BAB II
PERKEMBANGAN JIWA AGAMA PADA
REMAJA
A.
PENDAHULUAN
1.
Latar Belakang
Dalam
pembagian tahap perkembangan manusia, maka masa remaja menduduki tahap progesif
. dalam pembagian yang agak terurai masa remaja mencakup masa: juvenilitas
(adolescantium), pubertas dan nubilitas. Sejalan dengan perkembangan jasmani
dan rohaninya, maka agama pada para remaja turut dipengaruhi perkembangan itu.
Maksudnya penghayatan para remaja terhadap ajaran agama dan tindak keagamaan
yang tampak pada para remaja banyak berkaitan dengan factor perkembangan
tersebut. [1]
Pada
masa ini anak mulai memikirkan kembali hal-hal berhubungan dengan agama yang
dipercayainya dalam masa kanak-kanak. Mereka menilai dan mempertimbangkan
hal-hal itu secara kritis. [2]
Ketika
zaman berubah dengan cepat, salah satu kelompok yang rentan untuk ikut terbawa
arus adalah para remaja. Kenapa? Tak lain karena mereka memiliki karakteristik
tersendiri yang unik: labil, sedang pada taraf mencari identitas, mengalami
masa transisi dari remajaa menuju status dewasa, serta belum seimbangnya antara
perkembangan jasmani dengan rohaninya sehingga seringkali menimbulkan perasaan
gelisah, memberontak dan kurang nyaman terhadap kondisi dirinya maupun
lingkungan sekitarnya.
Di
berbagai kota besar, sudah menjadi pengetahuan umum bahwa ulah remaja
belakangan ini makin mengerikan dan mencemaskan masyarakat. Mereka tidak lagi
sekedar terlibat dalam aktivitas nakal seperti membolos sekolah, merokok,
minim-minuman keras atau menggoda lawan jenisnya , tetapi tak jarang mereka
terlibat aksi tawuran layaknya preman atau terlibat dalam penggunaan napza,terjerumus
dalam kehidupan seksual pranikah, dan berbagai bentuk prilaku menyimpang
lainnya. Di Surabaya , misalnya sebagian besar sekolah lanjutan tingkat atas
(SLTA) dilaporkan pernah mengeluarkan siswanya karena lantaran tertangkap basah
menyimpan dan menikmati benda haram sebangsa narkoba. Sementara itu, di sejumlah
kost-kost an tak jarang ditemukan kasus beberapa anak baru gedhe (ABG)
menggelar pesta putau atau narkotika hingga ada salah satu korban tewas akibat
overdosis.
Banyaknya
prilaku penyimpang yang dilakukan remaja pada hakikatnya tak lepas dengan
berbagai perkembangan remaja secara fisik, psikis, sosial maupun agamanya.
Begitu banyaknya hal penting yang terdapat dalam jiwa dan agama baik itu yang
terjadi pada anak-anak maupun remaja. Suatu perkembangan memang perlu adanya
perhatian yang sangat teliti sebab hal ini dapat mempengaruhi bentuk perubahan
yang dialami anak-anak pada umumnya. Dan anak-anak yang hanya mengikuti dan
meniru apa yang dilihatnya ini perlu kita arahkan dan jelaskan tentang hal-hal
yang nilainya positif. Karena dengan begini anak-anak akan mengerti hal yang
menurutnya menarik dan memuaskan dirinya.
Sedangkan
perkembangan jiwa dan agama pada masa remaja ini tidak begitu memerlukan
perhatian dan pengarahan lebih serius jika dibandingkan dengan perkembangan
jiwa dan agama pada anak-anak. Dan pada
remaja perkembangan jiwanya mulai bergejolak-gejolak dengan apa yang dialaminya
dalam kehidupannya dan pada pergaulannya. Yang kemudian inilah yang perlu
diperhatikan yaitu apabila perkembangan jiwa remaja bergejolak itu tidak
disertai dengan bekal agama yang ada pada dirinya maka akibatnya akan berbahaya.[3]
2.
Rumusan Masalah
a.
Bagaimana Perkembangan Jiwa masa
Remaja?
b.
Bagaimana Kenakalan masa Remaja?
c.
Bagaimana Perkembangan Jiwa Agama
Remaja?
d.
Bagaimana Pembinaan Agama pada
Remaja?
3.
Tujuan
a.
Untuk Mengetahui Perkembangan
Jiwa masa Remaja
b.
Untuk Mengetahui Kenakalan masa
Remaja
c.
Untuk Mengetahui Perkembangan
Jiwa Agama Remaja
d.
Untuk Mengetahui Pembinaan Agama
pada Remaja
B.
PEMBAHASAN
1.
Perkembangan Jiwa Masa Remaja
Masa remaja dimulai usia 13 tahun
hingga 21 tahun. Terkait tentang fase perkembangan jiwa remaja, maka dalam
beberapa buku psikologi ada perbedaan, ada yang mengelompokkan menjadi empat
fase, ada yang tiga fase dan ada yang dua fase.[4]
Adapun yang empat fase, yaitu:
a. Pra-Remaja/Puber (13-16 tahun)
b. Remaja Awal (16-18 tahun)
c. Remaja Akhir (18-20)
d. Masa Adolescence (21 tahun)
Adapun yang tiga fase, yaitu:
a. Pra-Remaja (13-16 tahun)
b. Remaja Awal (16-18 tahun)
c. Remaja Akhir (18-21 tahun)
Sedang yang dua fase perkembangan,
yaitu:
a. Remaja Awal (13-17 tahun)
b. Remaja Akhir (18-21 tahun)
1.a Masa remaja
pertama (13-16 tahun)
Setelah si anak
melalui (umur 12 tahun), bepindah ia dari masa kanak-kanak yang terkenal
tenang, tidak banyak debat dan soal, mereka memasuki masa goncang, karena
pertumbuhan cepat di segala bidang terjadi. Pertumbuhan jasmani yang pada umur
sekolah tampak serasi, seimbang dan tidak terlalu cepat, berubah menjadi
goncang, tidak seimbang dan berjalan sangat cepat, yang menyebabkan si anak
mengalami kesukaran. Pertumbuhan yang
paling menonjol terjadi pada umur-umur ini, adalah pertumbuhan jasmani cepat,
seolah-olah ia bertambah tinggi dengan kecepatan yang jauh lebih terasa dari
pada masa kanak-kanak dulu.[5]
Tubuhnya bertambah
cepat, akan tetapi tidak serentak seluruhnya, maka terjadilah ketidak
seimbangan gerak dan tubuhnya tampak kurang serasi, misalnya ia tampak tinggi
kurus dengan kaki, tangan dan hidung lebih besar dari pada bagian tubuh
lainnya. Kelenjar-kelenjar yang mengalir dalam tubuhnya, dimana kelenjar
kanak-kanak (thymus dan pineal) berhenti mengalir dan berganti dengan kelenjar seks, yang
mempunyai fungsi memprodusir hormone-hormone, sehingga bertumbuhlah tanda-tanda
seks sekunder pada anak, seperti perubahan suara, timbuhnya rambut-rambut pada
pangkal pipi, kumis, dan lain-lain pada anak laki-laki dan membesarnya panggul,
payudara dan kelenjar air susu pada anak-anak perempuan
Adapun sifat-sifat
remaja yang terkait dengan fase-fase perkembangan jiwanya tersebut dapat
dijelaskan sebagai berikut:
a.
