Friday, September 11, 2015

PSIKOLOGI AGAMA



BAB II
PERKEMBANGAN JIWA AGAMA PADA REMAJA

A.    PENDAHULUAN
1.      Latar Belakang
Dalam pembagian tahap perkembangan manusia, maka masa remaja menduduki tahap progesif . dalam pembagian yang agak terurai masa remaja mencakup masa: juvenilitas (adolescantium), pubertas dan nubilitas. Sejalan dengan perkembangan jasmani dan rohaninya, maka agama pada para remaja turut dipengaruhi perkembangan itu. Maksudnya penghayatan para remaja terhadap ajaran agama dan tindak keagamaan yang tampak pada para remaja banyak berkaitan dengan factor perkembangan tersebut. [1]
Pada masa ini anak mulai memikirkan kembali hal-hal berhubungan dengan agama yang dipercayainya dalam masa kanak-kanak. Mereka menilai dan mempertimbangkan hal-hal itu secara kritis. [2]
Ketika zaman berubah dengan cepat, salah satu kelompok yang rentan untuk ikut terbawa arus adalah para remaja. Kenapa? Tak lain karena mereka memiliki karakteristik tersendiri yang unik: labil, sedang pada taraf mencari identitas, mengalami masa transisi dari remajaa menuju status dewasa, serta belum seimbangnya antara perkembangan jasmani dengan rohaninya sehingga seringkali menimbulkan perasaan gelisah, memberontak dan kurang nyaman terhadap kondisi dirinya maupun lingkungan sekitarnya.
Di berbagai kota besar, sudah menjadi pengetahuan umum bahwa ulah remaja belakangan ini makin mengerikan dan mencemaskan masyarakat. Mereka tidak lagi sekedar terlibat dalam aktivitas nakal seperti membolos sekolah, merokok, minim-minuman keras atau menggoda lawan jenisnya , tetapi tak jarang mereka terlibat aksi tawuran layaknya preman atau terlibat dalam penggunaan napza,terjerumus dalam kehidupan seksual pranikah, dan berbagai bentuk prilaku menyimpang lainnya. Di Surabaya , misalnya sebagian besar sekolah lanjutan tingkat atas (SLTA) dilaporkan pernah mengeluarkan siswanya karena lantaran tertangkap basah menyimpan dan menikmati benda haram sebangsa narkoba. Sementara itu, di sejumlah kost-kost an tak jarang ditemukan kasus beberapa anak baru gedhe (ABG) menggelar pesta putau atau narkotika hingga ada salah satu korban tewas akibat overdosis.
Banyaknya prilaku penyimpang yang dilakukan remaja pada hakikatnya tak lepas dengan berbagai perkembangan remaja secara fisik, psikis, sosial maupun agamanya. Begitu banyaknya hal penting yang terdapat dalam jiwa dan agama baik itu yang terjadi pada anak-anak maupun remaja. Suatu perkembangan memang perlu adanya perhatian yang sangat teliti sebab hal ini dapat mempengaruhi bentuk perubahan yang dialami anak-anak pada umumnya. Dan anak-anak yang hanya mengikuti dan meniru apa yang dilihatnya ini perlu kita arahkan dan jelaskan tentang hal-hal yang nilainya positif. Karena dengan begini anak-anak akan mengerti hal yang menurutnya menarik dan memuaskan dirinya.   
Sedangkan perkembangan jiwa dan agama pada masa remaja ini tidak begitu memerlukan perhatian dan pengarahan lebih serius jika dibandingkan dengan perkembangan jiwa dan agama pada anak-anak.  Dan pada remaja perkembangan jiwanya mulai bergejolak-gejolak dengan apa yang dialaminya dalam kehidupannya dan pada pergaulannya. Yang kemudian inilah yang perlu diperhatikan yaitu apabila perkembangan jiwa remaja bergejolak itu tidak disertai dengan bekal agama yang ada pada dirinya maka akibatnya akan berbahaya.[3]
2.      Rumusan Masalah
a.       Bagaimana Perkembangan Jiwa masa Remaja?
b.      Bagaimana Kenakalan masa Remaja?
c.       Bagaimana Perkembangan Jiwa Agama Remaja?
d.      Bagaimana Pembinaan Agama pada Remaja?
