BAB
I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Profesional adalah orang yang menyandang
suatu profesi dalam pekerjaan. Sementara Profesi adalah suatu keahlian (skill)
dan kewenangan dalam suatu jabatan tertentu yang mensyaratkan kompetensi
(pengetahuan, sikap dan ketrampilan) tertentu seecara khusus yang diperoleh
dari pendidikan akademis yang intensif.
Guru adalah salah satu pekerjaan yang
termasuk dalam golongan profesi, yang mana untuk menjadi guru memerlukan
keahlian dan proses pendidikan yang sesuai dengan bidang keahlian.
Di masyarakat banyak kita temui
guru-guru yang mengajar di sekolah-sekolah atau madrasah-madrasah, tetapi tidak
semua guru yang ada itu dapat dikatakan professional meskipun professional
adalah orang yang menyandang suatu profesi dalam pekerjaannya dan guru sendiri
adalah termasuk dalam profesi.
Hal ini disebabkan karena berbagai
faktor, mulai dari kurang paham akan tugas dari guru yang sebenarnya, belum
mengertinya strategi dalam pembelajaran dan lain-lain.
PAI sendiri merupakan cabang dari pendidikan
yang lebih tertuju pada pendidikan agama khususnya agama Islam. Maka dari itu
PAI sendiri memerlukan Guru yang Profesional yang mampu menjalankan tugas
sesuai dengan tujuan pendidikan yang ingin di capai.
Maka dari Guru PAI yang dapat dikatan profesional
harus memahami tentang pentingnya etika profesi, kode etik profesi guru,
pengertian dari guru PAI itu sendiri, kompetensi-kompetensi guru yang harus
dimiliki dan lain-lain yang berhubungan
dengan proses pembelajaran.
1.2 Rumusan Masalah
1. Apa
Arti penting etika profesi?
2. Apa
pengertian dari etika?
3. Apa
pengertian dari profesi guru PAI?
4. Apa
kode etik guru PAI?
5. Bagaimana
perkembangan lima kompetensi guru secara teori maupun realita?
6. Apa
kelebihan dan kekurangan dari guru PAI
1.3 Tujuan
1. Memahami
arti penting etika profesi.
2. Memahami
pengertian dari etika.
3. Memahami
pengertian dari profesi guru PAI.
4. Memahami
kode etik guru PAI.
5. Memahami
perkembangan lima kompetensi guru secara teori maupun realita.
6. Memahami
kelebihan dan kekurangan guru PAI.
BAB
II
PEMBAHASAN
2.1
Urgensi
Etika Profesi
Kelompok
profesional merupakan kelompok yang berkeahlian dan berkemahiran yang diperoleh
melalui proses pendidikan dan pelatihan yang berkualitas dan berstandar tinggi
yang dalam menerapkan semua keahlian dan kemahirannya yang tinggi itu hanya
dapat dikontrol dan dinilai dari dalam oleh rekan sejawat, sesama profesi
sendiri. Kehadiran organisasi profesi dengan perangkat “built-in mechanism” berupa kode etik profesi dalam hal ini jelas
akan diperlukan untuk menjaga martabat serta kehormatan profesi, dan di sisi
lain melindungi masyarakat dari segala bentuk penyimpangan maupun penyalahgunaan
keahlian.
Oleh
karena itu dapatlah disimpulkan bahwa sebuah profesi hanya dapat memperoleh
kepercayaan dari masyarakat, bilamana dalam diri para elit profesional tersebut
ada kesadaran kuat untuk mengindahkan etika profesi pada saat mereka ingin
memberikan jasa keahlian profesi kepada masyarakat yang memerlukannya. Tanpa
etika profesi, apa yang semua dikenal sebagai sebuah profesi yang terhormat
akan segera jatuh terdegradasi menjadi sebuah pekerjaan pencarian nafkah biasa
yang sedikitpun tidak diwarnai dengan nilai-nilai idealisme dan hanya akan
berakhir dengan tidak adanya lagi kepedulian maupun kepercayaan yang pantas
diberikan kepada para elite profesional ini.
2.2
Pengertian
Etika
Kata etik ( etika ) berasal dari kata “ethos” ( bahasa Yunani ) yang berarti
karakter, watak kesusilaan atau adat. Sebagai suatu subyek, etika akan
berkaitan dengan konsep yang dimiliki oleh individu ataupun kelompok untuk
menilai apakah tindakan-tindakan yang telah dikerjakannya itu salah atau benar,
buruk atau baik. Hal ini berarti sebuah tatanan perilaku berdasarkan suatu
sistem nilai dalam masyarakat tertentu. Etika lebih banyak berkaitan dengan
ilmu atau filsafat. Oleh karena itu, standar baik dan buruk adalah akal
manusia. Dapat pula etika itu menunjukkan cara berbuat yang menjadi
adat, karena diikuti oleh anggota komunitasnya.
Menurut
Martin ( 1993 ), etika didefinisikan sebagai “the discpline which can act as the performance index or reference for
our control system”. Dengan demikian, etika akan memberikan semacam batasan
maupun standar yang akan mengatur pergaulan manusia di dalam kelompok
sosialnya. Dalam pengertiannya yang secara khusus dikaitkan dengan seni
pergaulan manusia, etika ini kemudian dirupakan dalam bentuk aturan ( code ) tertulis yang secara sistematik
sengaja dibuat berdasarkan prinsip-prinsip moral yang ada dan pada saat yang
dibutuhkan akan bisa difungsikan sebagai alat untuk menghakimi segala macam
tindakan yang secara logika-rasional umum ( common
sense ) dinilai menyimpang dari kode etik. Dengan demikian etika adalah
refleksi dari apa yang disebut dengan “self
control”, karena segala sesuatunya dibuat dan diterapkan dari dan untuk
kepentingan kelompok sosial ( profesi ) itu sendiri.