Sifat negatif puber
perempuan:
1)
Mudah gelisah dan
bingung
2)
Kurang suka bekerja
(malas-malasan)
3)
Mudah jengkel dan
marah
4)
Pemurung dan kurang
gembira
5)
Perasaan mudah
berubah senang-sedih
b.
Sifat negatif puber
laki-laki:
1)
Mudah lelah
2)
Malas bergerak
(bekerja)
3)
Sukar tidur dan
bersantai-santai
4)
Mempunyai rasa
pesimis dan rendah diri
5)
Perasaan mudah
berubah, gelisah gembira
Semua perubahan
jasmani secepat itu, menimbulkan kecemasan pada remaja, sehingga menyebabkan
terjadinya kegoncangan emosi, kecemasan, dan kekuatiran. Bahkan kepercayaan
kepada agama yang telah bertumbuh pada umur sebelumnya, mungkin pula mengalami
kegoncangan, karena kecewa pada dirinya. Maka kepercayaan remaja kepada Tuhan
kadang-kadang sangat kuat, akan tetapi kadang-kadang menjadi ragu dan
berkurang, yang terlihat pada cara ibadahnya yang kadang-kadang rajin dan malas
beribadah. Perasannya kapada Tuhan tergantung kepada perubahan eiminya.alamosi
yang sedang dialaminya.
Hendaknya guru
agama memahami keadaan anak yang sedang mengalami kegoncangan akibat
pertumbuhan yang berjalan sangat cepat itu dengan segala keinginan, dorongan
dan ketidak stabilan kepercayaan itu. Dengan pengertian itu, guru agama dapat
memilihkan cara penyajian agama yang tepat bagi mereka, sehingga kegoncangan
perasaan dapat diatsi.
Perlu pula diingat
oleh guru agama bahwa perkembangan kecerdasan remaja, telah sampai kepada mampu
memahami hal yang abstrak pada umur 12 tahun dan mampu mengambil kesimpulan
yang abstrak pendidikan agama tidak akan begitu saja tanpa mahaminya. Apa yang
dulu apat diterimanya tanpa bertanya, tapi pada umur ini, ia akan sering
bertanya atau minta penjelasan yang masuk menerima apa yang tidak dapat
dimengertinya. Guru yang tidak mengerti perkembangan jiwa remaja, akan
menyangka bahwa murid-muridnya tidak mau menerima keterangannya, atau
mencari-cari soal yang memojokkannya, lalu ia marah, atau menjawab dengan hokum
dan ketentuan agama yang tegas, yang harus diterima dan dipatuhi kalau tidak
akan berdosa, masuk neraka dan sebagainya. Guru agama yang seperti itu, tidak
akan berhasil menumbuhkan minat murid kepada pendidikan agama, bahkan mungkin
akan terjadi sebaliknya, dimana guru agama menjadi kurang dihargai oleh murid
dan selanjutnya penanaman dan pengembangan jiwa agama pada anak didik tidak
atau kurang berhasil.
1.b Masa remaja terakhir (umur 17-21 tahun)
Sebenarnya batas
yang tegas antara tahap-tahap perkembangan anak dan remaja itu tidak terlalu
tajam masa remaja terakhir dapat dikatakan bahwa pada anakpada waktu itu dari
segi jasmani dan kecerdasan telah mendekati kesempurnaan. Yang berarti bahwa
tubuh dengan seluruh anggotanya telah dapat berfungsi dengan baik; kecerdasan
telah dapat dianggap selesai pertumbuhannya, tinggal pengembangan dan
penggunaannya saja bagi yang perlu diperhatikan.
Adapun cirri-ciri kejiwaan remaja akhir,
yaitu:
1)
Mulai menemukan
identitas kepribadiannya
2)
Mampu menentukan
cita-cita hidupnya yang lebih realitas
3)
Mampu menentukan
garis atau jaln hidupnya
4)
Mulai dapat memikul
tanggung jawabnya
5)
Mampu menghimpun
norma-norma sendiri
6)
Dapat menentukan
jalan hidupnya.
Pertumbuhan dan
perkembangan tubuh dan kecerdasannya itu, pengetahuan remaja juga telah
berkembang pula, berbagai ilmu pengetahuan yang diajarkan oleh bermacam-macam
guru sesuai dengan bidang keahlian mereka masing-masing telah memenuhi otak
remaja. Telah kita bicarakan bahwa masa remaja adalah masa bergejolaknya
bermacam-macam perasaan, sehingga menjadi terombang-ambing antara berbagai
gejolak emosi yang paling bertentangan.