3.      Tujuan
a.       Untuk Mengetahui Perkembangan Jiwa masa Remaja
b.      Untuk Mengetahui Kenakalan masa Remaja
c.       Untuk Mengetahui Perkembangan Jiwa Agama Remaja
d.      Untuk Mengetahui Pembinaan Agama pada Remaja
B.     PEMBAHASAN
1.      Perkembangan Jiwa Masa Remaja
Masa remaja dimulai usia 13 tahun hingga 21 tahun. Terkait tentang fase perkembangan jiwa remaja, maka dalam beberapa buku psikologi ada perbedaan, ada yang mengelompokkan menjadi empat fase, ada yang tiga fase dan ada yang dua fase.[4] Adapun yang empat fase, yaitu:
a.       Pra-Remaja/Puber (13-16 tahun)
b.      Remaja Awal (16-18 tahun)
c.       Remaja Akhir (18-20)
d.      Masa Adolescence (21 tahun)
Adapun yang tiga fase, yaitu:
a.       Pra-Remaja (13-16 tahun)
b.      Remaja Awal (16-18 tahun)
c.       Remaja Akhir (18-21 tahun)
Sedang yang dua fase perkembangan, yaitu:
a.       Remaja Awal (13-17 tahun)
b.      Remaja Akhir (18-21 tahun)
1.a Masa remaja pertama (13-16 tahun)
Setelah si anak melalui (umur 12 tahun), bepindah ia dari masa kanak-kanak yang terkenal tenang, tidak banyak debat dan soal, mereka memasuki masa goncang, karena pertumbuhan cepat di segala bidang terjadi. Pertumbuhan jasmani yang pada umur sekolah tampak serasi, seimbang dan tidak terlalu cepat, berubah menjadi goncang, tidak seimbang dan berjalan sangat cepat, yang menyebabkan si anak mengalami  kesukaran. Pertumbuhan yang paling menonjol terjadi pada umur-umur ini, adalah pertumbuhan jasmani cepat, seolah-olah ia bertambah tinggi dengan kecepatan yang jauh lebih terasa dari pada masa kanak-kanak dulu.[5]
Tubuhnya bertambah cepat, akan tetapi tidak serentak seluruhnya, maka terjadilah ketidak seimbangan gerak dan tubuhnya tampak kurang serasi, misalnya ia tampak tinggi kurus dengan kaki, tangan dan hidung lebih besar dari pada bagian tubuh lainnya. Kelenjar-kelenjar yang mengalir dalam tubuhnya, dimana kelenjar kanak-kanak (thymus dan pineal) berhenti mengalir  dan berganti dengan kelenjar seks, yang mempunyai fungsi memprodusir hormone-hormone, sehingga bertumbuhlah tanda-tanda seks sekunder pada anak, seperti perubahan suara, timbuhnya rambut-rambut pada pangkal pipi, kumis, dan lain-lain pada anak laki-laki dan membesarnya panggul, payudara dan kelenjar air susu pada anak-anak perempuan
Adapun sifat-sifat remaja yang terkait dengan fase-fase perkembangan jiwanya tersebut dapat dijelaskan sebagai berikut:
a.       Sifat negatif puber perempuan:
1)      Mudah gelisah dan bingung
2)      Kurang suka bekerja (malas-malasan)
3)      Mudah jengkel dan marah
4)      Pemurung dan kurang gembira
5)      Perasaan mudah berubah senang-sedih
b.      Sifat negatif puber laki-laki:
1)      Mudah lelah
2)      Malas bergerak (bekerja)
3)      Sukar tidur dan bersantai-santai
4)      Mempunyai rasa pesimis dan rendah diri
5)      Perasaan mudah berubah, gelisah gembira
Semua perubahan jasmani secepat itu, menimbulkan kecemasan pada remaja, sehingga menyebabkan terjadinya kegoncangan emosi, kecemasan, dan kekuatiran. Bahkan kepercayaan kepada agama yang telah bertumbuh pada umur sebelumnya, mungkin pula mengalami kegoncangan, karena kecewa pada dirinya. Maka kepercayaan remaja kepada Tuhan kadang-kadang sangat kuat, akan tetapi kadang-kadang menjadi ragu dan berkurang, yang terlihat pada cara ibadahnya yang kadang-kadang rajin dan malas beribadah. Perasannya kapada Tuhan tergantung kepada perubahan eiminya.alamosi yang sedang dialaminya.
Hendaknya guru agama memahami keadaan anak yang sedang mengalami kegoncangan akibat pertumbuhan yang berjalan sangat cepat itu dengan segala keinginan, dorongan dan ketidak stabilan kepercayaan itu. Dengan pengertian itu, guru agama dapat memilihkan cara penyajian agama yang tepat bagi mereka, sehingga kegoncangan perasaan dapat diatsi.
Perlu pula diingat oleh guru agama bahwa perkembangan kecerdasan remaja, telah sampai kepada mampu memahami hal yang abstrak pada umur 12 tahun dan mampu mengambil kesimpulan yang abstrak pendidikan agama tidak akan begitu saja tanpa mahaminya. Apa yang dulu apat diterimanya tanpa bertanya, tapi pada umur ini, ia akan sering bertanya atau minta penjelasan yang masuk menerima apa yang tidak dapat dimengertinya. Guru yang tidak mengerti perkembangan jiwa remaja, akan menyangka bahwa murid-muridnya tidak mau menerima keterangannya, atau mencari-cari soal yang memojokkannya, lalu ia marah, atau menjawab dengan hokum dan ketentuan agama yang tegas, yang harus diterima dan dipatuhi kalau tidak akan berdosa, masuk neraka dan sebagainya. Guru agama yang seperti itu, tidak akan berhasil menumbuhkan minat murid kepada pendidikan agama, bahkan mungkin akan terjadi sebaliknya, dimana guru agama menjadi kurang dihargai oleh murid dan selanjutnya penanaman dan pengembangan jiwa agama pada anak didik tidak atau kurang berhasil.
1.b  Masa remaja terakhir (umur 17-21 tahun)
Sebenarnya batas yang tegas antara tahap-tahap perkembangan anak dan remaja itu tidak terlalu tajam masa remaja terakhir dapat dikatakan bahwa pada anakpada waktu itu dari segi jasmani dan kecerdasan telah mendekati kesempurnaan. Yang berarti bahwa tubuh dengan seluruh anggotanya telah dapat berfungsi dengan baik; kecerdasan telah dapat dianggap selesai pertumbuhannya, tinggal pengembangan dan penggunaannya saja bagi yang perlu diperhatikan.
      Adapun cirri-ciri kejiwaan remaja akhir, yaitu:
1)      Mulai menemukan identitas kepribadiannya
2)      Mampu menentukan cita-cita hidupnya yang lebih realitas
3)      Mampu menentukan garis atau jaln hidupnya
4)      Mulai dapat memikul tanggung jawabnya
5)      Mampu menghimpun norma-norma sendiri
6)      Dapat menentukan jalan hidupnya.
Pertumbuhan dan perkembangan tubuh dan kecerdasannya itu, pengetahuan remaja juga telah berkembang pula, berbagai ilmu pengetahuan yang diajarkan oleh bermacam-macam guru sesuai dengan bidang keahlian mereka masing-masing telah memenuhi otak remaja. Telah kita bicarakan bahwa masa remaja adalah masa bergejolaknya bermacam-macam perasaan, sehingga menjadi terombang-ambing antara berbagai gejolak emosi yang paling bertentangan.
