada tipe dan gaya kepemimpinan seperti ini seorang pemimpin praktis tidak memimpin, karena dia membiarkan setiap orang dalam kelompoknya berbuat sekehendak mereka, pemimpin tidak berpartisipasi sedikitpun dalam kegiatan kelompoknya, semua pekerjaan dan tanggung jawab harus dilakukan sendiri oleh  bawahannya. Keberadaan pemimpin ini hanya sebagai simbol dan biasanya tidak memiliki keterampilan teknis serta kewibawaan, sehingga tidak bisa mengontrol anak buahnya dan tidak mampu melaksanakan koordinasi kerja serta tidak mampu menciptakan suasana atau iklim kerja yang kooperatif.
d)   Gaya kepemimpinan paternalistik
Tipe atau gaya kepemimpinan ini banyak terdapat di lingkungan masyarakat yang masih bersifat tradisional, dan umumnya di masyarakat agraris. Popularitas pemimpin paternalistik di lingkungan masyarakat bisa saja disebabkan oleh beberapa faktor, seperti kuatnya ikatan primodial, extended family system, kehidupan masyarakat yang komunalistik, peranan adat istiadat yang sangat kuat dalam kehidupan bermasyarakat, serta masih dimungkinkannya hubungan pribadi yang intim antara seorang anggota masyarakat dengan anggota masyarakat lainnya.
Salah satu ciri utama dari masyarakat  tradisional ini adalah rasa hormat yang tinggi yang ditujukan oleh para anggota masyarakat kepada orang tua atau orang yang dituakan. Dalam kehidupan organisasional persepsi seorang pemimpin yang paternalistik tentang peranannya diwarnai oleh harapan para pengikutnya kepadanya. Harapan itu pada umumnya berwujud keinginan agar pemimpin mereka mampu berperan sebagai bapak yang besifat melindungi dan yang layak dijadikan sebagai tempat bertanya untuk mendapatkan petunjuk.
Kepemimpinan paternalistik memandang bahwa kepemimpinannya sebagai suatu hal yang normal dan wajar, dengan implikasi organisasionalnya seperti kewenangan memerintah dan mengambil keputusan tidak harus berkonsultasi dengan para bawahannya. Singkatnya, legitimasi kepemimpinannya berarti penerimaan atas peranannya yang dominan dalam kehidupan organisasional. Sementara itu dari segi nilai-nilai organisasional yang dianut, biasanya seorang pemimpin yang paternalistik mengutamakan kebersamaan. Berdasarkan nilai-nilai tersebut, pemimpin yang bersangkutan berusaha untuk memperlakukan semua orang dan semua satuan kerja dalam organisasi secara adil dan merata. Sikap kebapakan menyebabkan hubungan atasan dengan bawahan lebih bersifat informal dari pada hubungan formal. Hanya saja hubungan yang lebih bersifat informal ini dilandasi oleh pandangan bahwa para bawahan itu belum mencapai tingkat kedewasaan yang sedemikian rupa sehingga mereka tidak bisa dibiarkan bertindak sendiri.
e)    Gaya kepemimpinan kharismatik
Kepemimpinan kharismatik ini memiliki karakteristik yang khas yaitu daya tariknya yang sangat memikat sehingga mampu mendapatkan pengikut yang sangat besar. Tegasnya pemimpin yang kharismatik adalah pemimpin yang sangat dikagumi oleh para pengikutnya, meskipun para pengikutnya tidak bisa menjelaskan secara jelas mengapa orang tersebut mereka kagumi.
Penampilan pisik, umur dan harta bukanlah ukuran yang umum bagi karakteristik seorang pemimpin yang kharismatik. Mungkin karena kekurangan pengetahuan untuk menjelaskan keriteria ilmiah mengenai kepemimpinan kharismatik, orang-orang cenderung mengatakan bahwa ada orang-orang tertentu yang memiliki ”kekuatan ajaib” yang tidak bisa dijelaskan secara ilmiah yang menjadikan orang-orang tertentu bisa dipandang sebagai pemimpin yang kharismatik. Tetapi sesuatu hal yang sangat menarik untuk diperhatikan bahwa para pengikut pemimpin kharismatik tidak mempersoalkan nilai-nilai yang dianut, sikap dan perilaku serta gaya yang digunakan oleh pemimpin mereka. Bisa saja seorang pemimpin yang kharismatik mengunakan pendekatan yang otokratik atau diktatorial, tetapi para pengikutnya tetap setia kepadanya.
Sedangkan gaya kepemimpinan menurut teori Path Goal (jalan tujuan) adalah:
a)    Kepemimpinan direktif, yaitu gaya kepemimpinan yang mempunyai hubungan yang positif dengan kepuasan dan harapan bawahan. Atasan sering memberikan perintah atau tugas khusus (otokrasi).
b)   Kepemimpinan suportif, yaitu kepemimpinan yang selalu bersedia menjelaskan segala permasalahan pada bawahan, mudah didekati dan memuaskan hati para karyawan.
c)    Kepemimpinan partisipatif, yaitu gaya kepemimpinan yang meminta dan menggunakan saran-saran bawahan dalam rangka mengambil keputusan.
d)   Kepemimpinan orientasi prestasi, yaitu gaya kepemimpinan yang mengajukan tantangan yang menarik bagi bawahan dan merangsang untuk mencapai tujuan, serta melaksanakannya dengan baik. Makin tinggi orientasi pemimpin akan  prestasi, maka makin banyak bawahan yang peracaya akan menghasilkan pelaksanaan kerja yang efektif.
4)   Syarat-syarat kepemimpinan
Kartini Kartono (1998:31) mengemukakan ada tiga syarat utama yang harus dimiliki seorang pemimpin, yaiu:
a)   Kekuasaan/kewenangan
Kekuasaan atau kewenangan adalah kekuatan, otoritas dan legalitas yang memberikan wewenang kepada seseorang/pemimpin untuk mempengaruhi dan mengerakkan bawahan untuk berbuat sesuatu.
b)   Kewibawaan
Kewibawaan adalah kelebihan, keunggulan, keutamaan yang dimiliki oleh seseorang sehingga ia mampu mbawani atau mengatur orang lain, membuat orang patuh kepadanya, serta membuat orang mau melakukan perbuatan-perbuatan tertentu.