Disamping itu
kegoncangan jiwa mereka akibat dorongan seks yang semakin terasa, yang
kadang-kadang timbul keinginan untuk mengikuti arus dorongan tersebut, akan
tetapi mereka takut melaksanaknnya karena tidak berani melanggar ketentuan
agama. Tapi dilain pihak merak dilihat, banyak orang-orang yang berani melanggarnya.
Jika mereka kurang mendapat pendidikan agama yang serasi dan baik dahulu, atau
sekarang, maka kegoncangan mereka akan semakin bertambah.
Perlu pula diingat
bahwa perhatian remaja terhadap masyarakat besar, nasib rakyat banyak menjadi
pikiran mereka, hari depan bangsa menjadi masalah dalam dirinya. Dan tidak
kurang pentingnya kedudukan mereka dalam masyarakat itu. Mereka ingin mendapat
tempat dalam masyarakat. Oleh karena itu guru-guru agama, hendaknya dapat pula
member jalan bagi mereka untuk dapat ikut aktif dalam kegiatan-kegiatan
masyarakat, terutama yang berhubungan denagn agama.
Pendidikan agama
akan dapat dilaksanakan dengan berhasil guna dan berdaya guna, apabila guru
agama mengetahui perkembangan jiwa yang dilalui oleh anak dan remaja. Pendidikan
agama harus memperhatikan cirri-ciri dari masing-masing tahap itu dan dapat
mengisi serta mengembangkan kepribadian beragama pada masing-masing anak.
2. Kenakalan Pada Masa
Remaja
Secara psikologi
maupun sosiologis, remaja umumnya memang amat rentan terhadap pengaruh-pengaruh
eksternal. Karena proses pencarian jati diri yang belum kunjung berakhir,
mereka mudah sekali terombang-ambing, dan masih merasa sulit menentukan tokoh
panutannya. Mereka juga mudah terpengaruh oleh gaya hidup masyarakat di sekitarnya.
Karena kondisi kejiwaan yang labil, remaja mudah terpengaruh hal-hal yang
negative yang ada di lingkungannya. Mereka cenderung mengambil jalan pintas dan tidak mau pusing-pusing memikirkan dampak
negatifnya.[6]
Siapakah yang harus
dipersalahkan tatkala kita menjumpai remaja yang terperosok pada perilaku yang
menyimpang dan melanggar hukum atau paling tidak melanggar taat tertib yang
berlaku di masyarakat? Dalam hal ini, ada sejumlah pandangan dan teori yang
dapat digunakan untuk memahami kehidupan kenakalan remaja.
2.a Teori Differential
Association
Teori ini
dikembangkan oleh E. Sutherland yang didasarkan pada arti penting proses
belajar. Menurut Sutherland perilaku menyimpang yang dilakukan remaja
sesungguhnya merupakan sesuatu yang dapat pelajari. Selanjutnya menurut Sutherland,
perilaku menyimpang dapat ditinjau melalui sejumlah proposisi guna mencari akar
permasalahan dan memahami dinamika perkembangan perilaku. Proporsisi tersebut
antara lain[7]:
a)
Pertama, perilaku remaja
merupakan perilaku yang dipelajari secara negative dan berarti perilaku
tersebut tidak diwarisi.
b)
Kedua, perilaku
menyimpang yang dilakukan remaja dipelajari melalui proses interaksi dengan
orang lain.
c)
Ketiga, proses
mempelajari perilaku biasanya terjadi pada kelompok dengan pergaulan yang
sangat akrab.
d)
Keempat, pabila
perilaku menyimpang remaja dapat dipelajari maka yang dipelajari meliputi;
teknik melakukannya, motif atau dorongan serta alasan pembenar termasuk sikap.
e)
Kelima, arah dan
motif serta dorongan dipelajari melalui definisi dari peraturan hukum.
f)
Keenam, seseorang
menjadi delinkuen karena akses dari pola pikir yang lebih memandang aturan
hokum sebagai pemberi peluang dilakukannya penyimpangan daripada melihat hokum sebagi
sesuatu yang harus diperhatikan dan dipatuhi.
g)
Ketujuh,
differential association bervariasi dalam hal frekuensi, jangka waktu,
prioritas, dan intensitasnya.
h)
Kedelapan, proses
mempelajari perilaku menyimpang yang dilakukan remaja menyangkut seluruh
mekanisme yang lazim terjadi dalam proses belajar.
i)
Sembilan, perilaku
menyimpang yang dilakukan remaja merupakan pernyataan akan kebutuhan dan
dianggap sebagai nilai yang umum.
2.b Teori Albert K. Coben
Fokus perhatian
teori ini terarah pada sesuatu pemahaman bahwa
perilaku delinkuen banyak terjadi di kalangan laki-laki kelas bawah yang
kemudian membentuk geng (komunitas remaja). Perilaku delinkuen merupakan cermin
ketidakpuasan terhadap norma dan nilai kelompok kelas menengah yang cenderung
mendominasi. Karena kondisi sosial ekonomi yang ada dipandang sebagai kendala
dalam upaya mereka untuk mencapai tujuan sesuai dengan keinginan mereka
sehingga menyebabkan kelompok usia muda kelas bawah ini mengalami status frustration.
2 .c Teori Perbedaan Kesempatan
dari Cloward dan Ohlin
Menurut Cloward dan
Ohlin terdapat lebih dari satu cara bagi para remaja untuk mencapai
aspirasinya. Menurut Cloward dan Ohlin terdapat 3 jenis subkultur tipe geng kenakalan remaja, antara lain[8]:
a.
Criminal subculture, bilamana masyarakat secara
penuh berintegrasi, geng akan berlaku sebagai kelompok para remaja yang belajar
dari orang dewasa.
b.
A retreatust subcukture, subkultur jenis ini lebih
banyak melakukan kegiatan mabuk-mabukan dan aktivitas geng lebih mengutamakan
pencarian uang untuk tujuan mabuk-mabukan.
c.
Conflict sub culture, dalam masyarakat yang tidak
terintegrasi akan menyebabkan lemahnya organisasi.