Disamping itu kegoncangan jiwa mereka akibat dorongan seks yang semakin terasa, yang kadang-kadang timbul keinginan untuk mengikuti arus dorongan tersebut, akan tetapi mereka takut melaksanaknnya karena tidak berani melanggar ketentuan agama. Tapi dilain pihak merak dilihat, banyak orang-orang yang berani melanggarnya. Jika mereka kurang mendapat pendidikan agama yang serasi dan baik dahulu, atau sekarang, maka kegoncangan mereka akan semakin bertambah.
Perlu pula diingat bahwa perhatian remaja terhadap masyarakat besar, nasib rakyat banyak menjadi pikiran mereka, hari depan bangsa menjadi masalah dalam dirinya. Dan tidak kurang pentingnya kedudukan mereka dalam masyarakat itu. Mereka ingin mendapat tempat dalam masyarakat. Oleh karena itu guru-guru agama, hendaknya dapat pula member jalan bagi mereka untuk dapat ikut aktif dalam kegiatan-kegiatan masyarakat, terutama yang berhubungan denagn agama.
Pendidikan agama akan dapat dilaksanakan dengan berhasil guna dan berdaya guna, apabila guru agama mengetahui perkembangan jiwa yang dilalui oleh anak dan remaja. Pendidikan agama harus memperhatikan cirri-ciri dari masing-masing tahap itu dan dapat mengisi serta mengembangkan kepribadian beragama pada masing-masing anak.
2.      Kenakalan Pada Masa Remaja
Secara psikologi maupun sosiologis, remaja umumnya memang amat rentan terhadap pengaruh-pengaruh eksternal. Karena proses pencarian jati diri yang belum kunjung berakhir, mereka mudah sekali terombang-ambing, dan masih merasa sulit menentukan tokoh panutannya. Mereka juga mudah terpengaruh oleh gaya hidup masyarakat di sekitarnya. Karena kondisi kejiwaan yang labil, remaja mudah terpengaruh hal-hal yang negative yang ada di lingkungannya. Mereka cenderung mengambil jalan pintas dan tidak mau pusing-pusing memikirkan dampak negatifnya.[6]
Siapakah yang harus dipersalahkan tatkala kita menjumpai remaja yang terperosok pada perilaku yang menyimpang dan melanggar hukum atau paling tidak melanggar taat tertib yang berlaku di masyarakat? Dalam hal ini, ada sejumlah pandangan dan teori yang dapat digunakan untuk memahami kehidupan kenakalan remaja.
2.a Teori Differential Association
Teori ini dikembangkan oleh E. Sutherland yang didasarkan pada arti penting proses belajar. Menurut Sutherland perilaku menyimpang yang dilakukan remaja sesungguhnya merupakan sesuatu yang dapat pelajari. Selanjutnya menurut Sutherland, perilaku menyimpang dapat ditinjau melalui sejumlah proposisi guna mencari akar permasalahan dan memahami dinamika perkembangan perilaku. Proporsisi tersebut antara lain[7]:
a)      Pertama, perilaku remaja merupakan perilaku yang dipelajari secara negative dan berarti perilaku tersebut tidak diwarisi.
b)      Kedua, perilaku menyimpang yang dilakukan remaja dipelajari melalui proses interaksi dengan orang lain.
c)      Ketiga, proses mempelajari perilaku biasanya terjadi pada kelompok dengan pergaulan yang sangat akrab.
d)     Keempat, pabila perilaku menyimpang remaja dapat dipelajari maka yang dipelajari meliputi; teknik melakukannya, motif atau dorongan serta alasan pembenar termasuk sikap.
e)      Kelima, arah dan motif serta dorongan dipelajari melalui definisi dari peraturan hukum.
f)       Keenam, seseorang menjadi delinkuen karena akses dari pola pikir yang lebih memandang aturan hokum sebagai pemberi peluang dilakukannya penyimpangan daripada melihat hokum sebagi sesuatu yang harus diperhatikan dan dipatuhi.
g)      Ketujuh, differential association bervariasi dalam hal frekuensi, jangka waktu, prioritas, dan intensitasnya.
h)      Kedelapan, proses mempelajari perilaku menyimpang yang dilakukan remaja menyangkut seluruh mekanisme yang lazim terjadi dalam proses belajar.
i)        Sembilan, perilaku menyimpang yang dilakukan remaja merupakan pernyataan akan kebutuhan dan dianggap sebagai nilai yang umum.
2.b Teori Albert K. Coben
Fokus perhatian teori ini terarah pada sesuatu pemahaman bahwa perilaku delinkuen banyak terjadi di kalangan laki-laki kelas bawah yang kemudian membentuk geng (komunitas remaja). Perilaku delinkuen merupakan cermin ketidakpuasan terhadap norma dan nilai kelompok kelas menengah yang cenderung mendominasi. Karena kondisi sosial ekonomi yang ada dipandang sebagai kendala dalam upaya mereka untuk mencapai tujuan sesuai dengan keinginan mereka sehingga menyebabkan kelompok usia muda kelas bawah ini mengalami status frustration.
2 .c Teori Perbedaan Kesempatan dari Cloward dan Ohlin
Menurut Cloward dan Ohlin terdapat lebih dari satu cara bagi para remaja untuk mencapai aspirasinya. Menurut Cloward dan Ohlin terdapat 3 jenis subkultur tipe geng kenakalan remaja, antara lain[8]:
a.       Criminal subculture, bilamana masyarakat secara penuh berintegrasi, geng akan berlaku sebagai kelompok para remaja yang belajar dari orang dewasa.
b.      A retreatust subcukture, subkultur jenis ini lebih banyak melakukan kegiatan mabuk-mabukan dan aktivitas geng lebih mengutamakan pencarian uang untuk tujuan mabuk-mabukan.
c.       Conflict sub culture, dalam masyarakat yang tidak terintegrasi akan menyebabkan lemahnya organisasi.