2.3
Pengertian Profesi Guru PAI
Secara leksikal, perkataan profesi itu
ternyata mengandung berbagai makna dan pengertian. Pertama, profesi itu
menunjukkan dan mengungkapkan suatu kepercayaan ( to profess means to truth ), bahkan suatu keyakinan ( to belief in ) atas sesuatu kebenaran ( ajaran
agama ) atau kredibilitas seseorang. Kedua, profesi itu dapat pula
menunjukkan dan mengungkapkan suatu pekerja atau urusan tertentu. Webster’s New
World Dictionary menunjukkan lebih lanjut bahwa profesi merupakan suatu
pekerjaan yang menuntut pendidikan tinggi ( kepada pengembannya ) dalam liberal
arts atau science, dan biasanya meliputi pekerjaan mental dan bukan
pekerjaan manual, seperti mengajar, keinsinyuran, mengarang, dan sebagainya;
terutama kedokteran, hukum dan teknologi. Good’s Dictionary of Education lebih
menegaskan lagi bahwa profesi itu merupakan suatu pekerjaan yang meminta
persiapan spesialisasi yang relatif lama di perguruan tinggi ( kepada
pengembannya ) dan diatur oleh suatu kode etik khusus. Dari berbagai penjelasan
itu dapat disimpulkan bahwa profesi itu pada hakikatnya merupakan suatu
pekerjaan tertentu yang menuntut persyaratan khusus dan istimewa sehingga
meyakinkan dan memperoleh kepercayaan pihak yang memerlukannya.
Sedangkan Sanusi menjelaskan juga
tentang profesi adalah suatu jabatan atau pekerjaan yang menuntut keahlian ( experties ) dari para anggotanya.
Artinya, ia tidak bisa dilakukan oleh sembarang orang yang tidak dilatih dan
tidak disiapkan secara khusus untuk melakukan pekerjaan itu. Keahlian diperoleh
melalui apa yang disebut profesionalisasi, yang dilakukan baik sebelum
seseorang menjalani profesi itu ( pendidikan / latihan pra-jabatan ) maupun
setelah menjalani suatu profesi ( in-service
training ). [1]
Adapun profesi tersebut juga menuntut adanya suatu tanggung jawab dan kesetiaan
terhadap profesi itu.[2] Suatu profesi secara teori tidak bisa
dilalukan oleh sembarang orang yang tidak dilatih atau disiapkan untuk itu.
Berikut
adalah beberapa pengertian profesi menurut para ahli:
1.
Profesi dapat
diartikan sebagai suatu jabatan atau pekerjaan tertentu yang mensyaratkan
pengetahuan dan keterampilan khusus yang diperoleh dari pendidikan akademis
yang intensif ( Webstar, 1989 ).
2.
Menurut Djama’an
Satori, dkk, profesi ialah suatu jabatan atau pekerjaan yang menuntut
keahlian ( expertise ) dari pada
anggotanya.
3.
Pekerjaan atau
jabatan yang disebut profesi tidak dapat di pegang oleh sembarang orang, tetapi
memerlukan persiapan melalui pendidikan dan pelatihan secara khusus. ( Kunandar,
2007 )
4.
Di dalam
Undang-undang Nomor 14 Tahun 2005 tentang Guru dan Dosen tercantum pengertian
professional yaitu pekerjaan atau kegiatan yang dilakukan oleh seseorang dan
menjadi sumber penghasilan kehidupan yang memerlukan keahlian , kamahiran atau
kecakapan yang memenuhi standar mutu status norma tertentu serta memerlukan
pendidikan profesi.
5.
Pekerjaan yang
bersifat professional adalah pekerjaan yang hanya dilakukan oleh mereka yang khusus
dipersiapkan untuk itu dan bukan pekerjaan yang dilakukan oleh mereka oleh karena tidak dapat memperoleh pekerjaan lain
. ( Nana Sudjana, 1988 )
6.
Menurut Yamin,
M. profesi ialah istilah yang merupakan model bagi konsepsi pekerjaan yang
diinginkan, dicita-citakan.
7.
Good’s
Dictionary of Education mendefinisikan profesi sebagai “suatu pekerjaan yang meminta
persiapan spesialisasi yang relative lama di perguruan tinggi dan dikuasai oleh
suatu kode etik yang khusus”.
8.
Jarvis ( 1983 )
mengartikan bahwa profesi adalah seseorang melakukan tugas profesi juga sebagai
seorang yang ahli ( expert ).
9.
Vollmer melihat
dari sudut pandang sosiologi, bahwa profesi menunjukkan kepada kelompok
pekerjaan dari jenis yang ideal, yang sebenarnya tidak ada dalam kanyataan tapi
menyediakan suatu model status pekerjaan yang bisa diperoleh bila pekerjaan itu
telah mencapai profesionalisasi dengan penuh. Seseorang yang menekuni satu
pekerjaan berdasarkan keahliannya, kemampuannya teknik / prosedur kerja
tertentu disebut pula profesi.
10. Dalam
Undang-undang Nomor 14 tahun 2005, disebutkan bahwa profesionalis itu adalah
pekerjaan atau kegiatan yang dilakukan oleh seseorang dan menjadi sumber pengahasilan
kehidupan yang memerlukan keahlian, kemahiran atau kecakapan yang memenuhi
standar mutu norma tertentu serta memerlukan pendidikan profesi.
11. Prof.
Dr. Sikun Pribadi ( 1976 ) menjelaskan bahwa profesi itu pada hakikatnya adalah
suatu pernyataan atau janji terbuka, bahwa seseorang akan mengabdikan dirinya
kepada suatu jabatan atau pekerjaan.
12. Di
dalam undang-undang nomor 14 tahun 2005,
tentang Guru dan Dosen, pasal 7, menyebabkan bahwa profesi guru dan profesi
dosen merupakan bidang pekerjaan khusus yang dilaksanakan berdasarkan prinsip
sebagai berikut : a) memiliki bakat, minat, panggilan jiwa dan idiealisme. b).
mutu pendidikan, keimanan dan akhlak mulia. c) memiliki kualifikasi akademik
dan latar belakang pendidikan sesuai
dengan bidang tugas. d) memiliki kompetensi yang diperlukan sesuai dengan
bidang tugas. e) memiliki atas pelaksanaan tugas keprofesionalan. f).
memperoleh penghasilan yang sesuai dengan prestasi kerja. g). memiliki kesempatan
untuk mengembangkan keprofesionalan secara berkelanjutan dengan belajar
sepanjang hayat. h). memiliki jaminan perlindungan hukum dalam melaksanakan
tugas keprofesionalan. i). memiliki organisasi profesi yang mempunyai
kewenangan mengatur hal-hal yang terkait dengan tugas keprofesionalan guru.
Dari beberapa pengertian di atas, maka
profesi dapat di pahami antara lain sebagai berikut:
1.