2.d Teori Netralisasi yang Dikembangkan oleh
Matza dan Sykes
Menurut teori ini
orang melakukan perilaku menyimpang disebabkan adanya kecenderungan untuk
merasionalkan norma-norma dan nilai-nilai menurut persepsi dan kepentingan
mereka sendiri. Penyimpangan perilaku dilakukan dengan cara mengikuti arus
pelaku lainnya melalui sebuah proses pembenaran (nertalisai). Berbagai bentuk
netralisasi yang muncul pada orang yang melakukan perilaku menyimpang, yaitu[9]:
a)
The denial of responsibility, mereka menganggap dirinya
sebagi korban dan tekanan-tekanan sosial.
b)
The denial of injury, mereka berpandangan yang
dilakukan tidak mengakibatkan kerugian besar dimasyarakat.
c)
The denial of victims, mereka biasanya menyebutkan
dirinya sebagai pahlawan dan menganggap dirinya orang baik dan berada.
d)
Condemnation of the condemnesr, mereka beranggapan bahwa orang
yang mengutuk perbuatan mereka adalah orang yang munafik.
e)
Appeal to higher loyalitiy, mereka beranggapan bahwa
dirinya terperangnkap antara kemauan masyarakat luas dan hokum dengan
kepentingan kelompok kecil darimana berasal atau tergabung misalnya kelompok
geng atau saudara kandung.
2.e Teori Kontrol
Teori ini
beranggapan bahwa individu dalam masyarakat mempunyai kecenderungan yang sama
kemungkinannya yakni tidak melakukan penyimpangan perilaku dan berperilaku
menyimpang. Baik tidaknya perilaku individu sangat tergantung pada kondisi
masyarakatnya. Artinya perilaku baik dan tidak baik diciptakan oleh masyrakat
sendiri (Hagan, 1987).
Menurut Hirschi terdapat 4 unsur dalam ikatan sosial antara lain[10]:
a)
Attachment, mengacu pada kemampuan
seseorang untuk melibatkan dirinya terhadap orang lain.
b)
Commitment, mengacu pada keterikatan seseorang pada subsistem
konvensional seperti lembaga, sekolah, pekerjaan, organisasi dan sebagainya.
c)
Involvement, mengacu pada suatu pemikiran bahwa apabila seseorang
disibukkan berbagai kegiatan konvensional atau pekerjaan maka ia tidak sempat
berpikir apalagi terlibat dalam perilaku menyimpang.
d)
Beliefs, mengacu pada kepercayaan seseorang pada nilai atau kaidah
kemasyarakatan yang berlaku.
Berdasarkan
pada beberapa teori dan pandangan diatas, dapat diambil kesimpulan bahwa ada
beberapa faktor penting yang dapat mempengaruhi perkembangan anak pada masa
remaja. Beberapa faktor tersebut antara lain :
1) Factor Intern
Masalah penting yang dihadapi oleh anak-anak kita yang sedang berada dalam umur remaja cukup banyak. Yang paling
kelihatan adalah pertumbuhan jasmani yang cepat. Di samping itu, terjadi pula
perubahan di dalam tubuhnya. Kelenjar kanak-kanaknya telah berakhir, beganti
dengan kelenjar endokrin yang memproduksi hormone yang mempengaruhi
pertumbuhan, termasuk organ seks. Remaja perempuan menalami haid, dan remaja
laki-laki mengalami mimpi basah.[11]
Sementara itu perkembangan
kecerdasannyapun hampir mencapi puncaknya. Jika pada umur kurang lebih 12 tahun
dia telah mampu memahami hal-hal yang abstrak, maka pada umur kurang lebih 14
tahun ia telah dapat mengambil kesimpulan yang abstrak dari kenyataan yang
ditemukannya.
2) Factor Ekstren
Sungguh berat
situasi di abad 21, dimana kemajuan ilmu pengetahuan da teknologi benar-benar
memukau dan membuat manusia terseret untuk ikut di dunia yang transparan tanpa
rahasia. Manusia dihadapkan pada perubahan cepat dalam berbagai dimensi
kehidupan, terbawa oleh kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi.
Manusia pada dasarnya condong menanggapi
sesuatu berdasarkan informasi yang sampai kepadanya, dapat dikenali panca
inderanya. Sedangkan terhada hal-hal yang maknawi, abstrak danj jauh dari
jangkauan panca indera, atau diluar kemampuan berpikirnya menganalis keadaan,
biasanya ditolak atau dikesampingkan.
3) Factor Lingkungan
Kemajuan ilmu
pengetahuan dan teknologi berkembang cepat sekali, sehingga kemudahan hidup
semakin meningkat. Jarak yang jauh tidak menjadi hambatan untuk saling
berhubungan atu sam lain, bahkan dunia terasa kecil dan transparan. Apa punyang
terjadi di suatu tempat, akan segera diketahui si seluruh pelosok dunia.
Yang baik dan buruk akan menjalar dibawa
arus globalosasi dan informasi.yang menjadi masalah adalah pendidikan agama,
yang sifatnya abstrak. Demikian pula dengan pendidikan akhlak dan nilai-nilai
moral yang memerlukan contoh dan latihan sebelum kemampuan abstraknya
berkembang. Si anak belum mampu memilih mana yang baik dan mana yang buruk.
Maka apa yang terlihat dan terdengar olehnya akan ditirunya.
Disinilah letak bahaya hal-hal negative
yang terbawa masuk ke dalam keluarga lewat alat-alat elektronik yang dihasilkan
oleh teknologi maju. Orang tua sadar dan berhati-hati, memilihkan macam dan
jenis acara yang ditayagnkan di tv atau lainnya agar menghindarkan dampak
pengaruh negative.
3.