2.d  Teori Netralisasi yang Dikembangkan oleh Matza dan Sykes
Menurut teori ini orang melakukan perilaku menyimpang disebabkan adanya kecenderungan untuk merasionalkan norma-norma dan nilai-nilai menurut persepsi dan kepentingan mereka sendiri. Penyimpangan perilaku dilakukan dengan cara mengikuti arus pelaku lainnya melalui sebuah proses pembenaran (nertalisai). Berbagai bentuk netralisasi yang muncul pada orang yang melakukan perilaku menyimpang, yaitu[9]:
a)      The denial of responsibility, mereka menganggap dirinya sebagi korban dan tekanan-tekanan sosial.
b)      The denial of injury, mereka berpandangan yang dilakukan tidak mengakibatkan kerugian besar dimasyarakat.
c)      The denial of victims, mereka biasanya menyebutkan dirinya sebagai pahlawan dan menganggap dirinya orang baik dan berada.
d)     Condemnation of the condemnesr, mereka beranggapan bahwa orang yang mengutuk perbuatan mereka adalah orang yang munafik.
e)      Appeal to higher loyalitiy, mereka beranggapan bahwa dirinya terperangnkap antara kemauan masyarakat luas dan hokum dengan kepentingan kelompok kecil darimana berasal atau tergabung misalnya kelompok geng atau saudara kandung.


2.e Teori Kontrol
Teori ini beranggapan bahwa individu dalam masyarakat mempunyai kecenderungan yang sama kemungkinannya yakni tidak melakukan penyimpangan perilaku dan berperilaku menyimpang. Baik tidaknya perilaku individu sangat tergantung pada kondisi masyarakatnya. Artinya perilaku baik dan tidak baik diciptakan oleh masyrakat sendiri (Hagan, 1987).
Menurut Hirschi terdapat 4 unsur dalam ikatan sosial antara lain[10]:
a)      Attachment, mengacu pada kemampuan seseorang untuk melibatkan dirinya terhadap orang lain.
b)      Commitment, mengacu pada keterikatan seseorang pada subsistem konvensional seperti lembaga, sekolah, pekerjaan, organisasi dan sebagainya.
c)      Involvement, mengacu pada suatu pemikiran bahwa apabila seseorang disibukkan berbagai kegiatan konvensional atau pekerjaan maka ia tidak sempat berpikir apalagi terlibat dalam perilaku menyimpang.
d)     Beliefs, mengacu pada kepercayaan seseorang pada nilai atau kaidah kemasyarakatan yang berlaku.
            Berdasarkan pada beberapa teori dan pandangan diatas, dapat diambil kesimpulan bahwa ada beberapa faktor penting yang dapat mempengaruhi perkembangan anak pada masa remaja. Beberapa faktor tersebut antara lain :
1)      Factor Intern
      Masalah penting yang dihadapi oleh anak-anak kita yang sedang berada dalam umur remaja cukup banyak. Yang paling kelihatan adalah pertumbuhan jasmani yang cepat. Di samping itu, terjadi pula perubahan di dalam tubuhnya. Kelenjar kanak-kanaknya telah berakhir, beganti dengan kelenjar endokrin yang memproduksi hormone yang mempengaruhi pertumbuhan, termasuk organ seks. Remaja perempuan menalami haid, dan remaja laki-laki mengalami mimpi basah.[11]
      Sementara itu perkembangan kecerdasannyapun hampir mencapi puncaknya. Jika pada umur kurang lebih 12 tahun dia telah mampu memahami hal-hal yang abstrak, maka pada umur kurang lebih 14 tahun ia telah dapat mengambil kesimpulan yang abstrak dari kenyataan yang ditemukannya.
2)      Factor Ekstren
      Sungguh berat situasi di abad 21, dimana kemajuan ilmu pengetahuan da teknologi benar-benar memukau dan membuat manusia terseret untuk ikut di dunia yang transparan tanpa rahasia. Manusia dihadapkan pada perubahan cepat dalam berbagai dimensi kehidupan, terbawa oleh kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi.
      Manusia pada dasarnya condong menanggapi sesuatu berdasarkan informasi yang sampai kepadanya, dapat dikenali panca inderanya. Sedangkan terhada hal-hal yang maknawi, abstrak danj jauh dari jangkauan panca indera, atau diluar kemampuan berpikirnya menganalis keadaan, biasanya ditolak atau dikesampingkan.
3)      Factor Lingkungan
      Kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi berkembang cepat sekali, sehingga kemudahan hidup semakin meningkat. Jarak yang jauh tidak menjadi hambatan untuk saling berhubungan atu sam lain, bahkan dunia terasa kecil dan transparan. Apa punyang terjadi di suatu tempat, akan segera diketahui si seluruh pelosok dunia.
      Yang baik dan buruk akan menjalar dibawa arus globalosasi dan informasi.yang menjadi masalah adalah pendidikan agama, yang sifatnya abstrak. Demikian pula dengan pendidikan akhlak dan nilai-nilai moral yang memerlukan contoh dan latihan sebelum kemampuan abstraknya berkembang. Si anak belum mampu memilih mana yang baik dan mana yang buruk. Maka apa yang terlihat dan terdengar olehnya akan ditirunya.
      Disinilah letak bahaya hal-hal negative yang terbawa masuk ke dalam keluarga lewat alat-alat elektronik yang dihasilkan oleh teknologi maju. Orang tua sadar dan berhati-hati, memilihkan macam dan jenis acara yang ditayagnkan di tv atau lainnya agar menghindarkan dampak pengaruh negative.