Istilah profesi
adalah suatu jenis pekerjaan yang berkaitan dengan bidang ( keahlian,
keterampilan, teknik ) tertentu, semakin ahli maka semakin professional
pekerjaannya.
2.
Profesi adalah
suatu keahlian ( skill ) dan kewenangan dalam suatu jabatan tertentu yang
mensyaratkan kompetensi ( pengetahuan, sikap dan ketrampilan ) tertentu secara
khusus yang diperoleh dari pendidikan akademis yang intensif.
3.
Profesi adalah suatu
pekerjaan yang didasarkan bidang keahlian ( spesialisasi ) dan latihan, yang
bertujuan melayani orang lain yang membutuhkan.
4.
Profesi pada
hakikatnya adalah satu pekerjaan yang memerlukan pengetahuan dan keterampilan
yang berkualitas tinggi dalam melayani atau mengabdi kepentingan umum untuk
mencapai kesejahteraan manusia.
5.
Profesional
adalah orang yang menyandang suatu profesi dalam pekerjaan.
6.
Profesionalisme
adalah kondisi, arah, nilai, tujuan, dan kualitas suatu keahlian dan kewenangan
yang berkaitan dengan mata pencaharian seseorang. Maka pengertian
profesionalisme merujuk kepada komitmen sebagai anggota suatu profesi untuk
meningkatkan kemampuan profesionalnya terus menerus.
7.
Profesionalitas
adalah sikap seorang professional yang menjunjung tinggi kemampuan profesinya,
ia akan bekerja dan mengerjakan sesuatu sesuai bidangnya.
8.
Profesionalisasi
dapat dilihat dalam pengertian ; 1) sebagai suatu proses belajar sepanjang
hayat dan 2) sebagai faktor yang mempengaruhi pengakuan jabatan profesi.
9.
Keahlian
diperoleh melalui apa yang disebut profesionalisasi, yang dilakukan baik
sebelum seorang menjalani profesi itu ( pendidikan/latihan jabatan ) maupun
setelah menjalani suatu profesi ( inservice
training ).[3]
Arti
guru secara etimologi, menurut seorang ahli bahasa dari Belanda J.E.C Gericke
dan T Roorda seperti yang dikutip oleh Hadi Supeno, kata guru berasal dari
bahasa sansekerta, yang artinya berat, besar, penting, baik sekali, terhormat
dan juga berarti pengajar. Pengembangan Profesionalitas Guru [4]
Sedang
secara terminologis, dapat dikemukakan beberapa pengertian guru sebagaimana
berikut:
1.
Syaiful Bahri
Djamarah, dalam bukunya Guru dan Anak Didik dalam interaksi interaktif
memberikan makna sederhana guru sebagai orang yang memberikan ilmu pengetahuan
kepada anak didik.[5]
2.
Anetembun
mengatakan bahwa guru adalah orang yang berwenang dan bertanggung jawab
terhadap pendidikan murid-murid baik secara individual maupun klasikal, baik di
sekolah maupun di luar sekolah.
3.
Ahmadi, dalam
bukunya Ilmu Pendidikan memberi makna pendidik ( guru ) sebagai orang yang
memberi atau melaksanakan tugas mendidik, yaitu secara sadar bertanggung jawab
dalam membimbing anak untuk mencapai kedewasaannya.[6]
Dengan
demikian dapat disimpulkan bahwa guru adalah orang yang memberi ilmu
pengetahuan yang berwenang dan bertanggung jawab untuk membimbing dan membina
anak didik baik secara individual maupun klasikal, baik di sekolah maupun di luar
sekolah. Mendidik dan membimbing anak didik tersebut merupakan amanat besar
dari orang tua dan bangsa untuk para guru. Sebagai pemegang amanat, guru harus
bertanggung jawab terhadap amanat yang diberikan kepadanya. Allah SWT
berfirman:
* ¨bÎ) ©!$# öNä.ããBù't br& (#rxsè? ÏM»uZ»tBF{$# #n<Î) $ygÎ=÷dr& #sÎ)ur OçFôJs3ym tû÷üt/ Ĩ$¨Z9$# br& (#qßJä3øtrB ÉAôyèø9$$Î/ 4 ¨bÎ) ©!$# $KÏèÏR /ä3ÝàÏèt ÿ¾ÏmÎ/ 3 ¨bÎ) ©!$# tb%x. $JèÏÿx #ZÅÁt/ ÇÎÑÈ
Artinya:
“Sesungguhnya Allah menyuruh kamu menyampaikan amanat kepada yang berhak
menerimanya, dan (menyuruh kamu) apabila menetapkan hukum di antara manusia
supaya kamu menetapkan dengan adil. Sesungguhnya Allah memberi pengajaran yang
sebaik-baiknya kepadamu. Sesungguhnya Allah adalah Maha mendengar lagi Maha
melihat.” ( QS. An-Nisa’: 58 )
Secara
terminologis, dapat dikemukakan beberapa pengertian pendidikan agama Islam
sebagaimana berikut:
1.
Achmadi, dalam
bukunya Ideologi Pendidikan Agama Islam mengartikan bahwa Pendidikan Agama
Islam ialah usaha yang lebih khusus ditekankan untuk mengembangkan fitrah keberagamaan
subjek didik agar lebih mampu memahami, menghayati dan mengamalkan
ajaran-ajaran Islam.
2.
Dalam bukunya Abdul
Mujib, Ilmu Pendidikan Islam, Muhammad SA. Ibrahimi menyatakan bahwa pendidikan
Islam adalah pandangan yang sebenarnya tentang suatu sistem pendidikan yang
memungkinkaan seseorang dapat mengarahkan pendidikannya sesuai dengan
pendidikan ideologi Islam, sehingga dengan mudah ia dapat membentuk hidupnya
sesuai dengan ajaran Islam.[7]
3.
Muhammad Fadhil
al-Jamali memberikan pengertian pendidikan Islam dengan upaya mengembangkan,
mendorong, serta mengajak manusia untuk lebih maju dengan berlandaskan
nilai-nilai yang tinggi dan kehidupan yang mulia, sehingga terbentuk pribadi
yang lebih sempurna, baik yang berkaitan dengan akal, perasaan, maupun perbuatan.