Perkembangan Jiwa Agama Remaja
Pikunas (1976)
mengemukakan pendapat William kay, yaitu bahwa tugas utama perkembangan remaja
adalah memperoleh kematangan system moral untuk membimbing perilakunya
kematangan remaja belumlah sempurna, jika tidak memiliki kode moral yang dapat
diterima secara universal. Pendapat ini menunjukkan tentang pentingnya remaja
memiliki landasan hidup yang kokoh, yaitu nilai-nilai moral, terutama yang bersumber dari agama. Erkait dengan
kehidupan beragama remaja, ternyata mengalami proses yang cukup panjang umntuk
mencapai kesadaran beragama yang diharapkan. Kualitas kesadaran beragama remaja
sangat dipengaruhi oleh kualitas pendidikan atau pengalaman keagamaan yang
diterimanya sejak usia dini, terutama di lingkungan keluarga.[12]
Yang dimaksud
keagamaan atau religi adalah kepercayaan terhadap suatu zat yang mengatur dalam
semesta ini adalah sebagian dari moral, sebab sebenarnya dalam keagamaan dan
moral juga diatur nilai-nilai perbuatan yang baik dan yang buruk. Agama oleh
karena juga memuat dan pedoman bagi remaja untuk bertingkah laku dalam
kehidupan pribadi dan bermasyarakat, harus benar-benar tertanam dalam jiwa kaum
remaja.[13]
Remaja yang dapat
didikan agama dengan cara yang tidak memberikan kesempatan untuk berpikir logis
dan memberikan kritik pendapat-pendapat yang tidak masuk akal, disertai pula
oleh keadaan lingkungan orang tua, yang juga menuntut agama yang sama maka kebimbangan
remaja itu akan berkurang. Remaaja akan merasa gelisah dan kurang aman apabila
agama dan keyakinan yang dianutnya bertentangan dengan keyakinan yang dianutnya
bertentangan dengan keyakinan orang tuanya. Keyakinan dan keteguhan orang
tuanya dalam menjalankan ibadah, serta memelihara nilai-nilai keagamaan dalam
kehidupannya sehari-hari, menolong remaja dari rasa kebimbangan agama.
Perkembangan mental
remaja kearah berpikir yang logis itu, juga mempengaruhi pandangan dan
kepercayaaan kepada Tuhan. Karena mereka tidak dapat melupakan tuhan dari
segala peristiwa yang terjadi di ala mini. Jika mereka meyakinibahwa tuhan itu
adalah maha kuasa, maha mengatur dan mengendalikan ala mini maka segala apa pun
yang terjadi, baik peristiwa alam maupun peristiwa sosila, dan hubunganya
dengan masyarakat, akan dilimpahkan kepada Tuhan tanggung jawabnya.
3.a Pra-Remaja
(Puber-Negatif) (13-16 tahun)
Perkembangan jiwa agama pada usia
pra-remaja atau disebut masa puber atau negative kedua ini bersifat berurutan
mengikuti sikap keberagamaan orang-orang yang ada di sekitarnya. Secara singkat
perkembangan jiwa agama pra remaja, yaitu: 1. Ibadah karena pengaruh keluarga,
teman, limgkungan dan peraturan sekolah, 2. Kegiatan agama lebih banyak dipengaruhi
emosional dan pengaruh luar.
3.b Remaja
Awal (16-18 tahun)
Perkembangan jiwa agama pada
remaja awal adalah menerima ajaran dan prilaku agama dengan dilandasi
kepercayaan semakin mantap. Kemantapan jiwa agama pada remaja awal ini
disebabkan karena beberapa hal yaitu: 1. Timbul kesadaran untuk melihat dirinya
sendiri. Dengan semakin matang organ jasmani yang diiringi kematangan emosi
maupun pikiran maka para remaja semakin banyak merenungkan dirinya sendiri,
baik kekurangannya, kelebihannya maupun masa depannya. 2. Timbul hasrat tampil
ke depan umum termasuk dalam bidang agama sehingga para remaja termotivasi
terlibat dalam berbagai organisasi keagamaan. 3. Teriring dengan semakin
mantapnya jiwa agama remaja awal maka semakin tumbuh semangat dalam melakukan
agama , yaitu semangat positif yang diwujudkan dalam prilakunya menjauhkan diri
dari bid’ah dan kufarat seperti tidak datang ke dukun. Ataupun menggunakan
jimat, namun lebih kepada ajaran agama yang yang bersifat formal. Sebaliknya,
bagi sebagian remaja yang tidak memiliki berbagai kelebihan utamanya dalam ilmu
pengetahuan agama yang memadahi atau kesempatan tampil ke depan umum secara
rasional tidak terpenuhi maka mendorong sekelompok remaja melakukan prilaku
negative, yaitu semangat khurafi, senang jimat, kekebalan tubuh dan sebagainya.
3.c Remaja
Akhir (18-21 tahun)
Perkembangan jiwa agama pada
remaja akhir ibarat grafik bukan semakin naik tetapi mala semakin menurun
apabila dibandingkan dengan masa sebelumnya . jiwa agama remaja akhir semakin
menurun karena diliputi oleh dorongan seksual yang kuat dan belum ada
kesempatan untuk menyalurkannya ditambah dengan rasionalisasi ajaran agama yang
semakin kuat serta realitas kehidupan masyarakat yang seringkali melanggar
norma-norma agama. Kondisi tersebut yang
menyebabkan ajaran-ajaran agama yang dipelajari dan dilakukan sejak kecil mulai
mengalami masa penurunan pada usia remaja akhir ini.
Ada beberapa karakteristik umum
perkembangan jiwa agama remaja akhir yaitu[14]:
a)
Percaya tetapi penuh keraguan dan
bimbang.
b)
Keyakinan beragama lebih dikuasai
pikiran ketimbang dikuasai emosional.
c)
Dengan demikian mereka dapat
mengritik, menerima atau menolak ajaran agama yang diterima waktu kecil.
Keraguan jiwa agama remaja
semakin memuncak ketika memasuki usia 21 tahun. Pada usia akhir remaja, maka
seseorang mengarah pada semakin tidak percaya sama sekali terhadap Tuhan maupun
ajaran agama yang diyakini sebelumnya. Hal itu ditandai dengan: 1. Mengingkari
wujud Tuhan dan ingin mencari kepercayaan lain, tetapi hati kecilnya masih
percaya; 2. Bila usia sebelumnya tidak mendapat pendidikan agama maka remaja usia
ini dapat mengarah ke ateis.