3.      Perkembangan Jiwa Agama Remaja
Pikunas (1976) mengemukakan pendapat William kay, yaitu bahwa tugas utama perkembangan remaja adalah memperoleh kematangan system moral untuk membimbing perilakunya kematangan remaja belumlah sempurna, jika tidak memiliki kode moral yang dapat diterima secara universal. Pendapat ini menunjukkan tentang pentingnya remaja memiliki landasan hidup yang kokoh, yaitu nilai-nilai moral, terutama  yang bersumber dari agama. Erkait dengan kehidupan beragama remaja, ternyata mengalami proses yang cukup panjang umntuk mencapai kesadaran beragama yang diharapkan. Kualitas kesadaran beragama remaja sangat dipengaruhi oleh kualitas pendidikan atau pengalaman keagamaan yang diterimanya sejak usia dini, terutama di lingkungan keluarga.[12]
Yang dimaksud keagamaan atau religi adalah kepercayaan terhadap suatu zat yang mengatur dalam semesta ini adalah sebagian dari moral, sebab sebenarnya dalam keagamaan dan moral juga diatur nilai-nilai perbuatan yang baik dan yang buruk. Agama oleh karena juga memuat dan pedoman bagi remaja untuk bertingkah laku dalam kehidupan pribadi dan bermasyarakat, harus benar-benar tertanam dalam jiwa kaum remaja.[13]
Remaja yang dapat didikan agama dengan cara yang tidak memberikan kesempatan untuk berpikir logis dan memberikan kritik pendapat-pendapat yang tidak masuk akal, disertai pula oleh keadaan lingkungan orang tua, yang juga menuntut agama yang sama maka kebimbangan remaja itu akan berkurang. Remaaja akan merasa gelisah dan kurang aman apabila agama dan keyakinan yang dianutnya bertentangan dengan keyakinan yang dianutnya bertentangan dengan keyakinan orang tuanya. Keyakinan dan keteguhan orang tuanya dalam menjalankan ibadah, serta memelihara nilai-nilai keagamaan dalam kehidupannya sehari-hari, menolong remaja dari rasa kebimbangan agama.
Perkembangan mental remaja kearah berpikir yang logis itu, juga mempengaruhi pandangan dan kepercayaaan kepada Tuhan. Karena mereka tidak dapat melupakan tuhan dari segala peristiwa yang terjadi di ala mini. Jika mereka meyakinibahwa tuhan itu adalah maha kuasa, maha mengatur dan mengendalikan ala mini maka segala apa pun yang terjadi, baik peristiwa alam maupun peristiwa sosila, dan hubunganya dengan masyarakat, akan dilimpahkan kepada Tuhan tanggung jawabnya.
3.a Pra-Remaja (Puber-Negatif) (13-16 tahun)
Perkembangan jiwa agama pada usia pra-remaja atau disebut masa puber atau negative kedua ini bersifat berurutan mengikuti sikap keberagamaan orang-orang yang ada di sekitarnya. Secara singkat perkembangan jiwa agama pra remaja, yaitu: 1. Ibadah karena pengaruh keluarga, teman, limgkungan dan peraturan sekolah, 2. Kegiatan agama lebih banyak dipengaruhi emosional dan pengaruh luar.
3.b Remaja Awal (16-18 tahun)
Perkembangan jiwa agama pada remaja awal adalah menerima ajaran dan prilaku agama dengan dilandasi kepercayaan semakin mantap. Kemantapan jiwa agama pada remaja awal ini disebabkan karena beberapa hal yaitu: 1. Timbul kesadaran untuk melihat dirinya sendiri. Dengan semakin matang organ jasmani yang diiringi kematangan emosi maupun pikiran maka para remaja semakin banyak merenungkan dirinya sendiri, baik kekurangannya, kelebihannya maupun masa depannya. 2. Timbul hasrat tampil ke depan umum termasuk dalam bidang agama sehingga para remaja termotivasi terlibat dalam berbagai organisasi keagamaan. 3. Teriring dengan semakin mantapnya jiwa agama remaja awal maka semakin tumbuh semangat dalam melakukan agama , yaitu semangat positif yang diwujudkan dalam prilakunya menjauhkan diri dari bid’ah dan kufarat seperti tidak datang ke dukun. Ataupun menggunakan jimat, namun lebih kepada ajaran agama yang yang bersifat formal. Sebaliknya, bagi sebagian remaja yang tidak memiliki berbagai kelebihan utamanya dalam ilmu pengetahuan agama yang memadahi atau kesempatan tampil ke depan umum secara rasional tidak terpenuhi maka mendorong sekelompok remaja melakukan prilaku negative, yaitu semangat khurafi, senang jimat, kekebalan tubuh dan sebagainya.
3.c Remaja Akhir (18-21 tahun)
Perkembangan jiwa agama pada remaja akhir ibarat grafik bukan semakin naik tetapi mala semakin menurun apabila dibandingkan dengan masa sebelumnya . jiwa agama remaja akhir semakin menurun karena diliputi oleh dorongan seksual yang kuat dan belum ada kesempatan untuk menyalurkannya ditambah dengan rasionalisasi ajaran agama yang semakin kuat serta realitas kehidupan masyarakat yang seringkali melanggar norma-norma  agama. Kondisi tersebut yang menyebabkan ajaran-ajaran agama yang dipelajari dan dilakukan sejak kecil mulai mengalami masa penurunan pada usia remaja akhir ini.
Ada beberapa karakteristik umum perkembangan jiwa agama remaja akhir yaitu[14]:
a)      Percaya tetapi penuh keraguan dan bimbang.
b)      Keyakinan beragama lebih dikuasai pikiran ketimbang dikuasai emosional.
c)      Dengan demikian mereka dapat mengritik, menerima atau menolak ajaran agama yang diterima waktu kecil.
Keraguan jiwa agama remaja semakin memuncak ketika memasuki usia 21 tahun. Pada usia akhir remaja, maka seseorang mengarah pada semakin tidak percaya sama sekali terhadap Tuhan maupun ajaran agama yang diyakini sebelumnya. Hal itu ditandai dengan: 1. Mengingkari wujud Tuhan dan ingin mencari kepercayaan lain, tetapi hati kecilnya masih percaya; 2. Bila usia sebelumnya tidak mendapat pendidikan agama maka remaja usia ini dapat mengarah ke ateis.