Dari
beberapa pengertian di atas dapat dirumuskan pendidikan agama Islam adalah
proses transinternalisasi pengetahuan dan nilai Islam kepada peserta didik
melalui upaya pengajaran, pembiasaan, bimbingan, pengasuhan, pengawasan, dan
pengembangan potensinya, guna mencapai keselarasan dan kesempurnaan hidup di
dunia dan di akhirat.
Dengan
demikian dapat diambil kesimpulan bahwa guru pendidikan agama Islam adalah
orang-orang yang berwenang dan bertanggung jawab terhadap perkembangan peserta
didiknya dalam proses transinternalisasi pengetahuan dan nilai Islam dengan
upaya mengembangkan seluruh potensi peserta didik baik potensi afektif ( rasa
), kognitif ( cipta ), maupun psikomotorik ( karsa ) melalui upaya pengajaran,
pembiasaan, dan bimbingan yang semuanya itu tidak lain untuk tercapainya
keselamatan dunia dan akhirat serta menjadikannya sebagai pandangan hidup
sehari-hari.
2.4
Kode
Etik Guru PAI
1. Pengertian
Kode Etik
a. Menurut
Undang-undang Nomor 8 Tahun 1974 tentang Pokok-pokok Kepegawaian. Pasal 28
Undang-undang ini dengan jelas menyatakan bahwa “Pegawai Negeri Sipil mempunyai
Kode Etik sebagai pedoman sikap, tingkah laku dan perbuatan di dalam dan di
luar kedinasan”. Dalam Undang-Undang tersebut dinyatakan bahwa dengan adanya
kode etik ini, pegawai negeri sipil sebagai aparatur Negara, abdi Negara, dan
abdi masyarakat mempunyai pedoman sikap, tingkah laku, dan perbuatan dalam
melaksanakan tugasnya dan dalam pergaulan hidup sehari-hari. Selanjutnya, dalam
Kode Etik Pegawai Negeri Sipil itu digariskan pula prinsip-prinsip pokok
tentang pelaksaan tugas dan tanggung jawab pegawai negeri.
b. Dalam
pidato Kongres PGRI VIII Basuni sebagai Ketua Umum PGRI menyatakan bahwa Kode
Etik Indonesia merupakan landasan moral dan pedoman tingkah laku guru warga
PGRI dalam melaksanakan panggilan pengabdiannya bekerja sebagai guru ( PGRI,
1973 ). Dari pendapat Ketua Umum PGRI ini dapat ditarik kesimpulan bahwa dalam
kode etik guru Indonesia terdapat dua unsur pokok yaitu: (1) sebagai landasan
moral, (2) sebagai pedoman tingkah laku.
2. Tujuan
Kode Etik
a. Untuk
menjunjung tinggi profesi
b. Untuk
menjaga dan memelihara kesejahteraan anggotanya
c. Untuk
meningkatkan pengabdian para anggota profesi
d. Untuk
meningkatkan mutu profesi
e. Untuk
meningkatkan mutu organisasi profesi
3. Penetapan
Kode Etik
Kode etik hanya dapat diciptakan oleh
suatu organisasi profesi yang berlaku dan mengikat para anggotanya. Penetapan
kode etik lazim dilakukan pada suatu kongres organisasi profesi. Dengan
demikian, penetapan kode etik tidak boleh dilakukan oleh orang secara
perorangan, melainkan harus dilakukan oleh orang-orang yang diutus untuk dan
atas nama anggota-anggota profesi dari organisasi tersebut. Kode etik suau
profesi hanya akan mempunyai pengaruh yang kuat dalam menegakkan disiplin
dikalangan profesi tersebut, jika semua orang yang menjalankan profesi tersebut
tergabung ( menjadi anggota ) dalam organisasi profesi yang bersangkutan.
Apabila setiap orang yang menjalankan
suatu profesi secara otomatis tergabung dalam suatu organisasi atau ikatan
professional, maka barulah ada jaminan bahwa profesi tersebut dapat dijalankan
secara murni dan baik, karena setiap anggota profesi yang melakukan pelanggaran
yang serius terhadap kode etik dapat dikenakan sangsi.
4. Sangsi
Pelanggaran Kode Etik
Dalam hal ini jika seseorang anggota
profesi bersaing secara tidak jujur atau curang dengan sesama anggota
profesinya, dan jika dianggap kecurangan itu serius ia dapat dituntut di muka
pengadilan. Pada umumnya, karena kode etik adalah landasan moral dan merupakan
pedoman sikap, tingkah laku, dan perbuatan maka sanksi terhadap pelanggaran
kode etik adalah sanksi moral. Barang siapa melanggar kode etik akan mendapat
celaan dari rekan-rekannya, sedangkan sanksi yang dianggap terberat adalah si pelanggar
dikeluarkan dari organisasi profesi. Adanya kode etik dalam suatu organisasi
profesi tertentu, menandakan bahwa organisasi profesi itu telah mantap.
5. Kode
Etik Guru Indonesia
Kode Etik Guru Indonesia dapat
dirumuskan sebagai himpunan nilai-nilai dan norma-norma profesi guru yang
tersusun dengan baik dan sistematik dalam suatu sistem yang utuh dan bulat.
Fungsi Kode Etik Guru Indonesia adalah sebagai landasan moral dan pedoman
tingkah laku guru warga PGRI dalam menunaikan tugas pengabdiannya sebagai guru,
baik di dalam maupun di luar sekolah serta dalam kehidupan sehari-hari di
masyarakat. Dengan demikian, maka Kode Etik Guru Indonesia merupakan alat yang
amat penting untuk pembentukan sikap professional para anggota profesi
keguruan.
KODE ETIK GURU
INDONESIA
Guru Indonesia menyadari, bahwa
pendidikan adalah bidang pengabdian terhadap Tuhan Yang Maha Esa, bangsa dan
Negara serta kemanusiaan pada umumnya. Guru Indonesia yang berjiwa Pancasila
dan setia pada Undang-Undang Dasar 1945, turut bertanggung jawab atas
terwujudnya cita-cita Proklamasi Kemerdekaan Republik Indonesia 17 Agustus
1945. Oleh sebab itu, guru Indonesia terpanggil untuk menunaikan karyanya
dengan memedomani dasar-dasar sebagai berikut:
1. Guru
berbakti membimbing peserta didik untuk membentuk manusia Indonesia seutuhnya
yang berjiwa Pancasila.
2. Guru
memiliki dan melaksanakan kejujuran professional.
