Monday, September 7, 2015

Model-model Penelitian Tindakan Kelas Menurut Para Ahli


Model-model Penelitian Tindakan Kelas Menurut Para Ahli


Bagaimana langkah-langkah yang harus ditempuh bila guru yang berperan sebagai peneliti mau melaksanakan PTK? Apakah ada aturan-aturan yang harus ditaati atau dilaksanakan saat penelitian? Rumitkah? Pertanyaan-pertanyaan tersebut sering kali muncul dalam pikiran guru, yang kadang-kadang membuat takut sebelum melangkah untuk merencanakan PTK.
Untuk menghindari rasa takut tersebut di sini penulis akan mencoba menguraikan beberapa model PTK yang sering digunakan di dalam dunia pendidikan, di antaranya: (1) Model Kurt Lewin, (2) Model Kemmis dan Mc Taggart, (3) Model Cohen dkk (4) Model John Elliot, (5) Model Dave Ebbut, dan (6) Model Hopkins. Mudah-mudahan tulisan ini bermanfaat.
 1.      Model Kurt Lewin
Kurt Lewin menyatakan bahwa PTK terdiri atas beberapa siklus, setiap siklus terdiri atas empat langkah, yaitu: (1) perencanaan, (2) aksi atau tindakan, (3) observasi, dan (4) refleksi. Keempat langkah tersebut dapat digambarkan sebagai berikut:
Berdasarkan langkah-langkah PTK seperti yang digambarkan di atas, selanjutnya dapat digambarkan lagi menjadi beberapa siklus, yang akhirnya menjadi kumpulan dari beberapa siklus.
     2.      Model Kemmis dan Mc Taggart
      Model PTK yang dikemukakan oleh Kemmis dan Mc Taggart adalah merupakan model pengembangan dari model Kurt Lewin. Dikatakan demikian, karena di dalam suatu siklus terdiri atas empat komponen, keempat komponen tersebut, meliputi: (1) perencanaan, (2) aksi/tindakan, (3) observasi, dan (4) refleksi. Sesudah suatu siklus selesai di implementasikan, khususnya sesudah adanya refleksi, kemudian diikuti dengan adanya perencanaan ulang yang dilaksanakan dalam bentuk siklus tersendiri.
Menurut Kemmis dan Mc Taggart (dalam Rafiuddin, 1996) penelitian tindakan dapat dipandang sebagai suatu siklus spiral dari penyusunan perencanaan, pelaksanaan tindakan, pengamatan (observasi), dan refleksi yang selanjutnya mungkin diikuti dengan siklus spiral berikutnya. Dalam pelaksanaannya ada kemungkinan peneliti telah mempunyai seperangkat rencana tindakan (yang didasarkan pada pengalaman) sehingga dapat langsung memulai tahap tindakan. Ada juga peneliti yang telah memiliki seperangkat data, sehingga mereka memulai kegiatan pertamanya dengan kegiatan refleksi.
      Akan tetapi pada umumnya para peneliti mulai dari fase refleksi awal untuk melakukan studi pendahuluan sebagai dasar dalam merumuskan masalah penelitian. Selanjutnya diikuti perencanaan, tindakan, observasi, dan refleksi yang dapat diuraikan sebagai berikut.
1.      Refleksi awal
Refleksi awal dimaksudkan sebagai kegiatan penjajagan yang dimanfaatkan untuk mengumpulkan informasi tentang situasi-situasi yang relevan dengan tema penelitian. Peneliti bersama timnya melakukan pengamatan pendahuluan untuk mengenali dan mengetahui situasi yang sebenarnya. Berdasarkan hasil refleksi awal dapat dilakukan pemfokusan masalah yang selanjutnya dirumuskan menjadi masalah penelitian. Berdasar rumusan masalah tersebut maka dapat ditetapkan tujuan penelitian. Sewaktu melaksanakan refleksi awal, paling tidak calon peneliti sudah menelaah teori-teori yang relevan dengan masalah-masalah yang akan diteliti. Oleh sebab itu setelah rumusan masalah selesai dilakukan, selanjutnya perlu dirumuskan kerangka konseptual dari penelitian.
2.      Penyusunan perencanaan
Penyusunan perencanaan didasarkan pada hasil penjajagan refleksi awal. Secara rinci perencanaan mencakup tindakan yang akan dilakukan untuk memperbaiki, meningkatkan atau mengubah perilaku dan sikap yang diinginkan sebagai solusi dari permasalahan-permasalahan. Perlu disadari bahwa perencanaan ini bersifat fleksibel dalam arti dapat berubah sesuai dengan kondisi nyata yang ada.
3.      Pelaksanaan tindakan
Pelaksanaan tindakan menyangkut apa yang dilakukan peneliti sebagai upaya perbaikan, peningkatan atau perubahan yang dilaksanakan berpedoman pada rencana tindakan. Jenis tindakan yang dilakukan dalam PTK hendaknya selalu didasarkan pada pertimbangan teoritik dan empiric agar hasil yang diperoleh berupa peningkatan kinerja dan hasil program yang optimal.
4.      Observasi (pengamatan)
Kegiatan observasi dalam PTK dapat disejajarkan dengan kegiatan pengumpulan data dalam penelitian formal. Dalam kegiatan ini peneliti mengamati hasil atau dampak dari tindakan yang dilaksanakan atau dikenakan terhadap siswa. Istilah observasi digunakan karena data yang dikumpulkan melalui teknik observasi.
5.      Refleksi
Pada dasarnya kegiatan refleksi merupakan kegiatan analisis, sintesis, interpretasi terhadap semua informasi yang diperoleh saat kegiatan tindakan. Dalam kegiatan ini peneliti mengkaji, melihat, dan mempertimbangkan hasil-hasil atau dampak dari tindakan. Setiap informasi yang terkumpul perlu dipelajari kaitan yang satu dengan lainnya dan kaitannya dengan teori atau hasil penelitian yang telah ada dan relevan. Melalui refleksi yang mendalam dapat ditarik kesimpulan yang mantap dan tajam.
Refleksi merupakan bagian yang sangat penting dari PTK yaitu untuk memahami terhadap proses dan hasil yang terjadi, yaitu berupa perubahan sebagai akibat dari tindakan yang dilakukan. Pada hakekatnya model Kemmis dan Taggart berupa perangkat-perangkat atau untaian dengan setiap perangkat terdiri dari empat komponen yaitu perencanaan, tindakan, pengamatan, dan refleksi yang dipandang sebagai suatu siklus. Banyaknya siklus dalam PTK tergantung dari permasalahan-permasalahan yang perlu dipecahkan, yang pada umumnya lebih dari satu siklus. PTK yang dikembangkan dan dilaksanakan oleh para guru di sekolah pada umumnya berdasar pada model (2) ini yaitu merupakan siklus-siklus yang berulang.
 Secara mudah PTK yang dikembangkan oleh Kemmis dan Taggart dapat digambarkan dengan diagram alur berikut ini.