Jiwa beragama atau kesadaran beagama merujuk kepada aspek rohaniyah individu yang berkaitan dengan keimanan kepada Allah yang direfleksikan  kedalam peribadatan kepadaNya, baik yang besifat hablumminallah maupun hablumminannas. Perkembangan beragama seseorang dipengaruhi oleh factor-faktor pembawaan dan lingkungan.
a)      Faktor Pembawaan (Internal)
Perbedaan hakiki antara manusia dan hewan adalah manusia mempunyai fitrah beragama. Setiap manusia yang lahir di dunia, baik yang masih primitive, bersahaja, maupun yang sudah modern, baik yang lahir di Negara komunis maupun kapitalis; baik yang lahir dari orang tua yang saleh maupun jahat; sejak Nabi Adam sampai akhir zaman, menurut fitrah kejadiannya mempunyai potensi beragama atau keomanan kepada Tuhan atau percaya adanya kekuatan di luar dirinya yang mengatur hidup dan kehidupan alam semesta.
Di masyarakat yang masih primitive muncul kepercayaan terhadap roh-roh gaib yang dapat memberikan kebaikan atau bahkan malapetaka. Agar roh-roh tidak berperilaku jahat, maka mereka berusaha untuk mendekatinya melalui sajian-sajian yang dipersembahkan kepada roh-roh tersebut. Bahkan, dikalangan masyarakat modern pun masih ada yang mempunyai kepercayaakn kepada hal-hal yang sifatnya takhayul tersebut, seperti mempercayai bahwa barang-barang tertentu  mempunyai kekuatan-kekuatan yang dapat mendatangkan kebaikan, sehingga tidak sedikit di kalangan mereka yang mengeramatkannya.
b)      Faktor Lingkungan (eksternal)
Factor pembawaan atau fitrah beragama merupakan potensi yang mempunyai kecenderungan untuk berkembang. Namun, perkembangan itu tidak akan terjadi manakala tidak ada factor luar yang memberikan rangsangan atau stimulus yang memungkinkan fitrah itu berkembang dengan sebaik-sebaiknya. Factor eksternal itu tidak lain adalah lingkungan dimana individu itu hidup. Lingkungan itu adalah keluarga, sekolah dan masyarakat.[15] Menurut W.Starbuck perkembangan agama pada remaja ditandai oleh beberapa factor perkembangan rohani dan jasmaninya, perkembangan itu antara lain:
1)      Pertumbuhan pikiran dan mental
Ide dan dasar keyakinan beragama yang diterima remaja dari masa kanak-kanaknya sudah tidak begitu menarik bagi mereka. Sifat kritis terhadap ajaran agama mulai timbul. Selain masalah agama mereka pun sudah tertarik pada masalah kebudayaan, sosial, ekonomi dan norma-norma kehidupan lainnya. Perkembangan pikiran dan mental remaja mempengaruhi sikap keagamaan mereka.
2)      Perkembangan perasaan
Berbagai perasaan telah berkembang pada masa remaja. Perasaan sosial, etis dan estesis mendorong remaja untuk menghayati perikehidupan yang terbiasa dalam lingkungannya. Kehidupan religious akan cenderung mendorong dirinya lebih dekat kea rah yang hidup yang religius pula. Sebaliknya bagi remaja yang kurang mendapat pendidikan dan siraman ajaran agama akan lebih muda didominasi dorongan seksual. Masa remaja merupakan masa kematangan seksual. Didoromg oleh perasaan ingin tau dan perasaan super, remaja lebih mudah terperosok kea rah tindakan seksual yang negative.
3)      Pertimbangan sosial
Corak keagamaan para remaja juga ditindai oleh adanya pertimbangan sosial. Dalam kehidupan keagamaan mereka timbul konflik antara pertimbangan moral dan material. Remaja sangat bingung menentukan pilihan itu. Karena kehidupan duniawi lebih dipengaruhi kepentingan akan materi, maka para renaja lebih cenderung jiwanya untuk bersikap materialis.
4)      Perkembangan moral
Perkembangan moral pada remaja bertitik tolak dari rasa berdosa dan usaha untuk mencari proteksi. Tipe moral juga terlihat pada para remaja juga mencukupi: Self directive, Adaptive, Submissive, Unadjusted, Deviant.
5)      Sikap dan Minat
Sikap dan minat remaja terhadap masalah keagamaan boleh dikatakan sangat kecil dan hal ini tergantung dari kebiasaan masa kecil serta lingkungan agama yang mempengaruhi mereka.[16]
4.      Pembinaan Agama Pada Remaja
Pada masa ini remaja mulai memikirkan kembali hal-hal berhubungan dengan agama yang dipercayainya dalam Masa Kanak-kanak. Mereka menilai dan mempertimbangkan hal-hal itu secara kritis. Remaja senang mendiskusikan hal-hal yang berhubungan dengan agama dengan teman-temannya. Banyak hal-hal yang dahulu mereka percaya dengan sungguh-sungguh, sekarang mereka meragukan, misalnya mengenai dosa, surga, dan neraka, arti daripada do’a dan sebagainya.[17]
Latar belakang kehidupan keagamaan remaja dan ajaran agamanya berkenaan dengan hakekat dan nasib manusia, memainkan peranan penting dalam menetukan konsepnya tentang apa dan siapa dia,dan akan menjadi apa dia.[18] Agama, seperti yang kita temukan dalam kehidupan sehari-hari, terdiri atas suatu sisstem keyakinan-keyakinan, sikap-sikap dan praktek-praktek yang kita anut, pada umunya berpusat sekitar pemujaan. Dari sudut pandangan individu, agama adalah sesuatu yang menjadiurusan terakhir baginya. Artinya, bagi kebanyakan orang, agama merupakan jawaban terhadap kehausannya akan kepastian, jaminan, dan keyakinan tempat melekatkan dirinya dan untuk menopang harapan-harapannya. Menurut Kohnstam disini ingin membedakan antara agama dan keagamaan. Agama adalah hubungan antara manusia dengan Tuhan yang bersifat pribadi. Sedangkan keagamaan merupakan hubungan antara manusia dengan keTuhanan yang tidak bersifat pribadi.