3. Guru
berusaha memperoleh informasi tentang peserta didik sebagai bahan melakukan
bimbingan dan pembinaan.
4. Guru
menciptakan suasana sekolah sebaik-baiknya yang menunjang berhasilnya proses
belajar-mengajar.
5. Guru
memelihara hubungan baik dengan orang tua murid dan masyarakat sekitarnya untuk
membina peran serta dan rasa tanggung jawab bersama terhadap pendidikan.
6. Guru
sebagai pribadi dan bersama-sama mengembangkan dan meningkatkan mutu dan
martabat profesinya.
7. Guru
memelihara hubungan seprofesi, semangat kekeluargaan, dan kesetikawanan sosial.
8. Guru
secara bersama-sama memelihara dan meningkatkan mutu organisasi PGRI sebagai
sarana perjuangan dan pengabdian.
9. Guru
melaksanakan segala kebijaksanaan pemerintah dalam bidang pendidikan.
6. Kode Etik Guru PAI
Secara harfiah kode etik berarti sumber
etik. Etika artinya tata susila atau hal-hal yang berhubungan dengan kesusilaan
dalam mengerjakan suatu pekerjaaan. Jadi “kode etik Guru” diartikan sebagai
“aturan tata susila keguruan”.
Dalam penjelasan lain kode etik pendidik adalah norma-norma yang
mengatur hubungan kemanusiaan ( relationship
) antara pendidik dan peserta didik, orang tua peserta didik, koleganya,
serta dengan atasannya. Adapun bentuk kode etik suatu lembaga pendidikan tidak
harus sama, tetapi secara intrinsik mempunyai kesamaan konten yang berlaku
umum. Pelanggaran terhadap kode etik akan mengurangi nilai dan kewibawaan
identitas pendidik.
Menurut Ibnu Jama’ah, yang dikutip oleh
Abd al Amir Syams al-Din, etika pendidik terbagi atas tiga macam, yaitu:
1.
Etika yang
terkait dengan dirinya sendiri. Pendidik dalam bagian ini paling tidak memiliki
dua etika, yaitu: (1) memiliki sifat-sifat keagamaan ( diniyyah ) yang baik, meliputi patut dan tunduk terhadap syariat
Allah dalam bentuk ucapan dan tindakan, baik yang wajib maupun yang sunnah;
senantiasa membaca Al-Qur’an, zikir kepada-Nya baik dengan hati maupun lisan;
memelihara wibawa Nabi Muhammad; dan menjaga perilaku lahir dan batin; (2)
memiliki sifat-sifat akhlak yang mulia, seperti menghiasi diri ( tahalli ) dengan memelihara diri,
khusyu’, rendah hati, menerima apa adanya, zuhud, dan memiliki daya dan hasrat
yang kuat.
2.
Etika terhadap
peserta didiknya. Pendidik dalam bagian ini paling tidak memiliki dua etika,
yaitu: (1) sifat-sifat sopan santun ( adabiyyah
); (2) sifat-sifat memudahkan, menyenangkan, dan menyelamatkan (muhniyyah).
3.
Etika dalam
proses belajar mengajar. Pendidik dalam bagian ini paling tidak mempunyai dua
etika, yaitu: (1) sifat-sifat memudahkan, menyenangkan, dan menyelamatkan; (2)
sifat-sifat seni, yaitu seni mengajar yang menyenangkan sehingga peserta didik
tidak merasa bosan.
Adapun
menurut Al-Ghazali kode etik pendidik terumuskan sebanyak 17 bagian, yaitu:
1.
Menerima segala
problem peserta didik dengan hati dan sikap yang terbuka dan tabah.
2.
Bersikap penyantun
dan penyayang ( QS. Ali-Imran: 159 )
3.
Menjaga kewibawaan
dan kehormatannya dalam bertindak.
4.
Menghindari dan
menghilangkan sikap angkuh terhadap sesama ( QS. An-Najm: 32)
5.
Bersifat rendah
hati ketika menyatu dengan sekelompok masyarakat ( QS. Al-Hijr: 88 )
6.
Menghilangkan
aktivitas yang tidak berguna dan sia-sia.
7.
Bersifat lemah
lembut dalam menghadapi peserta didik yang tingkat IQ-nya rendah, serta
membinanya sampai pada taraf maksimal.
8.
Meninggalkan
sifat marah dalam menghadapi problem peserta didiknya.
9.
Memperbaiki
sikap peserta didiknya, dan bersikap lemah lembut terhadap peserta didik yang
kurang lancar bicaranya.
10. Meninggalkan
sikap yang menakutkan pada peserta didik, terutama pada peserta didik yang belum mengerti atau belum mengetahui.
11. Berusaha
memperhatikan perrtanyaan-pertanyaan peserta didik, walaupun pertanyaannya itu
tidak bermutu dan tidak sesuai dengan masalah yang diajarkan.
12. Menerima
kebenaran yang diajukan oleh peserta didiknya.
13. Menjadikan
kebenaran sebagai acuan dalam proses pendidikan, walaupun kebenaran itu
datangnya dari peserta didik.
14. Mencegah
dan mengontrol peserta didik mempelajari ilmu yang membahayakan ( QS.
Al-Baqarah: 195 )
15. Menanamkan
sifat ikhlas pada peserta didik, serta terus-menerus meencari informasi guna
disampaikan pada peserta didik yang akhirnya mencapai tingkat taqarrub kepada Allah SWT. ( QS. Al-Bayyinah: 5)
16. Mencegah
peserta didik mempelajari ilmu fardhu kifayah ( kewajiban kolektif, seperti
ilmu kedokteran, psikologi, ekonomi, dsb) sebelum mempelajari ilmu fardhu ‘ain
( kewajiban individual, seperti akidah, syariah, dan akhlak).
17. Mengaktualisasikan
informasi yang diajarkan pada peserta didik ( QS. Al-Baqarah: 44, As. Shaf: 2-3
)
Sedangkan
menurut Muhammad Athiyah Al-Abrasyi kode etik pendidik dalam pendidikan Islam
adalah:
1.
Mempunyai watak
kebapakan sebelum menjadi seorang pendidik, sehingga ia menyayangi peserta
didiknya seperti menyayangi anaknya sendiri.
2.
Adanya
komunikasi yang aktif antara pendidik dan peserta didik.
3.
Memerhatikan kemampuan
dan kondisi peserta didiknya. Pemberian materi pelajaran harus diukur dengan
kadar kemampuannya.