c)    Kemampuan

Kemampuan adalah segala daya, kesanggupan, kekuatan dan kecakapan/keterampilan baik teknis maupun sosial, yang dianggap melebihi dari kemampuan orang lainnya.


c.    Fungsi kepemimpinan
Menurut Kartini Kartono (1998:81) fungsi kepemimpinan adalah:
“Memandu, memberi atau membangun motivasi-motivasi kerja, mengemudikan organisasi, menjalin jaringan-jaringan komunikasi yang baik, memberikan supervisi/pengawasan yang efisien, dan membawa para pengikutnya kepada sasaran yang ingin di capai sesuai dengan ketentuan waktu dan perencanaan”.

d.    Tanggung jawab dan wewenang kepemimpinan
Keberhasilan suatu organisasi sebagian besar ditentukan oleh pemimpin dan kepemimpinannya, sehingga ia memiliki kewajiban untuk mencapai tujuan organisasi dan memberikan perhatian terhadap kebutuhan karyawannya.
Untuk mecapai tujuan tersebut seorang pemimpin harus melaksanakan serta memenuhi tugas-tugas dan tanggung jawabnya sebagai pemimpin. Menurut Robert C. Miljus, seperti yang dikutif oleh Heidjrachman dan Suad Husnan (1990:218) bahwa tanggung jawab seorang pemimpin adalah sebagai berikut:
1)   Menentukan pelaksanaan kerja yang realistis (dalam artian kuantitas, kualitas, keamanan, dan lain sebagainya);
2)   Melengkapai para karyawan dan suberdaya-sumberdayanya yang diperlukan untuk menjalankan tugas.
3)   Mengkomunikasikan kepada para karyawan tentang apa yang diharapakan dari mereka.
4)   Memberikan susunan hadiah yang sepadan dengan jasa mereka guna mendorong motivasi.
5)   Mendelegasikan wewenang apabila diperlukan dan mengundang partisipasi apabila memungkinkan.
6)   Menghilangkan hambatan  untuk melaksanakan pekerjaan yang efektif.
7)   Menilai pelaksanaan pekerjaan dan mengkomunikasikan hasilnya.
8)   Menunjukkan perhatian kepada para karyawan.