Segala persoalan dan problema yang terjadi pada remaja-remaja itu, sebenarnya bersangkut-paut dengan usia yang mereka lalui, dan tidak dapat dilepaskan dari pengaruh lingkungan mereka hidup. Dalam hal itu, suatu factor penting yang memegang peranan yang menentukan dalam kehidupan remaja dalah agama.[19]
Pertumbuhan pengertian tentang ajaran agama sejalan dengan pertumbuhan kecerdasan. Pengertian tentang hal-hal yang abstrak, yang tidak dapat dirasakan atau dilihat langsung, seperti pengertian tentang akhirat, surga, neraka, dan lain-lainnya, baru dapat diterima anak-anak apabila pertumbuhan kecerdasannya telah memungkinkan untuk itu.[20]
Remaja yang mendapat didikan agama dengan cara yang tidak memberikan kesempatan untuk berpikir logis dan mengkritik pendapat-pendapat yang tidak masuk akal, disertai pula oleh kehidupan lingkungan dan orang tua, yang juga menganut agama yang sama. Setelah perkembangan kecerdasan remaja sampai kepada mampu menerima atau menolak ide-iede atau pengertian-pengertian yang abstrak, msks pandangannya terhadapa alam dengan segala isi dan peristiwanya berubah.
Sebenarnya masa remaja adalah masa peralihan, yang ditempuh oleh sesorang dari kanak-kanak menuju dewasa. Atau dapat dikatakan bahwa masa remaja adalah perpanjangan masa kanak-kanak sebelum mencapai masa dewasa. Masa dewasa juga jelas pertumbuhan jasmanisempurna, kecerdasan dan emosi telah cukup berkembnag. Segala organ berfungsi dengan baik. Akan tetapi, lain halnya dengan remaja. Jika dilihat tubuhnya seperti orang dewasa, akan tetapi dari segi lain, sebenarnya remaja belum matang baik dari segi emosi dan social, karena masih memerlukanwaktu untuk berkembang menjadi dewasa. Karena itu. Masa remaja tidak sama panjangnya antara satu masyarakat dengan lain.
Pada masa ini mulailah remaja menemukan adanya hubungan antara pikiran tentang setan dan rasa dosa, atau antara pikiran tentang surga dengan kesucian moral. Apabila kita tahu bahwa masa remaja adalah masa tidak stabilnya emosi dimana perasaan sering tidak tentram, maka keyakinannya akan terlihat mundur maju dan pandangannya terhadap sifat-sifat Tuhan akan berubah-rubah sesuai dengan kondisi emosinya pada waktu tertentu. Untuk merealisasikan makna konsep keyakinan, para remaja harus membina keyakinan-keyakinan atas dasar apa yang sudah dibina sejak kecil. Adalah sulit apabila remaja menangkap makna keyakinan hanya dalam bentuk doktrin-doktri atau kepercayaan yang harus dihafalkan seperti mereka menghafalkan nama-nama Negara yang tergabung dalam PBB.[21]
Apabila remaja menyebutkan sifat-sifat Tuhan, hal itu tidak timbul dari keyakinannya yang tetap, akan tetapi timbul dari sikap emosi dan keadaan jiwanya pada waktu itu. Kendatipun ada dan banyak perbedaan individu tentang gambaran remaja terhadap Tuhan, namun ada satu hal yang mereka sepakati, yaitu mereka telah berusaha menjauhkan gambaran-gambaran lahiriah dan personifikasi tentang Allah, mereka lebih mementingkan gambaran-gambaran spiritual daripada bentuk atau rupa dan sebagainya itu.
Jadi keyakinan remaja akan sifat Tuhan yang banyak berubah-ubah sesuai dengan kondisi emosinya. Diantara faktor-faktor yang menambah kuatnya kepercayaan kepada Allah pada masa remaja adalah rasa dosa. Masa remaja adalah masa bangkitnya dorongan seksual dalam bentuk yang lebih jelas. Berhubung rasa dosa tidak selamanya sama dalam semua keadaan, dengan demikian dapat ditegaskan bahwa Tuhan bagi remaja adalah keharusan moral pada masa remaja itu. Tuhan lebih menonjol sebagai penolong moral dari pada sandaran emosi. Kadang-kadang pikiran pada masa remaja berontak dan ingin mengingkari ujud Allah, namun tetap ada suatu hal yang menghubungkannya dengan Allha, yaitu kebutuhannnya untuk mengendalikan moral. Kepercayaan kepada Allah pada periode pertama dari masa remaja, bukanlah keyakinan pikiran, akan tetapi adalah kebutuhan jiwa.
Kehidupan moral tidak akan dapat dipisahkan dari keyakinan agama. Karena nilai-nilai moral yang tegas, pasti dan tetap, tidak berubah karena keadaan, tempat dan waktu, adalah nilai yang bersumber kepada agama. Karena itu dalam pembinaan generasi muda, perlulah kehidupan moral dan agama itu sejalan dan mendapat perhatian yang serius.
      Maka dari itu, terkait dengan pembinaan terhadap remaja, ada berbagai usaha yang harus dilakukan anatara lain:
a)      Perlu mengadakan saringan atau seleksi tehadap kebudayaan asing yang masuk.
b)      Agar pendidikan agama baik dalam keluarga, sekolah maupun masyarakat harus diintensifkan.
c)      Agar diadakan pendidikan khusus untuk orang dewasa dalam bidang kesehatan jiwa.
d)     Perlu adanya biro-biro konsultasi.
e)      Dalam kegiatan pembinaan itu sebaiknya pemerintah dengan wewenang mengambil tindakan tegas dengan mengikut sertakan semua lembaga yang ada.
Analisis Materi
Sebenarnya, jika melihat pemaparan para ahli di atas, segala hal yang dilakukan para remaja adalah hal yang alami. Karena memang begitulah proses yang harus dilalui oleh remaja sebagai bagian dari manusia. Terkait dengan perkembangan agama remaja, tidak seharusnya kita menyalahkan jika remaja masih terombang-ambing tentang keyakinan mereka, justru kitalah yang harus bisa memahami kondisi mereka sehingga kita bisa memberikan stimulus yang tepat sesuai tahapan-tahapan yang ada. Ibaratnya menanam jagung di ladang, kalau kita memberi pupuk yang salah maka hasilnya akan tidak karuan. Namun jika kita memberi pupuk yang benar, maka hasilnya akan luar biasa.