Jiwa beragama atau kesadaran
beagama merujuk kepada aspek rohaniyah individu yang berkaitan dengan keimanan
kepada Allah yang direfleksikan kedalam
peribadatan kepadaNya, baik yang besifat hablumminallah
maupun hablumminannas. Perkembangan
beragama seseorang dipengaruhi oleh factor-faktor pembawaan dan lingkungan.
a)
Faktor Pembawaan (Internal)
Perbedaan hakiki antara manusia
dan hewan adalah manusia mempunyai fitrah beragama. Setiap manusia yang lahir
di dunia, baik yang masih primitive, bersahaja, maupun yang sudah modern, baik
yang lahir di Negara komunis maupun kapitalis; baik yang lahir dari orang tua
yang saleh maupun jahat; sejak Nabi Adam sampai akhir zaman, menurut fitrah kejadiannya
mempunyai potensi beragama atau keomanan kepada Tuhan atau percaya adanya
kekuatan di luar dirinya yang mengatur hidup dan kehidupan alam semesta.
Di masyarakat yang masih
primitive muncul kepercayaan terhadap roh-roh gaib yang dapat memberikan kebaikan
atau bahkan malapetaka. Agar roh-roh tidak berperilaku jahat, maka mereka
berusaha untuk mendekatinya melalui sajian-sajian yang dipersembahkan kepada
roh-roh tersebut. Bahkan, dikalangan masyarakat modern pun masih ada yang
mempunyai kepercayaakn kepada hal-hal yang sifatnya takhayul tersebut, seperti
mempercayai bahwa barang-barang tertentu
mempunyai kekuatan-kekuatan yang dapat mendatangkan kebaikan, sehingga
tidak sedikit di kalangan mereka yang mengeramatkannya.
b)
Faktor Lingkungan (eksternal)
Factor pembawaan atau fitrah beragama merupakan potensi yang
mempunyai kecenderungan untuk berkembang. Namun, perkembangan itu tidak akan
terjadi manakala tidak ada factor luar yang memberikan rangsangan atau stimulus
yang memungkinkan fitrah itu berkembang dengan sebaik-sebaiknya. Factor
eksternal itu tidak lain adalah lingkungan dimana individu itu hidup.
Lingkungan itu adalah keluarga, sekolah dan masyarakat.[15] Menurut
W.Starbuck perkembangan agama pada remaja ditandai oleh beberapa factor perkembangan
rohani dan jasmaninya, perkembangan itu antara lain:
1)
Pertumbuhan pikiran dan mental
Ide dan dasar keyakinan beragama
yang diterima remaja dari masa kanak-kanaknya sudah tidak begitu menarik bagi
mereka. Sifat kritis terhadap ajaran agama mulai timbul. Selain masalah agama
mereka pun sudah tertarik pada masalah kebudayaan, sosial, ekonomi dan
norma-norma kehidupan lainnya. Perkembangan pikiran dan mental remaja
mempengaruhi sikap keagamaan mereka.
2)
Perkembangan perasaan
Berbagai perasaan telah
berkembang pada masa remaja. Perasaan sosial, etis dan estesis mendorong remaja
untuk menghayati perikehidupan yang terbiasa dalam lingkungannya. Kehidupan
religious akan cenderung mendorong dirinya lebih dekat kea rah yang hidup yang
religius pula. Sebaliknya bagi remaja yang kurang mendapat pendidikan dan
siraman ajaran agama akan lebih muda didominasi dorongan seksual. Masa remaja
merupakan masa kematangan seksual. Didoromg oleh perasaan ingin tau dan
perasaan super, remaja lebih mudah terperosok kea rah tindakan seksual yang
negative.
3)
Pertimbangan sosial
Corak keagamaan para remaja juga
ditindai oleh adanya pertimbangan sosial. Dalam kehidupan keagamaan mereka
timbul konflik antara pertimbangan moral dan material. Remaja sangat bingung
menentukan pilihan itu. Karena kehidupan duniawi lebih dipengaruhi kepentingan akan
materi, maka para renaja lebih cenderung jiwanya untuk bersikap materialis.
4)
Perkembangan moral
Perkembangan moral pada remaja
bertitik tolak dari rasa berdosa dan usaha untuk mencari proteksi. Tipe moral
juga terlihat pada para remaja juga mencukupi: Self directive, Adaptive,
Submissive, Unadjusted, Deviant.
5)
Sikap dan Minat
Sikap dan minat remaja terhadap
masalah keagamaan boleh dikatakan sangat kecil dan hal ini tergantung dari
kebiasaan masa kecil serta lingkungan agama yang mempengaruhi mereka.[16]
4.
Pembinaan
Agama Pada Remaja
Pada masa ini
remaja mulai memikirkan kembali hal-hal berhubungan dengan agama yang
dipercayainya dalam Masa Kanak-kanak. Mereka menilai dan mempertimbangkan
hal-hal itu secara kritis. Remaja senang mendiskusikan hal-hal yang berhubungan
dengan agama dengan teman-temannya. Banyak hal-hal yang dahulu mereka percaya
dengan sungguh-sungguh, sekarang mereka meragukan, misalnya mengenai dosa,
surga, dan neraka, arti daripada do’a dan sebagainya.[17]
Latar belakang
kehidupan keagamaan remaja dan ajaran agamanya berkenaan dengan hakekat dan
nasib manusia, memainkan peranan penting dalam menetukan konsepnya tentang apa
dan siapa dia,dan akan menjadi apa dia.[18]
Agama, seperti yang kita temukan dalam kehidupan sehari-hari, terdiri atas
suatu sisstem keyakinan-keyakinan, sikap-sikap dan praktek-praktek yang kita
anut, pada umunya berpusat sekitar pemujaan. Dari sudut pandangan individu,
agama adalah sesuatu yang menjadiurusan terakhir baginya. Artinya, bagi
kebanyakan orang, agama merupakan jawaban terhadap kehausannya akan kepastian,
jaminan, dan keyakinan tempat melekatkan dirinya dan untuk menopang
harapan-harapannya. Menurut Kohnstam disini ingin membedakan antara agama dan
keagamaan. Agama adalah hubungan antara manusia dengan Tuhan yang bersifat
pribadi. Sedangkan keagamaan merupakan hubungan antara manusia dengan keTuhanan
yang tidak bersifat pribadi.