4.
Mengetahui kepentingan bersama, tidak terfokus pada
sebagian peserta didik.
5.
Mempunyai
sifat-sifat keadilan, kesucian, dan kesempurnaan.
6.
Ikhlas dalam
menjalankan aktivitasnya, tidak banyak menuntut hal yang diluar kewajibannya.
7.
Dalam mengajar
supaya mengaitkan materi satu dengan materi lainnya.
8.
Memberi bekal
peserta didik dengan ilmu yang mengacu pada masa depan, karena ia tercipta
berbeda dengan zaman yang dialami oleh pendidiknya.
9.
Sehat jasmani
dan rohani serta mempunyai kepribadian yang kuat, tanggung jawab, dan mampu
mengatasi problem peserta didik, serta mempunyai rencana yang matang untuk
menatap masa depan yang dilakukan dengan sungguh-sungguh.[8]
2.5
Pengembangan
Kompetensi Guru PAI
Kompetensi merupakan gambaran hakikat
kualitatif perilaku seseorang. Menurut Lefrancois, kompetensi merupakan
kapasitas untuk melakukan sesuatu , yang dihasilkan dari proses belajar. Selama
proses belajar stimulus akan bergabung dengan isi memori dan menyebabkan
terjadinya perubahan kapasitas untuk melakukan sesuatu.
Kompetensi diartikan oleh Cowell,
sebagai suatu ketrampilan / kemahiran yang bersifat aktif. Kompetensi
dikategorikan mulai dari tingkat sederhana atau dasar hingga lebih sulit atau
kompleks yang pada gilirannya akan berhubungan dengan proses penyusunan bahan
atau pengalaman belajar, yang lazimnya terdiri dari:
1.
Penguasaan
minimal kompetensi dasar
2.
Praktik
kompetensi dasar
3.
Penambahan
penyempurnaan atau pengembangan terhadap kompetensi atau ketrampilan.
Ketiga
proses tersebut dapat terus berlanjut selama masih ada kesempatan untuk
melakukan penyempurnaan atau pengembangan kompetensinya.
Berdasarkan uraian di atas, dapat
disimpulkan bahwa kompetensi merupakan satu-kesatuan yang utuh yang
menggambarkan potensi, pengetahuan, keterampilan, dan sikap yang dinilai, yang
terkait dengan profesi tertentu berkenaan dengan bagian-bagian yang dapat diaktualisasikan
dan diwujudkan dalam bentuk tindakan atau kinerja untuk menjalankan profesi
tertentu.
Pengertian kompetensi ini, jika
digabungkan dengan sebuah profesi yaitu guru atau tenaga pengajar, maka kompetensi
guru mengandung arti kemampuan seseorang guru dalam melaksanakan
kewajiban-kewajiban secara bertanggung jawab dan layak atau kemampuan dan
kewenangan guru dalam melaksanakan profesi keguruannya. Jadi, pengertian kompetensi
guru adalah seperangkat penguasaan kemampuan yang harus ada dalam diri guru
agar dapat mewujudkan kinerjanya secara tepat dan efektif.
Tujuan adanya Standar Kompetensi Guru
adalah sebagai jaminan dikuasainya tingkat kompetensi minimal oleh guru
sehingga yang bersangkutan dapat melakukan tugasnya secara professional, dapat
dibina secara efektif dan efisien serta dapat melayani pihak yang
berkepentingan terhadap proses pembelajaran dengan sebaik-baiknya sesuai dengan
bidang tugasnya.
Adapun manfaat disusunya Standar
Kompetensi Guru ini adalah sebagai acuan pelaksanaan uji kompetensi,
penyelenggaraan diklat, dan pembinaan, maupun acuan bagi pihak yang
berkepentingan terhadap kompetensi guru untuk melakukan evaluasi, pengembangan
bahan ajar dan sebagainya bagi tenaga kependidikan.
Pendeteksian sejauh mana seorang telah
memiliki sesuatu kompetensi tersebut, maka diperlukan adanya
indikator-indikator yang dapat teramati dan terukur. Dengan hasil pengamatan
dan pengukuran itulah tingkatan penguasaan ( mastery and proficiencymastery and proficiency ) dalam jenis
kompetensi tertentu akan dapat diketahui dengan mengacu kepada kriteria
keberhasilan kinerja minimal yang dapat diterima ( the minimal acceptable performance ) yang telah ditetapkan ( disepakati
) terlebih dahulu.
Setiap jenis pekerjaan atau keprofesian
sudah seyogianya memiliki ciri-ciri khasnya, baik mengenai perangkat dasar
kompetensinya, maupun indikator dengan deskriptornya. Namun demikian, kiranya
dapat dimaklumi bila diantara sejumlah bidang pekerjaan atau keprofesian
tertentu selain memiliki ciri khasnya itu juga menunjukkan adanya kesamaan satu
sama lain, terutama jenis-jenis bidang pekerjaan serumpun, misalnya profesi
keguruan ( pengajaran ) dengan profesi bimbingan dan konseling ( BK ) dan
bidang pekerjaan lainnya dalam gugus ( cluster
) profesi kependidikan.
Guru yang profesional adalah guru yang
memiliki seperangkat kompetensi ( pengetahuan, keterampilan, dan perilaku )
yang harus dimiliki, dihayati, dan dikuasai oleh guru dalam melaksanakan tugas
keprofesionalannya. Kompetensi yang harus dimiliki oleh guru
berdasarkan Undang-undang Nomor 14 Tahun 2005 tentang Guru dan Dosen pada Bab
IV Pasal 10 ayat 91, yang menyatakan bahwa “ Kompetensi guru meliputi
kompetensi pedagogik, kompetensi kepribadian, kompetensi sosial, dan kompetensi
profesional yang diperoleh melalui pendidikan profesi”. Dalam Peraturan
Pemerintah Republik Indonesia No. 19 Tahun 2005 tentang Standar Nasional
Pendidikan disebutkan standar kompetensi yang harus dimiliki seorang pengajar /
guru, yakni kompetensi pedagogik, kepribadian, professional, dan sosial. Keempat
bidang kompetensi diatas tidak berdiri sendiri, melainkan saling berhubungan
dan saling mempengaruhi satu sama lain dan mempunyai hubungan hirarkis, artinya
saling mendasari satu sama lainnya – kompetensi yang satu mendasari kompetensi
yang lainnya.