C.    KESIMPULAN
1.   Masa remaja dimulai usia 13 tahun hingga 21 tahun. Terkait tentang fase perkembangan jiwa remaja, maka dalam beberapa buku psikologi ada perbedaan, ada yang mengelompokkan menjadi empat fase, ada yang tiga fase dan ada yang dua fase. Adapun yang empat fase, yaitu:
a)      Pra-Remaja/Puber (13-16 tahun)
b)      Remaja Awal (16-18 tahun)
c)      Remaja Akhir (18-20)
d)     Masa Adolescence (21 tahun)
Adapun yang tiga fase, yaitu:
a)      Pra-Remaja (13-16 tahun)
b)      Remaja Awal (16-18 tahun)
c)      Remaja Akhir (18-21 tahun)
Sedang yang dua fase perkembangan, yaitu:
a)      Remaja Awal (13-17 tahun)
b)      Remaja Akhir (18-21 tahun)
2.      Secara psikologi maupun sosiologis, remaja umumnya memang amat rentan terhadap pengaruh-pengaruh eksternal. Karena proses pencarian jati diri yang belum kunjung berakhir, mereka mudah sekali terombang-ambing, dan masih merasa sulit menentukan tokoh panutannya. Mereka juga mudah terpengaruh oleh gaya hidup masyarakat di sekitarnya. Karena kondisi kejiwaan yang labil, remaja mudah terpengaruh hal-hal yang negative yang ada di lingkungannya.
3.      Perkembangan jiwa agama pada usia remaja ada 3 tahap yakni Pra-Remaja (Puber-Negatif) (13-16 tahun) Perkembangan jiwa agama pada usia pra-remaja atau disebut masa puber atau negative kedua ini bersifat berurutan mengikuti sikap keberagamaan orang-orang yang ada di sekitarnya. , Remaja Awal (16-18 tahun) Perkembangan jiwa agama pada remaja awal adalah menerima ajaran dan prilaku agama dengan dilandasi kepercayaan semakin mantap.   dan Remaja Akhir (18-21 tahun) jiwa agama remaja akhir semakin menurun karena diliputi oleh dorongan seksual yang kuat dan belum ada kesempatan untuk menyalurkannya ditambah dengan rasionalisasi ajaran agama yang semakin kuat serta realitas kehidupan masyarakat yang seringkali melanggar norma-norma  agama.
4.      Pembinaan terhadap remaja, ada berbagai usaha yang harus dilakukan anatara lain:
a)      Perlu mengadakan saringan atau seleksi tehadap kebudayaan asing yang masuk.
b)      Agar pendidikan agama baik dalam keluarga, sekolah maupun masyarakat harus diintensifkan.
c)      Agar diadakan pendidikan khusus untuk orang dewasa dalam bidang kesehatan jiwa.
d)     Perlu adanya biro-biro konsultasi.
e)      Dalam kegiatan pembinaan itu sebaiknya pemerintah dengan wewenang mengambil tindakan tegas dengan mengikut sertakan semua lembaga yang ada.


DAFTAR RUJUKAN

Baharuddin & Mulyono. 2008. Psikologi Agama. Malang: uin malang press.
Daradjat, Zakiah. 1995. Remaja Harapan dan Tantangan. Jakarta: Ruhama.
Darajah, Zakiah. 1976. Ilmu Jiwa Agma. Jakarta: Bulan Bintang.
Hartinah, Sitti. 2008. Perkembangan Peserta Didik. Bandung: PT Refika Aditama.
Jalaluddin. 1997. Psikologi Agama. Jakarta: PT RajaGrafindo Persada.
Panuju, Panut & Ida Umami. 1999. Psikologi Remaja. Yogyakarta: Tiara Wacana Yogya.
Simandjuntak. Psikologi Remaja. Bandung: Tarsito.
Soesilowindradini. Psikologi Perkembanangan (Masa Remaja). Surabaya: Usaha Nasional.
Sulaeman, Dadang. 1995. Psikologi Remaja Dimensi-Dimensi Perkembangan. Bandung: Mandar Maju.
Yusuf, Syamsu. 2006. Psikologi Perkembangan Anak dan Remaja. Bandung: PT Remaja Rosdakarya.


[1] Jalaluddin. Psikologi agama, hal 72
[2] soesilowindradini, Psikologi perkembangan (Masa Remaja), hal 191
[3]  H. Baharruddin, Psikologi Agama hal 121-122
[4] Baharuddin dan Mulyono. Psikologi Agama. Hal.123
[5] Zakiah Darajah. Ilmu Jiwa Agama.  Hal. 136.
[6] Baharuddin dan Mulyono. Psikologi Agama. Hal. 128
[7] Ibid. hal 129
[8][8] Ibid. hal 134
[9] Ibid. hal 135
[10] Ibid. hal 136
[11] Zakiah daradjat. Remaja Harapan dan Tantangan. 1995. Hal. 46
[12] Sitti Hartinah. Perkembangan Peserta Didik. Hal.205-206
[13] Panut Panuju dan Ida Usmani. Psikologi Remaja. Hal.112
[14] Ibid. hal 140
[15] Syamsu Yusuf, Psikologi Perkembangan  Anak & Remaja, hal 136
[16]  Jalaluddin. Psikologi agama, hal 72
[17] Soesilowindradini. Psikologi Perkembangan (Masa Remaja). Hal.191
[18] Dadang Sulaeman. Psikologi Remaja Diemnsi-Dimensi Perkembangan. Hal. 107
[19] Zakiah Darajah. Ilmu Jiwa Agama. 1976. Hal. 86
[20] Zakiah daradjat. Remaja Harapan dan Tantangan. 1995. Hal. 37
[21] Dadang Sulaeman. Psikologi Remaja Diemnsi-Dimensi Perkembangan. Hal. 109

No comments:

Post a Comment