Segala persoalan
dan problema yang terjadi pada remaja-remaja itu, sebenarnya bersangkut-paut
dengan usia yang mereka lalui, dan tidak dapat dilepaskan dari pengaruh
lingkungan mereka hidup. Dalam hal itu, suatu factor penting yang memegang
peranan yang menentukan dalam kehidupan remaja dalah agama.[19]
Pertumbuhan
pengertian tentang ajaran agama sejalan dengan pertumbuhan kecerdasan.
Pengertian tentang hal-hal yang abstrak, yang tidak dapat dirasakan atau
dilihat langsung, seperti pengertian tentang akhirat, surga, neraka, dan
lain-lainnya, baru dapat diterima anak-anak apabila pertumbuhan kecerdasannya
telah memungkinkan untuk itu.[20]
Remaja yang
mendapat didikan agama dengan cara yang tidak memberikan kesempatan untuk
berpikir logis dan mengkritik pendapat-pendapat yang tidak masuk akal, disertai
pula oleh kehidupan lingkungan dan orang tua, yang juga menganut agama yang
sama. Setelah perkembangan kecerdasan remaja sampai kepada mampu menerima atau
menolak ide-iede atau pengertian-pengertian yang abstrak, msks pandangannya
terhadapa alam dengan segala isi dan peristiwanya berubah.
Sebenarnya masa
remaja adalah masa peralihan, yang ditempuh oleh sesorang dari kanak-kanak
menuju dewasa. Atau dapat dikatakan bahwa masa remaja adalah perpanjangan masa
kanak-kanak sebelum mencapai masa dewasa. Masa dewasa juga jelas pertumbuhan
jasmanisempurna, kecerdasan dan emosi telah cukup berkembnag. Segala organ
berfungsi dengan baik. Akan tetapi, lain halnya dengan remaja. Jika dilihat
tubuhnya seperti orang dewasa, akan tetapi dari segi lain, sebenarnya remaja
belum matang baik dari segi emosi dan social, karena masih memerlukanwaktu
untuk berkembang menjadi dewasa. Karena itu. Masa remaja tidak sama panjangnya
antara satu masyarakat dengan lain.
Pada masa ini
mulailah remaja menemukan adanya hubungan antara pikiran tentang setan dan rasa
dosa, atau antara pikiran tentang surga dengan kesucian moral. Apabila kita
tahu bahwa masa remaja adalah masa tidak stabilnya emosi dimana perasaan sering
tidak tentram, maka keyakinannya akan terlihat mundur maju dan pandangannya
terhadap sifat-sifat Tuhan akan berubah-rubah sesuai dengan kondisi emosinya
pada waktu tertentu. Untuk merealisasikan makna konsep keyakinan, para remaja
harus membina keyakinan-keyakinan atas dasar apa yang sudah dibina sejak kecil.
Adalah sulit apabila remaja menangkap makna keyakinan hanya dalam bentuk
doktrin-doktri atau kepercayaan yang harus dihafalkan seperti mereka menghafalkan nama-nama Negara yang
tergabung dalam PBB.[21]
Apabila remaja
menyebutkan sifat-sifat Tuhan, hal itu tidak timbul dari keyakinannya yang
tetap, akan tetapi timbul dari sikap emosi dan keadaan jiwanya pada waktu itu.
Kendatipun ada dan banyak perbedaan individu tentang gambaran remaja terhadap
Tuhan, namun ada satu hal yang mereka sepakati, yaitu mereka telah berusaha menjauhkan gambaran-gambaran lahiriah dan personifikasi tentang
Allah, mereka lebih mementingkan gambaran-gambaran spiritual daripada bentuk
atau rupa dan sebagainya itu.
Jadi keyakinan
remaja akan sifat Tuhan yang banyak berubah-ubah sesuai dengan kondisi
emosinya. Diantara faktor-faktor yang
menambah kuatnya kepercayaan kepada Allah pada masa remaja adalah rasa dosa.
Masa remaja adalah masa bangkitnya dorongan seksual dalam bentuk yang lebih
jelas. Berhubung rasa dosa tidak selamanya sama dalam semua keadaan, dengan
demikian dapat ditegaskan bahwa Tuhan bagi remaja adalah keharusan moral pada
masa remaja itu. Tuhan lebih menonjol sebagai penolong moral dari pada sandaran
emosi. Kadang-kadang pikiran pada masa remaja berontak dan ingin mengingkari
ujud Allah, namun tetap ada suatu hal yang menghubungkannya
dengan Allha, yaitu kebutuhannnya untuk mengendalikan moral. Kepercayaan kepada
Allah pada periode pertama dari masa remaja, bukanlah keyakinan pikiran, akan
tetapi adalah kebutuhan jiwa.
Kehidupan moral
tidak akan dapat dipisahkan dari keyakinan agama. Karena nilai-nilai moral yang
tegas, pasti dan tetap, tidak berubah karena keadaan, tempat dan waktu, adalah
nilai yang bersumber kepada agama. Karena itu dalam pembinaan generasi muda,
perlulah kehidupan moral dan agama itu sejalan dan mendapat perhatian yang
serius.
Maka dari itu, terkait dengan pembinaan terhadap remaja, ada berbagai usaha yang
harus dilakukan anatara lain:
a)
Perlu mengadakan
saringan atau seleksi tehadap kebudayaan asing yang masuk.
b)
Agar pendidikan
agama baik dalam keluarga, sekolah maupun masyarakat harus diintensifkan.
c)
Agar diadakan
pendidikan khusus untuk orang dewasa dalam bidang kesehatan jiwa.
d)
Perlu adanya
biro-biro konsultasi.
e)
Dalam kegiatan
pembinaan itu sebaiknya pemerintah dengan wewenang mengambil tindakan tegas
dengan mengikut sertakan semua lembaga yang ada.