Kompetensi guru di Indonesia telah pula
dikembangkan oleh Proyek Pembinaan Pendidikan Guru (P3G) Departemen Pendidikan
dan Kebudayaan. Pada dasarnya kompetensi guru menurut P3G bertolak dari
analisis tugas-tugas seorang guru, baik sebagai pengajar, pembimbing, maupun
sebagai administrator kelas. Ada sepuluh kompetensi guru menurut P3G, yakni:
► Menguasai
bahan
► Mengelola
program belajar mengajar
► Mengelola
kelas
► Menggunakan
media / sumber belajar
► Menguasai
landasan kependidikan
► Mengelola
interaksi belajar mengajar
► Menilai
prestasi belajar
► Mengenal
fungsi dan layanan bimbingan penyuluhan
► Mengenal
dan menyelenggarakan administrasi sekolah; dan
► Memahami
dan menafsirkan hasil penelitian guna kepeluan pengajaran.
Jika ditelaah, maka delapan dari sepuluh
kompetensi yang disebutkan tersebut, lebih diarahkan kepada kompetensi guru
sebagai pengajar. Dapat disimpulkan pula bahwa kesepuluh kompetensi tersebut
hanya mencakup dua bidang kompetensi guru yakni kompetensi kognitif dan
kompetensi perilaku. Kompetensi sikap, khususnya sikap profesional guru, tidak
tampak. Untuk keperluan analisis tugas guru sebagai pengajar, maka kompetensi
kinerja profesi keguruan ( generic
teaching competencies ) dalam penampilan aktual dalam proses belajar
mengajar, minimal memiliki empat kemampuan, yakni kemampuan:
1. Merencanakan
proses belajar mengajar;
2. Melaksanakan
dan memimpin/mengelola proses belajar mengajar;
3. Menilai
kemajuan proses belajar mengajar;
4. Menguasai
bahan pelajaran.
Kompetensi pedagogik merupakan kemampuan
guru dalam pengelolaan pembelajaran peserta didik yang sekurang-kurangnya
meliputi:
·
Pemahaman
wawasan atau landasan kependidikan
·
Pemahaman
terhadap peserta didik
·
Pengembangan
kurikulum atau silabus
·
Perancangan
pembelajaran
·
Pelaksanaan
pembelajaran yang mendidik dan dialogtis
·
Pemanfaatan
teknologi pembelajaran
·
Evaluasi hasil
belajar
·
Pengembangan
peserta didik untuk mengaktualisasikan berbagai kompetensi yang dimilkinya.
Sedangkan kompetensi kepribadian adalah
sejumlah cakupan prasyarat yang harus dimiliki oleh guru dalam diri dan
kepribadiannya. Kompetensi ini sekurang-kurangnya mencakup:
·
Beriman dan
bertaqwa
·
Berakhlak mulia
·
Arif dan
bijaksana
·
Demokratis
·
Mantap
·
Berwibawa
·
Stabil
·
Dewasa
·
Jujur
·
Sportif
·
Menjadi teladan
bagi peserta didik dan masyarakat
·
Obyektif
mengevaluasi kinerja sendiri
·
Mengembangkan
diri secara mandiri dan berkelanjutan
Adapun kompetensi sosial merupakan
kemampuan guru sebagai bagian dari masyarakat yang sekurang-kurangnya meliputi
kompetensi untuk: a) berkomunikasi lisan, tulis, dan isyarat secara santun; b)
menggunakan teknologi komunikasi dan informasi secara fungsional; c) bergaul
secara efektif dengan peserta didik, sesama pendidik, tenaga kependidikan,
pimpinan suatu pendidikan, orang tua atau wali peserta didik; d) bergaul secara
santun dengan masyarakat sekitar dengan mengindahkan norma serta sistem nilai
yang berlaku dan e) menerapkan prinsip persaudaraan sejati dan semangat
kebersamaan.
Kompetensi profesional merupakan
kemampuan guru dalam menguasai bidang ilmu pengetahuan, teknologi, dan budaya
yang diampunya yang sekurang-kurangnya meliputi penguasaan dalam: a) materi
pelajaran secara luas dan mendalam sesuai dengan standar isi program satuan
pendidikan, mata pelajaran dan kelompok mata pelajaran yang akan diampu, b)
konsep dan metode disiplin keilmuan, teknologi, atau seni yang relavan, yang
secara konseptual menaungi atau koheren dengan program satuan pendidikan, mata
pelajaran, dan kelompok mata pelajaran yang akan diampu.
Semua guru harus memiliki empat
kompetensi tersebut, namun demikian ada sejumlah sifat tambahan yang juga harus
dimiliki, lebih khusus bagi guru pendidikan agama Islam. Sifat tersebut antara
lain:
1.
Zuhud dalam arti
tidak mengutamakan keridlaan Allah semata.
2.
Kebersihan guru
harus senantiasa dijaga.
3.
Ikhlas dalam
pekerjaan.
4.
Pemaaf
5.
Seorang guru
merupakan bapak / ibu, saudara, dan sahabat sebelum ia menjadi guru.
6.
Seorang guru
harus mengetahui tabiat murid
7.
Menguasai materi
pelajarannya
8.
Kreatif dalam
memberikan pengajaran kepada siswanya, sehingga siswa mudah dalam menerima
transfer pemikiran yang diberikan.
9.
Harus menaruh
kasih sayang terhadap murid dan memperhatikan mereka seperti terhadap anak
sendiri
10. Memberikan
nasihat kepada murid dalam setiap kesempatan
11. Mencegah
murid dari akhlak yang tidak baik dengan jalan sindiran, terus terang, halus
dengan tidak mencela.
12. Guru
harus memperhatikan tingkat kecerdasan muridnya dan berbicara dengan mereka
dengan kadar akalnya, termasuk di dalamnya berbicara dengan bahasa mereka.
13. Tidak
menimbulkan kebencian pada murid terhadap suatu cabang ilmu yang lain
14. Guru
harus mengamalkan ilmu serta menyelaraskan kata dengan perilaku.[9]
Selain
beberapa hal di atas, guru pendidikan Islam yang kompeten dan profesional juga
harus mampu menjadi Informal Leader. Hal ini dikarenakan zaman terus berubah,
permasalahan bertambah, dan tantangan pun meruah, maka mau tidak mau metode
untuk merespon persoalan tersebut harus terus dikembangkan hingga pada titik
yang paling sempurna. Bila diterjemahkan lebih jauh, Informal Leader ( IL )
adalah orang dalam organisasi atau unit kerja yang tidak memiliki otoritas atau
posisi penting, namun IL mampu menjadi pemimpin kelompoknya secara informal
karena kebaikannya bisa diterima oleh kelompok tersebut ataupun orang lain.