Agar seorang pemimpin dapat mencapai tujuannya secara efektif, maka ia harus memiliki wewenang untuk mempengaruhi dan mengerahkan orang lain untuk mencapai tujuannya. Ada beberapa macam wewenang diantaranya adalah:
1)   Top down authority
Yaitu wewenang yang dimiliki oleh seseorang karena adanya pelimpahan wewenang dari pimpinan atau atasannya.
2)   Bottom up authority
Yaitu wewenang yang dimiliki oleh seseorang karena ditunjuk sebagai pemimpin oleh para pengikutnya.
e.    Menentukan gaya kepemimpinan yang tepat
Dari gaya kepemimpinan yang ada, dapat dikemukakan bahwa tidak ada gaya kepemimpinan yang jelek atau lebih baik dan selalu tepat dalam semua situasi.  Efektifitas kepemimpinan sangat dipengaruhi oleh faktor-faktor situasional yaitu:
1)   Faktor situasional yang berkaitan dengan diri pemimpin yang meliputi nilai-nilai keperibadian, kebiasaan, rasa aman terhadap suatu gaya yang diterapkan, dan beberapa karakteristik seorang pemimpin itu sendiri.
2)   Faktor situasional yang ada pada bawahan  juga perlu dipertimbangkan yang meliputi hubungan antara kebutuhan dengan tugas yang dihadapi, pendidikan dan kematangan psikologisnya yang berkaitan dengan tuntutan keterampilan untuk melaksanakan tugas.
3)   Faktor situasional lainnya yang perlu dipertimbangkan  yang dapat mempengaruhi gaya kepemimpinan sesorang meliputi nilai-nilai yang dianut suatu organisasi, misi atau tujuan yang ingin dicapai, besar kecilnya anggota dalam organisasi, kemampuan suatu kelompok untuk bekerja secara bersama-sama, suasana kerja yang mendukung dan tingkat kerumitan tugas serta legitimasi kuasa.
Dari uraian tersebut diatas maka dapat disimpulkan bahwa efektifitas gaya kepemimpinan seseorang sangat ditentukan oleh kemampuan pemimpin menguasai faktor-faktor situasional tersebut, dan kempuan pemimpin dalam beradaptasi dengan situasi yang dihadapi, baik itu situasi organisasi, bawahan, maupun kemampuan melakukan penilaian diri untuk mampu memerankan dirinya sebagai pemimpin dengan memandang kepemimpinannya  sebagai suatu seni memipin secara kreatif dan dinamis, Abi Sujak (1990:28).
2.    Motivasi
a.    Pengetian motivasi.
Motivasi berasal dari bahasa  Latin “Movere” yang berarti “Dorongan atau Daya penggerak”. Motivasi ini hanya diberikan kepada manusia, khususnya kepada para bawahan atau pengikut.
Menurut Malayu S.P Hasibuan (1999:95) Motivasi adalah pemberian daya penggerak yang menciptakan kegairahan kerja seseorang, agar mereka mau bekerja sama, bekerja efektif dan terintegrasi dengan segala daya upaya untuk mencapai kepuasan.
Motivasi mempersoalkan bagaimana cara mendorong gairah atau semangat kerja bawahan, agar mereka mau bekerja keras dengan segala kemampuan, kecakapan dan keterampilan yang dimiliki untuk mewujudkan tujuan perusahaan. Motivasi ini sangat penting, karena dengan adanya motivasi diharapkan setiap individu karyawan memiliki semangat untuk mencapai produktivitas kerja yang tinggi.
Memotivasi bukanlah hal yang mudah, karena sulit untuk mengetahui dan menentukan kebutuhan (needs) dan keinginan (wants) dari para karyawan.
Pada dasarnya kebutuhan setiap orang adalah sama, sedangkan keinginan dari setiap orang tidak sama antara yang satu dengan yang lain, karena dipengaruhi oleh selera, kebiasaan, kemampuan, pendidikan dan lingkungannya.
b.    Pola motivasi
Menurut David Mc. Clelland ada 4 pola motivasi, seperti yang dikemukakan oleh Malayu S.P Hasibuan (1999: 95) antara lain:
a.    Achievement  motivation, yaitu suatu keinginan untuk mengatasi atau mengalahkan suatu tantangan, untuk kemajuan dan pertumbuhan.
b.    Affiliation motivation, yaitu dorongan untuk melakukan hubungan dengan orang lain.
c.    Competance motivation, yaitu dorongan untuk berpartisipasi aktif dengan melakukan pekerjaan yang bermutu tinggi.
d.   Power motivation, yaitu dorongan untuk dapat mengendalikan suatu keadaan dan adanya kecenderungan mengambil risiko dalam menghancurkan rintangan yang terjadi.

c.    Tujuan motivasi
Menurut Malayu S.P. Hasibuan (1999:95) pemberian motivasi kepada para bawahan atau karyawan oleh pimpinan atau manajer bertujuan untuk:
1)        Mendorong gairah dan semangat kerja karyawan;
2)        Meningkatkan moral dan kepuasan kerja karyawan;
3)        Mempertahankan loyalitas dan kestabilan karyawan di perusahaan;
4)        Meningkatkan kedisiplinan dan menurunkan absensi karyawan;
5)        Mengefektifkan pengadaan karyawan;
6)        Menciptakan suasan dan hubungan kerja yang baik;
7)        Meningkatkan kreativitas dan prestasi keja karyawan;
8)        Meningkatkan tingkat kesejahteraan karyawan;
9)        Mempertinggi tanggungjawab karyawan terhadap tugasnya;
10)    Meningkatkan efisiensi penggunaan alat-alat dan bahan baku.