Analisis Materi
Sebenarnya, jika melihat pemaparan para
ahli di atas, segala hal yang dilakukan para
remaja adalah hal yang alami. Karena memang begitulah proses yang harus dilalui
oleh remaja sebagai bagian dari manusia. Terkait dengan perkembangan agama
remaja, tidak seharusnya kita menyalahkan jika remaja masih terombang-ambing
tentang keyakinan mereka, justru kitalah yang harus bisa memahami kondisi
mereka sehingga kita bisa memberikan stimulus yang tepat sesuai tahapan-tahapan
yang ada. Ibaratnya menanam jagung di ladang, kalau kita memberi pupuk yang
salah maka hasilnya akan tidak karuan. Namun jika kita memberi pupuk yang
benar, maka hasilnya akan luar biasa.
C.
KESIMPULAN
1. Masa remaja dimulai usia 13 tahun
hingga 21 tahun. Terkait tentang fase perkembangan jiwa remaja, maka dalam
beberapa buku psikologi ada perbedaan, ada yang mengelompokkan menjadi empat
fase, ada yang tiga fase dan ada yang dua fase. Adapun yang empat fase, yaitu:
a) Pra-Remaja/Puber (13-16 tahun)
b) Remaja Awal (16-18 tahun)
c) Remaja Akhir (18-20)
d) Masa Adolescence (21 tahun)
Adapun yang tiga fase, yaitu:
a) Pra-Remaja (13-16 tahun)
b) Remaja Awal (16-18 tahun)
c) Remaja Akhir (18-21 tahun)
Sedang yang dua fase perkembangan, yaitu:
a) Remaja Awal (13-17 tahun)
b) Remaja Akhir (18-21 tahun)
2. Secara psikologi maupun sosiologis, remaja umumnya memang
amat rentan terhadap pengaruh-pengaruh eksternal. Karena proses pencarian jati
diri yang belum kunjung berakhir, mereka mudah sekali terombang-ambing, dan
masih merasa sulit menentukan tokoh panutannya. Mereka juga mudah terpengaruh
oleh gaya hidup masyarakat di sekitarnya. Karena kondisi kejiwaan yang labil,
remaja mudah terpengaruh hal-hal yang negative yang ada di lingkungannya.
3. Perkembangan jiwa agama pada usia remaja ada 3 tahap yakni
Pra-Remaja (Puber-Negatif) (13-16 tahun) Perkembangan jiwa agama pada usia
pra-remaja atau disebut masa puber atau negative kedua ini bersifat berurutan
mengikuti sikap keberagamaan orang-orang yang ada di sekitarnya. , Remaja Awal
(16-18 tahun) Perkembangan jiwa agama pada remaja awal adalah menerima ajaran
dan prilaku agama dengan dilandasi kepercayaan semakin mantap. dan Remaja Akhir (18-21 tahun) jiwa agama
remaja akhir semakin menurun karena diliputi oleh dorongan seksual yang kuat
dan belum ada kesempatan untuk menyalurkannya ditambah dengan rasionalisasi
ajaran agama yang semakin kuat serta realitas kehidupan masyarakat yang
seringkali melanggar norma-norma agama.
4.
Pembinaan terhadap remaja, ada berbagai usaha yang harus
dilakukan anatara lain:
a)
Perlu mengadakan
saringan atau seleksi tehadap kebudayaan asing yang masuk.
b)
Agar pendidikan
agama baik dalam keluarga, sekolah maupun masyarakat harus diintensifkan.
c)
Agar diadakan
pendidikan khusus untuk orang dewasa dalam bidang kesehatan jiwa.
d)
Perlu adanya
biro-biro konsultasi.
e) Dalam kegiatan pembinaan itu sebaiknya pemerintah dengan
wewenang mengambil tindakan tegas dengan mengikut sertakan semua lembaga yang
ada.
DAFTAR RUJUKAN
Baharuddin & Mulyono. 2008. Psikologi Agama. Malang: uin malang press.
Daradjat, Zakiah. 1995. Remaja Harapan dan Tantangan. Jakarta: Ruhama.
Darajah, Zakiah.
1976. Ilmu Jiwa Agma. Jakarta: Bulan
Bintang.
Hartinah, Sitti. 2008. Perkembangan
Peserta Didik. Bandung: PT Refika Aditama.
Jalaluddin. 1997. Psikologi
Agama. Jakarta: PT RajaGrafindo Persada.
Panuju, Panut & Ida Umami. 1999. Psikologi Remaja. Yogyakarta: Tiara Wacana Yogya.
Simandjuntak. Psikologi Remaja. Bandung: Tarsito.
Soesilowindradini. Psikologi
Perkembanangan (Masa Remaja). Surabaya: Usaha Nasional.
Sulaeman, Dadang.
1995. Psikologi Remaja Dimensi-Dimensi
Perkembangan. Bandung: Mandar Maju.
Yusuf, Syamsu. 2006. Psikologi
Perkembangan Anak dan Remaja. Bandung: PT Remaja Rosdakarya.
[1] Jalaluddin. Psikologi agama, hal 72
[2] soesilowindradini, Psikologi perkembangan (Masa Remaja),
hal 191
[3] H. Baharruddin,
Psikologi Agama hal 121-122
[4] Baharuddin dan Mulyono. Psikologi Agama. Hal.123
[5] Zakiah Darajah. Ilmu
Jiwa Agama. Hal. 136.
[6] Baharuddin dan Mulyono. Psikologi Agama. Hal. 128
[7] Ibid. hal 129
[9] Ibid. hal 135
[10] Ibid. hal 136
[11] Zakiah daradjat. Remaja
Harapan dan Tantangan. 1995. Hal. 46
[12] Sitti Hartinah. Perkembangan
Peserta Didik. Hal.205-206
[13] Panut Panuju dan Ida Usmani. Psikologi Remaja. Hal.112
[14] Ibid. hal 140
[15] Syamsu Yusuf, Psikologi Perkembangan Anak & Remaja, hal 136
[16] Jalaluddin. Psikologi
agama, hal 72
[17] Soesilowindradini. Psikologi
Perkembangan (Masa Remaja). Hal.191
No comments:
Post a Comment