 3.      Model Cohen dkk.
Saat melaksanakan PTK, peneliti harus mengikuti langkah-langkah tertentu agar proses yang ditempuh tepat, sehingga hasilnya dapat dipertanggungjawabkan. Model Cohen dikembangkan oleh beberapa ahli penelitian yaitu (1) Cohen dan Manion (1980), Taba dan Noel (1982), serta Winter (1989). Berikut ini beberapa langkah yang hendaknya diikuti dalam melakukan PTK (disarikan dari Marzuki: 1997 dalam Sukayat: 2008). Beberapa langkah tersebut adalah sebagai berikut.
  1.  Mengidentifikasi dan merumuskan masalah Mengidentifikasi dan merumuskan masalah yang dianggap  penting dan kritis yang harus segera dicarikan penyelesaian dalam pembelajaran seharihari, antara lain meliputi ruang lingkup masalah, identifikasi masalah dan perumusan masalah.
 a.      Ruang lingkup masalah
Di bidang pendidikan, PTK telah digunakan untuk pengembangan kurikulum dan program perbaikan sekolah. Contoh PTK dalam pembelajaran berkaitan dengan:
1)      metode/strategi pembelajaran;
2)      media pembelajaran.
b.      Identifikasi masalah
Masalah yang akan diteliti memang ada dan sering muncul selama proses pembelajaran sehari-hari sehingga perlu dicarikan penyelesaian. Ada beberapa kriteria dalam menentukan masalah yaitu:
1)   masalahnya memang penting dan sekaligus signifikan dilihat dari segi pengembangan kelas dan sekolah;
2)      masalah hendaknya dalam jangkauan penanganan;
3)  pernyataan masalahnya harus mengungkap beberapa dimensi fundamental mengenai penyebab dan faktor, sehingga pemecahannya dapat dilakukan berdasar hal-hal fundamental ini dari pada berdasarkan fenomena dangkal.
c.       Perumusan Masalah
d.   Pada intinya, rumusan masalah seharusnya mengandung deskripsi tentang kenyataan yang ada dan keadaan yang diinginkan. Dalam merumuskan masalah PTK, ada beberapa petunjuk yang dapat digunakan sebagai acuan yang disarikan dari Suyanto (1997) Beberapa petunjuk tersebut antara lain:
1)    masalah hendaknya dirumuskan secara jelas, dalam arti tidak mempunyai makna ganda dan pada umumnya dapat dituangkan dalam kalimat tanya;
2) rumusan masalah hendaknya menunjukkan jenis tindakan yang akan dilakukan dan hubungannya dengan variabel lain;
3)    rumusan masalah hendaknya dapat diuji secara empirik, artinya dengan rumusan masalah itu memungkinkan dikumpulkannya data untuk menjawab pertanyaan tersebut.
2.    Analisis masalah
Analisis masalah perlu dilakukan untuk mengetahui dimensi-dimensi problem yang ada untuk mengidentifikasi aspek-aspek pentingnya sehingga dapat memberikan penekanan tindakan.
3.      Merumuskan hipotesis tindakan
Hipotesis dalam PTK bukan hipotesis perbedaan atau hubungan, melainkan hipotesis tindakan. Rumusan hipotesis tindakan memuat jawaban sementara terhadap persoalan yang diajukan dalam PTK. Jawaban itu masih bersifat teoritik dan dianggap benar sebelum terbukti salah melalui pembuktian dengan menggunakan data dari PTK.
4.      Membuat rencana tindakan dan pemantauan
Rencana tindakan memuat informasi-informasi tentang hal-hal sebagai berikut:
1) apa yang diperlukan untuk menentukan kemungkinan pemecahan masalah yang telah dirumuskan;
2)     alat-alat dan teknik yang diperlukan untuk mengumpulkan data;
3)      rencana pencatatan data dan pengolahannya;
4)      rencana untuk melaksanakan tindakan dan evaluasi hasil.
5.      Pelaksanaan tindakan dan pencatatan
Pelaksanaan tindakan yang telah direncanakan hendaknya cukup fleksibel untuk mencapai perbaikan yang diinginkan. Dalam hal ini jika sesuatu terjadi dan memerlukan perubahan karena tuntutan situasi (pada saat pelaksanaan tindakan), maka peneliti hendaknya siap melakukan perubahan asal perubahan tersebut mendukung tercapainya tujuan PTK. Pada saat pelaksanaan tindakan berarti pengumpulan data mulai dilakukan. Data yang dikumpulkan mencakup semua yang dilakukan oleh tim peneliti yang terkait dalam PTK, antara lain melalui angket, catatan lapangan, wawancara, rekaman video, foto, dan slide.
6.      Mengolah dan menafsirkan data
Isi semua catatan hendaknya dilihat dan dijadikan landasan untuk refleksi. Dalam hal ini peneliti harus membandingkan isi catatan yang dilakukan tim untuk menentukan hasil temuan. Semua yang terjadi baik yang direncanakan maupun yang tidak direncanakan perlu dianalisis untuk menentukan apakah ada perubahan yang signifikan ke arah perbaikan.
7.      Pelaporan hasil Hasil dari analisis data dilaporkan secara lengkap tentang pelaksanaan tindakan yang telah direncanakan maupun perubahan yang mungkin terjadi.
 4.      Model John Elliot
Model PTK dari John Elliot ini lebih rinci jika dibandingkan dengan model Kurt Lewin dan model Kemmis-Mc Taggart. Dikatakan demikian, karena di dalam setiap siklus terdiri dari beberapa aksi, yaitu antara tiga sampai lima aksi (tindakan). Sementara itu, setiap tindakan kemungkinan terdiri dari beberapa langkah yang terealisasi dalam bentuk kegiatan belajar-mengajar. PTK model Elliot dapat digambarkan sebagai berikut:
 5.      Model Dave Ebbutt
PTK model Dave Ebbutt secara skematis dapat digambarkan sebagai berikut:
  6.      Desain PTK Model Hopkins
Desain ini berpijak pada desain model PTK pendahulunya. Selanjutnya Hopkins (1993: 191) menyususn desain tersendiri sebagai berikut: mengambil start – audit – perencanaan konstruk – perencanaan tindakan (target, tugas, kriteria keberhasilan) – implementasi dan evaluasi: implementasi (menopang komitmen: cek kemajuan; mengatasi problem) –cek hasil – pengambilan stok – audit dan pelaporan. 

 Ditunggu komentar dari teman-teman pengunjung blog 007indien.
Komentar teman-teman sangat diharapkan untuk perbaikan tulisan saya yang akan datang!!!


Sumber:
Sukayati.( 2008) Penelitian Tindakan Kelas, Yogyakarta : Pusat Pengembangan dan Pemberdayaan Pendidik dan Tenaga Kependidikan Matematika,
Rofi’udin, A. H. 1996. Rancangan Penelitian Tindakan. Makalah Disampaikan pada Lokakarya Tingkat Lanjut Penelitian Kualitatif Angkatan V tahun 1996/1997. Malang: lembaga Penelitian IKIP Malang.
Suyanto. 1997. Pedoman Pelaksanaan Penelitian Tindakan Kelas (PTK) Pengenalan Penelitian Tindakan Kelas. Yogyakarta: Dirjen Dikti.

No comments:

Post a Comment