d.   Jenis motivasi
Menurut Heidjrahcman dan Suad Husnan (1997:204-205) ada 2 jenis motivasi, yaitu:
1)   Motivasi positif, yaitu proses untuk mencoba mempengaruhi orang lain agar menjalankan sesuatu yang kita inginkan dengan cara memberikan kemungkinan-kemungkinan untuk mendapatkan hadiah.
2)   Motivasi negatif, yaitu proses untuk mempengaruhi seseorang agar mau melakukan sesuatu yang kita inginkan dengan kekuatan ketakutan.

Pada jenis motivasi negatif dalam jangka pendek dapat meningkatkan kegairahan kerja, karena mereka takut terhadap sanksi atau hukuman yang akan mereka terima, namun untuk jangka panjang hal ini dapat berakibat kurang baik.
Dalam praktek kedua jenis motivasi tersebut di atas sering digunakan oleh manajer suatu perusahaan untuk meningkatkan semangat kerja karyawanya, namun penggunaan kedua jenis motivasi tersebut harus seimbang, dan manajer harus memahami kapan di antara kedua jenis motivasi tersebut dapat efektif untuk merangsang semangat atau gairah kerja karyawan baik dalam jangka pendek maupun jangka panjang.
e.    Faktor-faktor motivasi
Menurut Chung dan Megginson seperti yang dikutip oleh Faustino Cardoso Gomes (2000:180-181), bahwa motivasi seseorang pekerja itu melibatkan 2 faktor, yaitu:
1)   Faktor individual, seperti kebutuhan-kebutuhan (needs), tujuan-tujuan (goals), sikap (attitudes), kemampuan (abilities).
2)   Faktor organisasional, seperti pembayaran atau gaji (pay), keamanan pekerjaan (job security), sesama pekerja  (co-workers), pengawasan (supervision), pujian (praise), dan pekerjaan itu sendiri (job itself).

f.     Alat-alat motivasi
Menurut Malayu S.P. Hasibuan (1999:99) alat-alat motivasi itu terdiri dari:
1)   Materiil insentif, yaitu alat motivasi yang diberikan berupa uang/barang yang mempunyai nilai pasar, dengan kata lain memberikan kebutuhan ekonomis.
2)   Non-materiil insentif, yaitu alat motivasi yang diberikan itu berupa barang atau benda yang tidak ternilai, dengan kata lain hanya memberikan rasa kepuasan dan kebanggaan rohani semata.
3)   Kombinasi antara materiil dan non-materiil insentif, yaitu alat motivasi yang diberikan itu berupa mateiil insentif dan non-materiil insentif sekaligus.