2.6
Analisis
1. Kelebihan
a.
Penguasaan yang
lebih mendalam dalam hal pengetahuan keagamaan.
b.
Disegani oleh
masyarakat.
c.
Pemegang kontrol
dalam membentuk kematangan akhlak siswa.
2. Kelemahan
a.
Kebanyakan
dipandang dengan sebelah mata.
b.
Terkadang kaku
dalam bergaul.
c.
Kudis ( kurang
disiplin )
d.
Kusta ( kurang
strategi )
e.
Asma ( asal
masuk kelas )
f.
Kram ( kurang
terampil )
g.
Kurap ( kurang persiapan )
h.
Asam Urat ( asal
sampaikan materi kurang akurat )
i.
Lesu ( lemah
sumber )
j.
Diare ( diremehkan
siswa )
k.
TBC ( tidak bisa
computer )
l.
AID ( aras
arasen ikut diklat ), dll.
BAB
III
PENUTUP
3.1
Kesimpulan
Berdasarkan
dari hasil pembahasan di atas maka dapat diambil kesimpulan sebagai berikut:
1. Etika
profesi diperlukan untuk menjaga martabat serta kehormatan profesi, dan di sisi
lain melindungi masyarakat dari segala bentuk penyimpangan maupun
penyalahgunaan keahlian.
2. Etika
berasal dari kata “ethos” ( bahasa
Yunani ) yang berarti karakter, watak kesusilaan atau adat. Sebagai suatu
subyek, etika akan berkaitan dengan konsep yang dimiliki oleh individu ataupun
kelompok untuk menilai apakah tindakan-tindakan yang telah dikerjakannya itu
salah atau benar, buruk atau baik.
3. Profesi
guru pendidikan agama Islam adalah suatu jabatan yang dipegang oleh orang-orang yang berwenang dan bertanggung
jawab terhadap perkembangan peserta didiknya dalam proses transinternalisasi
pengetahuan dan nilai Islam dengan upaya mengembangkan seluruh potensi peserta
didik baik potensi afektif ( rasa ), kognitif ( cipta ), maupun psikomotorik (
karsa ) melalui upaya pengajaran, pembiasaan, dan bimbingan yang semuanya itu
tidak lain untuk tercapainya keselamatan dunia dan akhirat serta menjadikannya
sebagai pandangan hidup sehari-hari.
4. Kode
etik guru PAI adalah himpunan nilai-nilai dan norma-norma profesi guru PAI yang
tersusun dengan baik dan sistematik dalam suatu sistem yang utuh dan bulat.
5. Kompetensi
guru adalah seperangkat penguasaan kemampuan yang harus ada dalam diri guru
agar dapat mewujudkan kinerjanya secara tepat dan efektif. Dalam rangka
meningkatkan kemampuan profesional guru, maka pelayanan supervisi memegang
peranan penting dalam hubungannya dengan usaha meningkatkan kualitas
pendidikan, baik para pendidik maupun lulusan sistem pendidikan.
Daftar
Pustaka
Ahmadi. 1984. Ilmu Pendidikan : Suatu Pengantar.
Salatiga: CV. Saudara.
Ali,
M.A ,Prof. Dr. H. Zainuddin. 2007. Pendidikan
Agama Islam. Jakarta: Bumi Aksara.
Djamarah, Syaiful Bahri. 2000. Guru dan Anak Didik dalam Interaksi Edukatif. Jakarta: Rineka Cipta.
Dr.
H. Anshori LAL., MA. 2010. Transformasi
Pendidikan Islam. Jakarta: Gaung Persada Press.
Kosasi,
M. Sc, Drs. Raflis dan Prof. Soetjipto.
2009. Profesi Keguruan.
Jakarta: PT. Rineka Cipta.
Mujib,
M.Ag, Dr. Abdul dan Dr. Jusuf Mudzakkir, M. Si. 2006. Ilmu Pendidikan Islam. Jakarta: Kencana.
Saaudagar, Fachruddin
dan Ali Idrus. 2009. Pengembangan
Profesionalitas Guru. Jakarta: Gaung
Persada Press.
Sanusi, dkk. 1990. Studi Pengembangan Model Pendidikan
Profesional Tenaga Kependidikan. Bandung : PPS IKIP Bandung.
Saud, Udin Syaefudin. 2009. Pengembangan Profesi Guru. Bandung :
CV. Alfa Beta.
Supeno, Hadi. 1995. Potret Guru. Jakarta: Pustaka Sinar Harapan.
[1] Sanusi,
dkk, Studi Pengembangan Model Pendidikan Profesional Tenaga Kependidikan,
(Bandung : PPS IKIP Bandung, 1990), hlm. 19
[2] Udin
Syaefudin Saud, Pengembangan Profesi Guru (Bandung : CV. Alfa Beta, 2009), hlm.
7
[3] Fachruddin
Saudagar dan Ali Idrus, Pengembangan Profesionalitas Guru, (Jakarta: Gaung
Persada Press, 2009), hlm. 1-7
[4] Hadi
Supeno, Potret Guru ( Jakarta: Pustaka Sinar Harapan, 1995 ), hlm. 26
[5] Syaiful
Bahri Djamarah, Guru dan Anak Didik dalam Interaksi Edukatif ( Jakarta: Rineka
Cipta, 2000), hlm. 31
[6] Ahmadi,
Ilmu Pendidikan ( Suatu Pengantar ), ( Salatiga: CV. Saudara, 1984), hlm 68
[7] Abdul
Mujib, Ilmu Pendidikan Islam, ( Jakarta: Kencana, 2008 ), hlm. 25
[8] Dr.
Abdul Mujib, M.Ag dan Dr. Jusuf
Mudzakkir, M. Si. Ilmu Pendidikan Islam ( Jakarta: Kencana , 2006), hlm. 100-101
[9] Anshori,
Transformasi Pendidikan Islam, ( Jakarta: Gaung Persada Press, 2010 ), hlm. 63
No comments:
Post a Comment