g.    Teori motivasi
1)   Teori kepuasan (Content theory)
Teori ini berasumsi bahwa faktor-faktor kebutuhan dan kepuasan yang mendorong manusia untuk berperilaku atau melakukan aktivitas tertentu. Jadi menurut teori ini semangat atau kegairahan kerja seseorang itu didorong oleh keinginan untuk memenuhi kebutuhan dan kepuasannya, sehingga semakin tinggi  satandar kebutuhan dan kepuasan seseorang, maka semakin giat juga ia bekerja untuk memenuhi kebutuhan atau kepuasannya.
Adapun  teori-teori kebutuhan yang terkenal dalam teori kepuasan ini antara lain:
a)    Teori klasik atau teori kubutuhan tunggal
Teori ini dikemukakan oleh Fredderick Winslow Taylor yang menyatakan bahwa motivasi para pekerja itu hanya untuk memenuhi kebutuhan biologis saja, yaitu kebutuhan untuk mempertahankan kelangsungan hidup.
b)   Teori hirarki kebutuhan Maslow ( Maslow’s Need Hierarchy)
Teori ini dikemukakan oleh A. H. Maslow yang menyatakan tiga asumsi pokok, yaitu:
1.    Manusia adalah makhluk yang selalu berkeinginan, dan keinginan mereka itu selalu tidak terpenuhi seluruhnya.
2.    Setelah satu keinginan terpenuhi langsung muncul keinginan yang lain. Proses ini tidak pernah berakhir dan berlangsung dari lahir hingga akhir hayat.
3.    Kebutuhan manusia itu tersusun menurut hirarki tingkat pentingnya kebutuhan, yang meliputi:
a.    Physiological needs (Kebutuhan fisik/biologis), yaitu kebutuhan yang diperlukan untuk mempertahankan kelangsungan hidup, seperti air, udara, makan, minum, rumah, sex dan lain sebagainya.
b.    Safety needs (Kebutuhan keamanan), yaitu kebutuhan akan rasa aman dari ancaman, kecelakaan dan keselamatan dalam bekerja.
c.    Social needs (Kebutuhan sosial), yaitu kebutuhan untuk bersosialisasi, bergaul, berteman, dicintai dan mencitai serta diterima dalam pergaulan masyarakat luas.
d.   Esteem needs (Kebutuhan harga diri), yaitu kebutuhan akan pengakuan dan penghargaan diri dalam lingkungan kerja dan masyarakat luas.
e.    Self-actualization needs (kebutuhan aktualisasi diri), yaitu kebutuhan akan aktualisasi diri dengan menggunakan kecakapan, kemampuan, keterampilan dan potensi diri lainnya untuk mencapai prestasi kerja yang luar biasa dan sangat memuaskan yang sulit dicapai oleh orang lain.
c)    Alderfer’s Existence, Relatedness and Growth (ERG) Theory
Teori ini dikemukan oleh Clayton Alderfer seorang ahli dari Yale University. Teori ini merupakan penyempurnaan dari teori hirarki kebutuhan Maslow. Alderfer mengemukakan bahwa ada 3 kelompok kebutuhan utama, yaitu:
1.    Kebutuhan akan keberadaan (Existence Needs);
2.    Kebutuhan akan afiliasi (relatedness Needs);
3.    Kebutuhan akan kemajuan (Growth Needs).
2)   Teori proses (Pocess theory)
Teori ini mengusahakan agar setiap pekerja mau bekerja giat sesuai harapan. Daya penggerak yang memotivasi semangat kerja itu tergantung dari harapan yang akan diperolehnya. Jika harapannya menjadi kenyataan, maka pekerja cenderung meningkatkan kualitasnya. Dalam hal ini ada 2 macam teori motivasi proses yang terkenal, yaitu:
a.    Teori harapan (Expectancy Theory)
Teori ini dikemukakan oleh Victor H. Vroom yang menyatakan bahwa seseorang bekerja untuk merealisasikan harapan-harapannya terhadap pekerjaan itu. Jadi semangat atau kegairahan kerja seseorang itu tergantung pada seberapa besar pekerjaan tersebut dapat memenuhi harapannya.
b.    Teori keadilan (Equity Theory)
Teori ini menyatakan bahwa keadilan merupakan daya penggerak yang memotivasi semangat kerja seseorang. Sehingga seorang atasan harus bertindak adil terhadap semua bawahannya. Penilaian dan pengakuan mengenai perilaku bawahan harus dinilai secara obyektif (baik/salah), bukan atas dasar suka atau tidak suka (like or dislike). Jika hal ini diterapkan dengan baik, maka semangat kerja para karyawan akan meningkat.

B.   Model Analisis dan Hipotesis

a.  Model analisis
Variabel bebas dalam penelitian ini adalah Gaya kepemimpinan (X) yang tediri dari 3 variabel, yaitu X1= Kepemimpinan direktif, X2= Kepemimpinan suportif, X3= Kepemimpinan partisipatif  sedangkan variabel terikat adalah Motivasi Kerja (Y). Variabel bebas adalah variabel yang mempengaruhi atau yang menjadi sebab perubahan atau timbulnya variabel terikat. Sedangkan variabel terikat adalah variabel yang dipengaruhi atau yang menjadi akibat, karena adanya variabel bebas. Karena dalam variabel X (Gaya Kepemimpinan) terdapat 3 variabel  bebas yaitu X1= Kepemimpinan direktif, X2= Kepemimpinan suportif, X3= Kepemimpinan partisipatif, maka model analasis dalam penelitian ini adalah:
Y = a + b1X1+ b2X2+ b3X3 …………………………….  (1)
Dimana:
Y             =  Variabel terikat (variabel yang dipengaruh)
a              =  Harga Y jika X= 0 (konstanta)
b1,b2,b3  = Koefisien regresi yang menunjukkan perubahan pada variabel  terikat yang didasarkan pada variabel bebas.
X1,X2,X3 = Varibel bebas (varibel yang mempengaruhi)
b. Hipotesis
Hipotesis adalah jawaban sementara atas rumusan masalah yang masih harus diteliti kebenarannya. Hipotesis dalam penelitian ini yaitu ”Diduga Gaya Kepemimpinan berpengaruh secara signifikan terhadap Motivasi Kerja Karyawan pada PT. Pos Indonesia (persero) Kantor Pos Malang”.




















No comments:

Post a Comment